Milo melirik ke arah Mauve saat beranjak pergi ke kantin. Sejak berangkat sekolah Mauve terus menelungkupkan kepala di meja. Bahkan saat istirahat pertama cewek itu tetap di kelas memejamkan mata. Hal yang tak biasa, harinya yang biasanya gaduh jadi terasa sepi. Si Pembuat onar diam sejak pagi.
Milo kembali dari kantin dengan sebotol air mineral dan sebotol jus melon. Menempelkan jus itu ke lengan Mauve. Tapi Mauve hanya membuka mata sejenak lalu menutup mata lagi. Melihat Mauve yang ceria nan centil jadi pendiam, Milo yakin ada yang salah dengan cewek berpita ungu ini. Dia mengulurkan tangan memeriksa kening Mauve tapi tak terasa hangat.
"Lo sakit?" tanya Milo.
Mauve hanya melambaikan tangan dan memintanya pergi. Tapi hal itu justru membuatnya khawatir. Dia melihat teman-teman di sekitarnya, bertanya dengan isyarat mata tapi mereka membalas dengan bahu yang terangkat.
"Vee.... Lo sakit?" Pelan Milo bertanya. Dia sungguh khawatir Mauve jadi pendiam. Milo justru takut meski biasanya dia risih mendengar suara Mauve yang nyaring seperti peluit.
"Gue ngantuk," gumam Mauve tanpa bergerak.
"Hah, ngantuk?" Ulang Milo masih memperhatikan Mauve. Tangannya terulur menyibakkan rambut yang menutupi wajah mungil Mauve.
"Iya, gue ngantuk. Biarin gue tidur sebentar."
Saat diam Mauve terlihat tenang dan manis. Bulu matanya lentik dan panjang. Milo meletakkan jusnya di samping Mauve, dia kembali duduk tapi matanya tak lepas dari Mauve.
Mata Mauve berat untuk terbuka. Semalaman tak tidur tapi pagi ini harus tetap berangkat sekolah karena ada ulangan harian bahasa Inggris. Sejak pagi dia menempel pada meja mencuri-curi waktu untuk tidur. Baru kali ini dia merasa tak semangat ke sekolah, tak punya tenaga bahkan untuk mengangkat kepala.
Mendengar bel masuk seperti mendengar alarm pagi hari. Ingin marah tapi tak ada gunanya. Dia tetap harus bangun dan kembali mengikuti pelajaran. Dia juga sudah melupakan ujian bahasa Inggris tadi pagi yang sepertinya tak maksimal hasilnya. Yang ada di pikirannya hanyalah kasur.
Mauve menguap, meregangkan tangan, dan tak sengaja menyenggol jus buahnya sehingga jatuh ke lantai. Dia kaget sampai matanya membelalak lebar dan jantungnya berdegup cepat. Rasa kantuknya mendadak hilang karena kaget.
Dia mengambil jusnya dan bingung menoleh ke sana-sini mencari siapa yang meletakkan minuman di mejanya. Dia menatap Milo yang menatapnya.
"Ini dari siapa?"
"Nggak tahu."
"Gue minum, ah. Di sini berarti buat gue, kan, ya?" tanya Mauve tanpa membutuhkan jawaban karena dia langsung meminumnya. Segar jus melon melewati tenggorokannya. Dia juga lemas karena seharian nggak makan atau minum saat istirahat.
"Ya ampun enaknya. Semoga yang ngasih dikasih rezeki berlipat-lipat, amin," gumam Mauve lalu meminum jusnya lagi.
"Lolo mau?" tanya Mauve sadar tengah diperhatikan.
"Nggak."
"Kita masih ada pelajaran Sosiologi, ya? Duh, kenapa harus Sosiologi, sih? Makin ngantuk deh gue."
"Lo habis begadang?"
"Iya, melakukan misi kemanusiaan."
Milo menaikkan sebelah alisnya. Tapi Mauve tak menjelaskan lebih lanjut meski tahu ekspresi Milo bertanya padanya.
"Nanti pulang sekolah boleh nebeng nggak?" tanya Mauve.
"Lo namanya bukan nebeng tapi minta anterin pulang, Vee," celetuk Saka yang tahu arah rumah Mauve dan Milo berbeda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taken Slowly
Teen FictionMAUVE Diawali dengan jatuh cinta pada pandangan pertama. Di atas bus pada suatu sore sepulang latihan tari. Aneh rasanya, gue yang suka nge-cover dance K-Pop di media sosial dan cuma buka buku pelajaran kalau besok ada ujian, naksir cowok yang selal...