Kamar Milo serba putih dengan aksesori interior dan furnitur yang minimalis memaksimalkan area kamar tidurnya. Terlihat memiliki ruang bebas yang lebih luas dengan lemari baju yang menyatu dengan dinding. Milo duduk di pojokan ruangan, pada sofa single berwarna senada dengan dinding. Sibuk mengamati video Mauve yang tengah mengcover dance milik BTS.
Sesekali dia tersenyum, tak sadar sudah hampir menonton semua video yang diupload Mauve. Dia berhenti menonton kala langit sudah menggelap. Dia mulai merasakan kesepian.
Sebagai anak pemilik supermarket bahan bangunan yang menyediakan bahan bangunan dari lantai hingga atap di BSD City, Milo selalu kesepian tapi sudah terbiasa. Orangtuanya terlalu sibuk, jarang di rumah, dan kakaknya kuliah di luar negeri. Hanya dia sendiri di rumah mewah yang memiliki fasilitas ruang gym, salon, lapangan basket, dan kolam renang itu.
Biasa dengan kesepian karena itu Milo tak terbiasa dengan kebisingan. Tapi di hari pertama sekolahnya, Mauve terus menganggunya. Bahkan sampai di rumah Milo justru jadi penasaran dan mencari channel youtube Mauve.
Milo beranjak mengambil kunci mobilnya dan pergi ke Mc. D membeli makan malam. Dia tak menggunakan aplikasi online karena ingin menikmati jalanan yang ramai. Dia jarang makan malam di rumah meski sudah dimasakkan oleh asisten rumah tangganya. Makan sendiri di meja makan besar terlalu menyedihkan.
Milo memesan paket Happy Meals seperti biasanya. Dia suka mendapatkan hadiah meski dia sudah memiliki semua seri dan punya lebih dari satu untuk masing-masing seri. Kadang dia memberikan hadiahnya pada anak-anak yang dia temui begitu saja. Melihat senyuman bocah kecil hanya karena sebuah mainan sudah membuatnya begitu bahagia.
"Milo! Ya ampun nggak nyangka gue ketemu lo di sini, astaga!" seru Mauve hingga pengunjung lain melihat ke arahnya.
Namun, Milo yang memakai earpods diam menikmati burgernya. Dia baru menyadari kehadiran 'speaker berjalan' saat Mauve duduk di kursi kosong di hadapannya. Milo menatap Mauve tanpa ekspresi.
"Lo ngapain sendirian di sini?"
"Makan," jawab Milo yang sudah melepas sebelah airpodsnya.
"Ya tahu, tapi ngapain di sini sendirian?"
"Makan."
"Iya, iya, makan. Tapi ngapain sampai sini? Kan jauh banget dari rumah lo. Terus sendirian lagi."
"Lo tahu rumah gue?" Milo justru jadi curiga oleh ucapan Mauve.
"Nggak sih, asal tebak aja."
"Bohong."
Mauve nyengir, memamerkan giginya yang rapi dan kecil-kecil. Sebenarnya dia tahu rumah Milo, bahkan sebagian anak Pembangunan juga tahu rumah Milo di mana.
"Gue temenin ya?"
"Gue udah selesai."
"Temenin gue kalau gitu." Mauve menarik tangan Milo, mencegah Milo yang hendak beranjak.
"Nggak ada waktu."
"Temenin, please. Lagian burger lo belum abis. Nanti gue bagi mainan gue. Nih, buat lo." Mauve menyerahkan hadiah Happy Meals yang dia dapat. "Gue tahu lo suka ngumpulin ini kan?"
Milo menaikkan sebelah alisnya. "Dari mana lo tahu? Lo mata-matain gue selama ini?"
"Gue nebak aja. Ada orang dewasa pesen Happy Meals pasti karena ngumpulin hadiahnya."
"Gue nggak yakin," ucap Milo.
"Serius gue nggak bohong. Soalnya gue beli ini juga karena suka mainannya."
"Terus ngapain lo kasih gue?"
"Demi lo, mainan kecil ini nggak lebih berharga."
Kata-kata Mauve mengingatkan pada kata-katanya sendiri saat bersama Leta. Milo menghela napas panjang, kesal karena teringat lagi pada Shaleta. Dia kadang merasa menyesal sudah menolak tawaran Shaleta. Berpikir waktu akan membuat Shaleta akan menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taken Slowly
Teen FictionMAUVE Diawali dengan jatuh cinta pada pandangan pertama. Di atas bus pada suatu sore sepulang latihan tari. Aneh rasanya, gue yang suka nge-cover dance K-Pop di media sosial dan cuma buka buku pelajaran kalau besok ada ujian, naksir cowok yang selal...