17

1.4K 392 36
                                    

Sedang rajin-rajinnya sekolah, cobaan datang. Mauve sudah sampai sekolah tapi dia duduk di bawah pohon beringin di parkiran motor. Sampai saat ini dia tak punya jawaban jika teman-teman mencercanya dengan pertanyaan siapa yang menjemputnya.

Mauve menyapu pandangan sesekali membalas sapaan teman yang lewat. Dia makin lesu saat melihat mobil Revan melewatinya menuju parkiran utama yang berisi deretan mobil siswa-siswi. Tamat sudah riwayatnya.

Mauve beranjak sambil menggerutu. Dia pasrah, berjalan lesu menuju gedung 3 tingkat sekolahnya. Dia menoleh saat Bimo menepuk bahunya.

"Dijemput siapa lo semalem?"

"Kepo," balas Mauve yang sebenarnya tak punya jawaban.

"Jadi selain Milo ada yang lain juga?"

"Kalau iya, kenapa?" Mauve berusaha terlihat santai meski jantung berdegup cepat.

"Wah, kecil-kecil cabe rawit lo."

"Lo boleh suka sama seseorang tapi lo nggak boleh bego. Bucin itu kategori bego. Cukuplah gue bego dalam akademik." Mauve menoleh pada Bimo dan nyengir memamerkan deretan giginya sebelum naik tangga. Dia memilih menaikki tangga agar Bimo tak mengikutinya dan mencercanya lebih dalam.

"Gue pikir lo bucin berat sama Milo sampai bela-belain jadi cewek rajin."

"Gue nggak sempet bucin karena banyak yang gue pikirin. Lo ngapain ngikutin gue?" Mauve heran Bimo mengikutinya menaiki tangga.

"Emang lo presiden banyak yang dipikir? Lagak lo."

"Presiden mikir banyak yang bantuin. Gue cuma mikir sekolah rasanya kayak mikir negara karena nggak ada yang bantuin. Jangan berisik deh lo."

"Gue bakal cari tahu."

"Sejak kapan sih lo jadi Lambe Turah?"

"Habis gue penasaran."

"Lo kalau suka sama gue ngomong aja. Tenang, nanti gue catet jadi cadangan," ucap Mauve lalu terkekeh sendiri sehingga mendapat jitakan dari Bimo.

Mereka tak menyadari ada Milo yang mengikuti di belakang sampai mereka masuk ke dalam kelas. Saka menyapa mereka termasuk Milo, Mauve pun kaget langsung menoleh ke belakang.

"Good morning, Lolo."

Milo hanya melirik sekilas dan melewati Mauve begitu saja. Dia duduk dan mengeraskan volume musiknya. Mengabaikan Mauve yang terus mengajaknya bicara.

"Lolo...." seru Mauve seraya menarik earpods Milo.

Milo menoleh tanpa ekspresi.

"Lolo belum sarapan ya?"

Kembali Milo hanya menatap Mauve, menahan diri untuk tak menampakkan wajah kesal.

"Lolo mau?" Mauve mengeluarkan permen Yupi berbentuk hati berwarna pink.

"Nggak."

"Ya udah deh gue makan sendiri." Mauve memakan permennya tanpa memperhatikan ekspresi Milo yang tak lagi ramah.

Milo beranjak menjauhi Mauve daripada emosinya meledak dan membuat petaka. Lebih baik menjernihkan pikiran dan meredam emosi yang seharusnya tak ada. Untuk apa dia marah hanya karena ucapan Mauve pada Bimo? Perkataan Mauve semua benar tapi sulit sekali dia membenarkan.

"Lolo.... Kok malah pergi, sih?" Mauve menahan tangan Milo dan menggoyangkannya.

"Lepasin, Vee!"

"Lolo marah ya?"

"Nggak."

"Iya juga ya. Ngapain Lolo marah sama gue, kan Lolo yang ninggalin gue semalem. Terus Lolo kenapa nyuekin gue lagi, sih?"

Taken SlowlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang