Mentari telah kembali dari ufuk timur. Menciptakan hari baru tanpa mengetahui apa yang baru saja berlalu. Seolah-olah tak ada sesuatu, baik itu Xinlong, Shuyang, Wu-pen, bahkan Quentin sekalipun, sama sekali tak menganggap kejadian di Qian Gen Zhuzi kala itu.
Seorang kakek tua yang menyadari akan hal tersebut hanya tersenyum simpul.
Bukan niatnya menyembunyikan atau mengabaikan, hanya saja tidak terlalu baik, bukan? Suasana damai baru saja kembali, bagaimana jadinya jika digemparkan oleh peristiwa Qian Gen Zhuzi?Malahan saking tenangnya, mereka sama sekali tidak menyadari bahwa seorang jejaka tengah bersiap mengemasi beberapa barang bawaan. Tujuan utamanya telah tercapai, kini saatnya mencari potongan benda peninggalan yang lain. Biar saja tempat tinggalnya kini disinggahi warga desa wilayah sebrang. Lagipula dia akan pergi dalam waktu yang lama.
Begitu pikirnya, sampai orang lain datang dengan perasaan terkejut.
"Apa yang kau lakukan? Mau ke mana?!" Ren Shuyang langsung menutup mulut saat menyadari bahwa dia baru saja berteriak.
Tali simpul jadi sudah. Membungkus sejumlah pakaian juga batu mulia di dalam. He Xinlong segera berdiri, membawa buntelan kain itu di tangan kiri, lalu berjalan menghampiri Shuyang yang kini bertindak sunyi.
"Melanjutkan perjalananku," jawabnya.
"Begitu..." jeda sejenak, "tidak bisa menetap sedikit lebih lama? Kau adalah tuan rumah di sini," lanjut Shuyang.
Jujur, ada sedikit rasa kecewa bagi Shuyang. Memang, awalnya dia amat mencurigai pemuda tersebut. Namun semuanya telah berubah. Malahan yang jauh lebih ironi, kini terdapat rasa kagum dalam diri Shuyang untuk Xinlong. Terutama usai peristiwa pembakaran Hutan di Wilayah Lan waktu itu. Hanya saja itu terdengar sangat memalukan. Apanya yang kagum? Tentu dia sendiri jauh lebih hebat dibanding Xinlong, 'kan?
"Kau benar, tapi aku tidak bisa terlalu lama. Mendiang kakek bilang, perjalananku masih banyak. Aku akan bergegas," jelas Xinlong. Dia berjalan melintasi Shuyang.
"Oiya, di mana Tetua Yin?"
"Belakang paviliun," jawab Shuyang.
Xinlong menunjukkan jari jempol sebagai tanda 'mengerti'. Kemudian ia beranjak mencari keberadaan orang termaksud.
Di belakang paviliun...
"Xin Gongzi, kenapa terburu-buru? Lagipula saya merasa tidak enak hati jika harus menetap di sini, sementara Anda pergi merantau."
Xinlong sudah menduga bahwa hal seperti itu akan terjadi, sama seperti reaksi Shuyang tadi. Lantas dia pun merespon, "Tidak apa-apa, Tetua Yin. Memang keputusanku meyediakan tempat ini untuk kalian. Dan sudah kewajibanku pula pergi berpetualang."
Hening. Mereka benar-benar bingung harus bagaimana.
"Kapan Xin Gongzi akan pergi." Giliran Quentin yang bertanya.
"Sekarang."
"Terlalu mendadak. Aku akan meminta Fan Yin menyiapkan bekal untukmu," celetuk Wu-Pen yang kebetulan berada di sana. Xinlong menahan lengan pemuda yang berlari di dekatnya, "Tidak perlu. Dia sedang menjahit pakaian milik beberapa warga. Tetua Yin, Paman Quentin, Wu-pen, aku pamit. Sampaikan salamku untuk yang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince 龙凤 [The Journey of Rebuilding Empire]
Fanfic[ bukan novel terjemahan ] He Xinlong, nama yang seringkali diiming-imingi gelar Putra Mahkota. Anak bungsu Kaisar He Xinhuo sekaligus pangeran satu-satunya di Kekaisaran Feng. Kehidupan mewahnya sirna begitu kekaisaran lain datang dan menyerang ist...