[.]
Alunan musik edgy khas Lany mengalun di pantry apartemen Bimantara.
Dua manusia itu sibuk dengan kertas juga bolpoin dipermukaan meja. Mangkuk berisi oatmeal—menu sarapan pagi itu teronggok dingin disisi teapot.
Keisha mendesah, menatap kolom miliknya gentar. Masih banyak yang kosong tapi otaknya buntu solusi. Mau diisi apa lagi ya.
"Done!" teriak Bimantara menyuap satu sendok penuh oatmeal kedalam mulut.
Sementara Keisha di seberang meja mendesah berat. Meletakan bolpoin kasar. Dia menyerah.
Bimantara bergerak menukar kertas miliknya dengan milik Keisha. Untuk sesaat dirinya hanyut dalam konsentrasi. Membaca satu persatu nomor di kolom kertas istrinya.
"Yang enggak lo suka cuma dangdut doang?" tanya Bimantara menahan tawa, menatap wajah Keisha yang sedang fokus dengan mangkuk sarapan miliknya.
"Why?"
Keisha menelan makanan-nya perlahan, lantas berdeham siap memberi jawaban.
"Ya enggak suka aja. Menurut ku musik dangdut itu rancu. Gak nyaman di telinga. Bersisik."
Bimantara mengangguk. Menatap kertas dihadapanya tidak percaya. Dari sekian banyak hal di dunia, musik dangdut adalah satu-satunya yang enggak Keisha suka? Really?
"Kenapa enggak suka film horor? Takut hantu?" tanya balik Keisha menatap Bimantara. Dari sekian banyak list, yang berada di puncak 'hal yang tidak disukai Bimantara' adalah film horor.
"Enggak gitu juga kali, Kei. Gue enggak suka film horor karena enggak percaya sama yang begituan. Jadi buat apa ditonton kalo gue sendiri aja enggak aware?"
Keisha menganggukan kepala paham.
"Kalo gitu gue juga enggak suka film horor. Tolong tulis-in dong." pinta Keisha menyerahkan bolpoin kepada Bimantara, menujuk list nomor 2 di permukaan kertas miliknya.
Bimantara terbahak. "Masa ikut-ikutan sih."
"Tadi belum kepikiran, makanya enggak kutulis." elak Keisha membela dirinya sendiri.
Bimantara mengibaskan tangan, masih asik terbahak. Lantas beranjak mengisi kolom kosong di kertas milik istrinya.
"Kenapa suka sepedaan?" tanya Keisha mendongak dari kertas di hadapannya.
Bimantara tidak langsung menjawab. Wajahnya berganti ekspresi sedang berfikir.
"Awalnya pilih sepedaan buat olahraga pengganti GYM. Ehh lama-lama jadi suka, lama-lama jadi kebiasaan."
Keisha mengangguk perlahan. Dari terbiasa menjadi suka. Kenapa otak dia jadi melayang jauh gini ya.
"Ampela goreng?" cecar Bimantara menatap Keisha jenaka.
"Enak tau! Apalagi sambel goreng ampela."
Sedetik kemudian, keduanya terbahak bersamaan.
Pagi ini keduanya memang sepakat untuk saling memberitahu mengenai hal apa saja yang keduanya suka dan tidak suka.
Sebagai pasangan sudah menjadi lumrah jika mengerti selera masing-masing. Tapi khusus Bima sama Keisha kan beda. Belum kenal akrab tapi udah nikah aja.
Dan karena mereka berdua udah niat buat mulai hubungan, hal sederhana kayak gini emang bisa jadi awal yang baik.
[.]
"Ngapain kesini?" tanya Marcell menyelidik ke arah Bimantara yang baru saja berjalan memasuki ruang kerja-nya.
Bima yang mendengar cercaan enggak bermutu dari sahabatnya memilih acuh. Mengabaikan Marcell yang mengekor.
Setelah meletakan tas di permukaan meja, Bimantara melepas jas miliknya. Menatap kearah Marcell yang tidur tengkurap di sofa.
Bimantara mendesah. Menatap penampilan Marcell dari atas sampai bawah.
"Lo niat ngantor apa mau gala premier?!" sembuh Bimantara heran sendiri dengan kelakuan Marcell yang seperti tidak punya otak.
"Gimana? Keren kan. Hari ini agensi Daniel ada audisi model. Lumayan lah bisa cuci mata." seloroh Marcell membenarkan jas motif batik miliknya.
"Daniel siapa?"
"Daniel Marteen. Sepupu gue."
Bimantara menakutkan kedua alis hitam miliknya. "Sepupu?! Perasaan nyokap lo anak tunggal deh."
Marcell menarik nafas berat. "Kakak tiri nyokap gue, Edward Marteen—bokapnya Daniel."
"Ohh! Nenek lo kan hobi kawin ya. Suaminya ada tiga, anaknya juga ada tiga." celetuk Bimantara terbahak.
Keluarganya Marcell emang 'kaya' semua. Bisa dibilang, udah 'kaya raya' dari zaman nenek moyang. Gak heran kalo koneksi-nya konglomerat semua.
Bimantara fokus memeriksa laporan perusahaan selama dia off saat Marcell kembali bersuara.
"Nitip buat Keisha, kapan-kapan gue main ke apart."
Dihadapan Bimantara sudah ada buket bunga dan cake box. Sementara Marcell sudah berlalu pergi. Enak banget jadi sendok emas kayak Marcell. Punya saham disana-sini. Bebas ke perusahaan ini, bebas ke perusahaan itu.
Dunia emang enggak adil.
[.]
Gue pulang kantor sekitar jam 5 sore. Kalo dulu sih bebas mau pulang kapan aja. Bahkan sering tuh gue nginep di kantor kalo harus kejar deadline. Alasanya simple, badan sama pikiran udah capek, males aja kalo harus nyetir mobil pulang.
Berhubung sekarang udah nikah, punya bini. Gue harus ngerubah bad habbits gue dulu.
Mau se-sibuk apapun. Mau secapek apapun. Pokoknya pulang. Dirumah ada keluarga yang nungguin.
Pas nyampe apart, Keisha lagi sibuk di dapur. Gue enggak tau dia ngapain, entah masak atau beres-beres. Tapi dari sikap Ksisha yang bahkan enggak nyadar kalo ada orang masuk apart, gue bisa tau kalo bini gue itu lagi fokus banget.
"Ngapain, Kei?"
Gue tata berkas yang sengaja gue bawa pulang di atas stole bar. Masih natap Keisha.
"Ngupas bawang merah." jawab Keisha enteng. Noleh sekilas kearah gue, habis itu balik fokus sama kegiatan absurd dia.
Dalam hati gue mikir. Ini orang kenapa ya, ngupas bawang merah banyak banget. Sampe dua wadah loh. Udah kayak mau masak buat dapur sosial aja.
Heran, makanan apa yang butuh bawang merah bejibun kayak gini.
"Mau buat masak apa, kok banyak banget bawang merahnya?" tanya gue sibuk melotot kesana-kesini.
Keisha taruh pisau dipermukaan meja. Habis itu natap gue tajam.
"Enggak buat apa-apa. Cuma pengen ngupas bawang merah aja."
Bimantara terbahak ditahan.
"Dapet cake, dari Marcell. Makan bareng yuk sambil nonton film."
Keisha mengerjap sesaat. Menatap dua keranjang besar berisi bawang merah yang selesai dia kupas.
"Ini gimana?"
"Nanti kita kirim ke Ibu, aja." lirih Bima merangkul tubuh Keisha. Membawanya beranjak dari pantry.
Dalam hati Bima mikir. Orang kalo hamil aneh-aneh aja sih kelakuannya.
[.]
KAMU SEDANG MEMBACA
Ms. Laundry
Romance"Sorry, lo ngajak gue nikah bahkan ketika lo sendiri tahu, kita gak saling kenal. Are you fucking kidding me?" Cewek dalam balutan blouse tunik itu menatap enggan cowok yang belakangan ini selalu muncul di depan pintu Laundry dia. Setiap hari, nyari...