11

1.4K 361 23
                                    

Mau dipikir atau dibayangkan ribuan kali Milo masih tak menemukan jawaban siapa yang mengangkat telepon Mauve. Dia paham belum banyak mengenal cewek itu. Awalnya kaget karena suara cowok yang dia dengar tapi sekarang dia tak peduli.

Milo melanjutkan bermain game di ponselnya. Kalau remaja zaman sekarang main semacam PUBG, Milo berbeda. Dia masih menyukai game Farm Heroes Super Saga. Game ringan yang bisa menghilangkan kejenuhannya.

Cowok yang mahir beberapa alat musik itu bangkit karena air putih di gelasnya habis. Dia menuju dapur meski ada kulkas kecil di kamarnya.

"Mas, tadi Mamanya telepon. Kata ibu telepon Mas Milo tapi nggak bisa."

"Telepon apa, Mba?"

"Nanti malam makan bareng di rumah."

"Ok."

Milo kembali ke kamar. Tangannya ragu ingin menelepon balik mamanya atau enggak. Karena tak biasanya mamanya mengajak makan malam bersama. Biasanya selalu sibuk di toko dengan papanya.

Ingin menghubungi mamanya tapi justru Mauve yang menghubunginya. Milo mengerutkan dahi sebelum mengangkatnya.

"Halo," sapanya.

"Halo. Tadi lo nelepon gue?"

"Iya."

"Ada apa?"

"Cuma mau nanya buku gue lo bawa ya?"

"Oh iya, astagah. Gue lupa malah gue masukin tas. Lo butuh bukunya sekarang? Gue anterin."

"Nggak usah. Besok aja. Yang penting nggak ilang."

"Nggak kok, aman sama gue. Ada lagi nggak?"

"Ada lagi apanya?" Milo bingung dengan ucapan Mauve.

"Kalau nggak ada urusan lagi gue tutup ya. Bye bye."

Milo mendengkus tak percaya Mauve memutuskan telepon begitu saja. Tak ada basa-basi bahkan tak menjelaskan siapa cowok yang menerima teleponnya. Meski itu tak wajib karena Mauve bukan siapa-siapanya tapi setidaknya Mauve perlu menjelaskan singkat padanya, pikir Milo.

Yang awalnya biasa saja kini Milo justru jadi kesal tiba-tiba. Dia menghabiskan air putih dingin di gelasnya dalam sekali minum demi mendinginkan hatinya yang memanas. Milo meraih gitar di dekatnya, memetik gitar lumayan bisa menurunkan emosi sesaatnya.

Di rumah yang berbeda Mauve tengah mengeluarkan jurusnya, mengejar Revan, dan melempar kembarannya dengan bantal. Mauve marah karena Revan selalu mengangkat teleponnya tanpa izin jika yang menghubunginya cowok. Mauve jadi harus memutar otak menjelaskan jika orang itu bertanya-tanya. Untung saja Milo tak banyak bertanya jadi Mauve juga tak perlu menjelaskan apa-apa dan pura-pura tak terjadi apa-apa.

"Kakak kenapa, sih, selalu aja bikin ulah? Gimana kalau Milo tanya-tanya?"

"Jawab aja kayak biasanya."

"Ngeselin! Sana balik ke kamar, belajar! Nanti telat belajar takutnya kakak jadi gila." Mauve mendorong Revan keluar kamar. Dia lebih suka saat Revan sibuk belajar sehingga tak mengusiknya. Awal semester sepertinya masih belum membuat kembarannya sibuk mengurung diri di kamar untuk belajar.

***

Makan malam tiba, Milo senang melihat orangtuanya bisa makan malam bersama. Wajah mamanya juga terlihat bahagia, bibir perempuan 40 tahun itu terus tersenyum. Keluarganya termasuk keluarga harmonis hanya saja frekuensi mereka bertemu sangat jarang. Papanya sibuk di kantor kadang ke luar kota mengecek toko yang di sana. Mamanya pun sama sibuk membantu papanya.

Taken SlowlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang