Ektra Part 2

3.2K 366 20
                                    

"Vee, kenapa lo diem aja?" tanya Milo di samping Mauve yang sudah duduk manis di kelas.

Mauve nyengir bingung harus bersikap bagaimana. Padahal mulutnya sudah tak tahan untuk bicara.

"Gue nggak tahu apa yang ada di pikiran lo. Tapi kalau lo mau mempermainkan perasaan gue. Lo berhasil."

Mauve masih bungkam bahkan dia kini menunduk. Kepalanya nyaris meledak karena situasi saat ini.

"Vee..."

"Jangan ngajak ngomong gue dulu," ucap Mauve seraya memegang kepalanya.

"Kenapa? Lo sakit?"

"Iya kepala gue nyaris meledak."

"Meledak?" ulang Milo terbata.

Mauve mengambil napas panjang dan mengembuskan perlahan barulah dia menghadap Milo. "Lo temuin Kak Revan."

"Buat apa?"

"Gue suruh ngomong gitu. Nggak tahu buat apa."

"Pacar lo gue atau dia, sih?" Milo mendesah kesal.

"Lolo," jawab Mauve cepat.

"Vee, lo mau mempermainkan gue atau gimana? Lo nggak lebih baik dari Leta."

Seketika raut wajah Mauve berubah. Ucapan Milo menyakitinya. "Gue emang nggak pernah bisa kayak Leta karena gue Mauve," ucap Mauve lalu beranjak pergi.

Milo meremas tangan, kesal tapi juga kecewa pada diri sendiri yang begitu bodoh mengucapkan hal yang  membuat benang semakin kusut. Milo lamgsung mengejar Mauve dan menggapai pergelangan tangan cewek mungil itu.

"Maafin gue. Gue salah. Lo nggak perlu kayak Leta karena lo udah bikin gue jatuh cinta berulang kali meski gue sering sakit hati dengan kedekatan lo dan Revan."

"Vee... gue sayang sama lo. Harus gimana lagi gue ngebuktiinnya?"

Mauve bukan menjawab justru menangis tersedu begitu saja. Hatiny tertekan. Dia sayang dengan Milo bahkan dia sedih saat menatap mata Milo. Tapi dia takut mengatakan hal yang sebenarnya. Dia tak mau Milo membencinya jika dia mengatakan yanb sebenarnya soal Revan.

"Hei, lo kenapa? Gue minta maaf, Vee." Milo mengusap air mata Mauve yang berlinang. Orang-orang sudah menatap ke arah mereka. Milo berusaha fokus pada Mauve dan mengabaikan mereka.

"Lolo...."

"Iya, Vee?"

"Gue butuh waktu. Mungkin gue yang terlalu maksain diri. Lo juga butuh waktu biar nggak ada lagi bayangan Leta di hati lo."

"Gue sayang sama lo bukan Leta."

"Gue harap ucapan lo masih sama nantinya. Tapi sekarang gue butuh waktu."

Mauve melepas tangan Milo. Meski berat, dia ingin mengakhiri semua permainan ini. Jika rasa itu masib ada pasti akan ada jalan tanpa harus saling memaksakan.

Milo menarik Mauve ke pelukannya. Tak peduli jika nanti akan ada panggilan untuknya di ruang BK. Karena yang dia tahu saat cewek nangis yang dibutuhkan hanya pelukan.

"Gue akan buktiin kalau cinta gue sekarang buat lo. Gue akan nunggu sampai waktu bisa ngeyakinin hati lo."

Mauve terdiam. Berharap waktu segera berpihak padanya. Setegar apapun, hatinya terasa lelah saat ini. Tarik ulur yang Milo lakukan padanya lebih berimbas pada mentalnya. Terkadang dia merasa disayang terkadang dia merasa tak berharga. Mungkin lebih baik sendiri-sendiri menikmati hari seperti dulu dan memulai kisah baru saat masing-masing hati tak lagi memiliki luka basah. Terburu-buru hanya meninggalkan goresan baru yang memperburuk keadaan.

***
Thank you buat pembaca Purple Milo.
Katakan selamat datang buat kisah Milo dan Mauve di Taken Slowly. 😘😘

Taken SlowlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang