Pelajaran olahraga jadi pelajaran kesukaan Mauve, dengan riang dia melangkah keluar kelas menuju lapangan. Satu-satunya pelajaran yang bisa membuatnya semangat. Terik mentari tak jadi hambatan buatnya untuk menikmati olahraga.
Setelah pemanasan dan memutari lapangan basket semua murid berdiri mendengarkan instruksi Pak Agung -guru olahraga idola di sekolah karena postur tubuh dan wajah yang sangat menunjang untuk menjadi artis. Mauve melihat ke arah Milo yang menjauh untuk mengambil bola basket. Kelasnya akan melakukan pertandingan basket.
Bak seperti di drama yang suka dia tonton, Mauve terpesona pada lengan Milo yang berotot. Sorotan sinar matahari ditambah keringat yang membasahi Milo membuat cowok itu terlihat maskulin dan sangat keren di mata Mauve.
"Bengong. Ambil tuh bola!" Sikut Meta.
Mauve nyengir menerima bola yang diulurkan Milo. Semangatnya membara dengan keberadaan Milo yang bisa dinikmati.
"Awas!" teriak Meta yang melihat sebuah bola meluncur cepat ke arah Mauve.
Milo yang sigap langsung menghadang dengan punggungnya.
"Sorry, sorry. Kalian nggak pa-pa?" seru Bimo panik berlari ke arah Milo dan Mauve. "Lo nggak pa-pa?" Bimo menepuk bahu Milo.
"Lo pikir Milo batu lo lempar bola baik-baik aja? Pasti sakitlah. Yang sakit mana? Sininya ya?" Mauve meraba-raba punggung Milo tanpa rasa canggung atau malu sementara Milo sudah membeku ditempat.
"Sorry gue nggak sengaja, Saka bukannya nangkep malah ngehindar. Lo nggak pa-pa, kan?" Bimo menepuk bahu Milo.
"Nggak pa-pa," ucap Milo terbata lalu melirik Mauve. "Mau sampai kapan lo megang gue?"
"Eh, iya." Mauve nyengir.
"Jauh-jauh lo!"
Bimo memicingkan matanya. "Kalian, nih! Kemarin aja udah akur sekarang gini lagi."
"Ya namanya juga orang pacaran kan gitu kadang ada marahannya biar ada lucu-lucunya, Bim," ucap Mauve.
"Siang-siang udah halu lo," ucap Bimo sambil memiting leher Mauve tapi Milo langsung menyeret Bimo menjauh dari Mauve.
Pertandingan sudah dimulai, Mauve senang saat gilirannya istirahat Milo tengah bertanding. Rasanya dia ingin dance untuk menyemangati Milo. Ide gilanya itu pun dia realisasikan hingga membuat heboh lapangan dan konsentrasi Milo buyar.
Mauve jadi bulan-bulanan temannya karena membuat tim Milo kalah. Tapi bukan Mauve kalau dia terpengaruh, dia tetep percaya diri dan tak merasa bersalah. Dia tetap merasa apa yang dia lakukan adalah sebuah penyemangat.
"Dasar lo, Vee. Obat lupa lo minum tadi pagi. Gara-gara lo Milo jadi malu tujuh turunan," seru Meta saat mereka tengah berganti pakaian di ruang ganti.
"Bodo amat! Yang penting gue happy."
"Sarap lo emang!" sahut Dania -cewek berambut ikal. "Lo beneran suka Milo? Apa cuma lo lagi kumat?"
"Paling juga lagi kumat gilanya. Kayak nggak hapal kelakuan Vee aja," ucap Meta sembari menyisir rambutnya di depan cermin.
"Serah lo pada ngomong apa. Kali ini gue serius. Gue bakal dapetin Milo." Ekspresi Mauve yang biasa cengengesan berubah jadi serius sembari menatap cermin.
"Moga lo berhasil. Saingan lo berat. Ada Leta belum lagi adik kelas yang tergila-gila sama Milo sejak MOS." Meta menangkupkan tangannya di wajah Mauvee hingga bibir Mauve mengerucut.
"Jangan sebut nama itu. Bikin gue mendadak laper. Ayo, buruan kita ke kantin. Gue mau beli roti pisang sama susu dingin."
"Itu mah dasar lo doyan makan. Heran gue, lo makan apa aja tetep kurus. Sementara gue, cuma ngehirup aromanya aja kayaknya udah langsung naik sekilo. Kesel, deh!" Dania menggerutu sembari bergelayut pada Mauve.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taken Slowly
Teen FictionMAUVE Diawali dengan jatuh cinta pada pandangan pertama. Di atas bus pada suatu sore sepulang latihan tari. Aneh rasanya, gue yang suka nge-cover dance K-Pop di media sosial dan cuma buka buku pelajaran kalau besok ada ujian, naksir cowok yang selal...