Baru kali ini Milo sangat menantikan bunyi bel istirahat. Dia tak bisa konsentrasi belajar karena Mauve terus melihat ke arahnya. Ingin rasanya dia menjitak kepala Mauve yang sepertinya kosong itu.
"Mau ke mana buruburu?" Mauve menarik seragam Milo yang hendak bangkit dari kursi panas.
"Ke tempat yang enggak ada lonya."
"Ih, malah enggak asyik kalau enggak ada gue."
Milo menyingkirkan tangan Mauve, lalu keluar dari kelas, berniat mencari Leta. Dia butuh bercerita soal Mauve yang terus mengganggu nya.
Seakan sudah ditakdirkan, dia melihat Leta berjalan ke arahnya. Suasana hati Milo berubah seketika. Rasa kesalnya hilang, berganti senyum lebar.
"Baru aja gue mau ke kelas lo," ucap Leta.
"Ngapain?"
"Mau cerita soal Kak Him."
"Oh." Ekspresi Milo menjadi kaku meski masih ada sisa senyum. Sepertinya Leta tidak pernah menyadari perasaannya atau mungkin purapura tidak tahu. Terbukti tiap bertemu, topik yang Leta bicarakan pasti tidak jauhjauh dari kakak Aruna itu.
Milo tahu Him terlalu keren untuk dijadikan saingan. Kebanyakan cewek SMA pasti lebih tergilagila kepada mahasiswa yang dirasa lebih dewasa, sementara Milo cuma bocah ingusan yang baru saja punya KTP.
"Ayo kita pacaran!"
"Hah?" Seperti disambar petir pada siang bolong, Milo terperangah mendengar katakata Leta. Kenapa cewek ini tiba-tiba mengajaknya pa caran, padahal baru saja bilang mau bercerita tentang Him?
Milo menelan salivanya perlahan. "Lo ...."
"Iya, lo enggak salah denger. Ayo kita pacaran!"
"Kenapa tiba-tiba?" Bukannya Milo tidak suka, dia tentu girang bukan main. Namun, dia juga sadar diri.
"Mau nyoba bikin Kak Him cemburu."
Kebahagiaan Milo hancur, bak gelas kaca yang jatuh dari atas meja. Egonya terluka. "Terus, apa hubungannya sama gue?"
"Karena lo satu-satunya temen cowok yang deket sama gue. Enggak mungkin, 'kan, gue pacaran sama Aruna?"
Rasanya, ini bahkan lebih menyakitkan dibanding jika Leta menolaknya secara terangterangan setelah dia mengungkapkan perasaan. Milo patah hati, tetapi kekecewaan yang menyerangnya terasa lebih menyesakkan.
Dia menatap lekat Leta yang balas memandanginya dengan raut memohon."Gue enggak mau," ucap Milo sembari mengalihkan pandang, me milih menatap langit yang terlihat biru dengan sedikit awan putih agar tidak goyah dan terbujuk tatapan cewek itu.
"Kenapa? Ada cewek yang lo suka?"
"Enggak."
"Terus?"
"Karena ...."
"Karena apa?"
"Ya lo enggak cinta sama gue, ngapain kita pacaran?"
"Ayolah! Di film-film sama novel banyak yang kayak gitu. Cowok biasanya cuek kalau dikejar-kejar, tapi pas yang ngejar beralih haluan, langsung kelimpungan. Nyariin. Siapa tahu Kak Him cuma perlu di sadarkan."
"Bahwa dia nyimpen perasaan ke lo?"
"Siapa tahu, 'kan?" Muka Leta tampak memerah.
Milo bisa saja berkata jahat, bahwa Him tidak punya perasaan apa-apa kepada Leta, dan sepertinya tidak akan pernah. Namun, dia tidak akan pernah bisa dengan sengaja menyakiti Leta, bahkan ketika cewek itu, tanpa belas kasihan, menyakitinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Taken Slowly
Teen FictionMAUVE Diawali dengan jatuh cinta pada pandangan pertama. Di atas bus pada suatu sore sepulang latihan tari. Aneh rasanya, gue yang suka nge-cover dance K-Pop di media sosial dan cuma buka buku pelajaran kalau besok ada ujian, naksir cowok yang selal...