Jeep Milo memasuki rumah mewah dengan lahan luas yang memiliki tampilan eksterior dan interior yang terlihat glamor serta berkelas. Milo melirik Mauve yang duduk cuek menyandarkan kepala.
"Ini rumah lo?"
"Bukan."
"Rumah nyokap bokap gue," lanjut Mauve yang melihat kedua alis Milo bertaut.
"Ngapain nggak turun?" tanya Milo sembari menggerakkan dagunya mengisyaratkan perintah agar Mauve segera menyingkir dari mobilnya.
"Ngobrol dulu, yuk!"
"Lo nggak capek? Dari tadi aja ngomong terus."
Mauve menghela napas, wajahnya lesu tak sesemangat tadi. Dia menoleh ke arah Milo berharap Milo menahannya seperti di drama-drama. Tapi harapannya sirna oleh tatapan Milo yang menyuruhnya segera turun.
"Ikut masuk, yuk!"
"Turun!" seru Milo.
"Gue kasih hadiah Happy Meals yang gue punya. Mau nggak?" tawar Mauve dengan mata melebar penuh harap.
"Nggak."
"Gue kasih.... Kasih apa ya?" Mauve menggigit jari telunjuknya.
"Turun! Gue bukan supir lo yang harus bukain pintu."
"Tapi kan lo pacar gue."
Milo mengusap wajahnya dan menghela napas panjang. "Vee, kita kenal aja belum 24 jam. Masuk sana minum obat lo!"
"Lo pikir gue nggak waras?" Mauve cemberut, menyilangkan tangan.
"Lo sakit."
Semua yang keluar dari bibir Milo memang setajam silet. Tapi Mauve tak terpengaruh, dia tetap memandang Milo dengan tatapan penuh cinta.
"Lo nggak nunggu gue tarik keluar kan?" Milo memiringkan kepalanya, menatap tajam cewek yang terus mengedipkan kedua mata. Dia menaikkan sebelah alis sebagai respon anggukan Mauve.
"Gue serius, Vee."
"Gue juga. Buruan tarik gue!" Kedua mata Mauve melebar antusias. Tangannya menarik-narik kaos Milo.
Frustasi, Milo mengusap wajahnya. "Fine, gue turun!"
"Nah, gitu, dong!"
Mauve langsung turun dengan hati riang tapi dia tak tahu jika itu hanya akal-akalan Milo. Saat Mauve sudah turun, Milo langsung tancap gas. Mauve menghentak-hentakkan kaki kesal sambil meneriakkan nama Milo tapi yang dipanggil hanya terkekeh di dalam mobil sembari melihat spion. Melihat Mauve yang marah-marah sendiri.
***
Cerahnya pagi secerah perasaan Milo yang pagi ini berangkat bersama Shaleta. Dia melirik cewek cantik yang duduk di sebelahnya. Dia senang Shaleta menghubunginya lagi setelah awkward moment kemarin. Sehingga mereka bisa berangkat sekolah bersama. Mereka berjalan beriringan dari tempat parkir.
"Lo beneran jadian sama Vee?" tanya Shaleta sembari melirik Milo dan menarik tas punggungnya.
Harusnya Milo bisa membantah dengan cepat tapi dia justru ragu. Dia melirik Shaleta sekilas, menimbang jawaban yang pas. Shaleta tak boleh tahu perasaannya karena dia sangat tahu hati Shaleta jelas bukan untuknya.
"Jadi beneran ya?" Ulang Shaleta karena Milo tetap diam.
"Gue akan selalu ada buat lo. Nggak akan berubah."
"Serius?" Shaleta sampai mengubah posisi berdirinya jadi sedikit miring ke arah Milo. "Makasih ya," sambungnya saat Milo mengangguk mantap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taken Slowly
Novela JuvenilMAUVE Diawali dengan jatuh cinta pada pandangan pertama. Di atas bus pada suatu sore sepulang latihan tari. Aneh rasanya, gue yang suka nge-cover dance K-Pop di media sosial dan cuma buka buku pelajaran kalau besok ada ujian, naksir cowok yang selal...