Dance. Bukan lah hal yang membosankan bagi seorang Park Jimin. Sudah sejak dirinya menginjak usia SMP, Jimin mulai mempelajari berbagai macam tarian tradisional hingga modern. Hal yang sudah lama ia tekuni itu kini menjadi peluang baginya untuk bersinar lebih terang. Jimin bahkan pernah mewakili negaranya untuk mengikuti ajang perlombaan dance internasional di Los Angeles.
Sama seperti hari-hari biasanya, Jimin selalu menghabiskan waktu setelah kuliah dengan latihan di studio dance bersama dengan Hoseok yang selalu melatihnya. Meski sebenarnya Hoseok justru lebih banyak belajar dari Jimin ketimbang mengajarinya. Lucu memang.
Ada pepatah mengatakan bahwa seorang guru bisa dikatakan sebagai guru ketika ia sudah berada dititik dimana dia dapat belajar dari muridnya sendiri.
“Sudah cukup untuk hari ini, Jimin-ah. Kau sudah banyak berlatih, untuk seminggu kedepan kau beristirahatlah dulu.” ujar Hoseok seraya menghampiri Jimin yang terduduk sambil memberikan sebotol mineral padanya. Hoseok pun ikut duduk disamping Jimin, tangannya menepuk pelan bahu Jimin. “Kau hebat. Aku selalu terpukau dengan penampilanmu.” imbuhnya seraya tersenyum kearah Jimin.
Jimin terkekeh, “Kau jauh lebih baik dariku, Hyeong. Terimakasih karena sudah banyak melatihku.” ucap Jimin lalu meneguk habis botol mineral yang Hoseok berikan padanya.
“Ah, ngomong-ngomong, apa kau dan Jungkook masih bermusuhan hingga sekarang?” tanya Hoseok penasaran. Pasalnya, Hoseok tahu bahwa Jimin dan Jungkook bersahabat sejak SMA, namun karena satu kesalahpahaman membuat hubungan keduanya renggang bahkan sampai saat ini.
Sejujurnya, Hoseok sendiri tak mengerti apa masalahnya, tetapi melihat Jimin dan Jungkook yang sepertinya tak kunjung berbaikan, Hoseok mulai khawatir.
“Sudahlah, Hyeong. Jungkook sendiri yang memutuskan untuk tidak lagi bicara denganku. Jadi biarkan saja.” Jimin menjawab dengan tenang.
Hoseok menghembuskan napas pelan, “Kau bisa jelaskan yang sebenarnya terjadi antara dirimu dan Jiya saat itu bukan? Kenapa membiarkan Jungkook salah paham?”
“Meski aku jelaskan, itu tidak akan mengembalikan Jiya untuk hidup. Benar kan, Hyeong? Percuma saja.” ucap Jimin dingin lalu bangkit dari duduknya dan mengambil handuk kecil untuk mengusap keringatnya.
Hoseok hanya terdiam menatap Jimin yang mulai bergerak menuju ruang ganti untuk mengganti pakaiannya. Hoseok tak bisa membalas pernyataan Jimin kala pria itu membahas mengenai Jiya.
Memang benar yang dikatakan Jimin, sekalipun Jimin menjelaskan pada Jungkook yang sebenarnya terjadi, itu semua tidak akan membuat Jiya kembali hidup. Seolah tidak ada gunanya karena gadis malang itu telah tiada dengan cara yang menyedihkan.
Hoseok tahu betul, Jimin masih memendam rasa bersalah yang begitu dalam atas kematian Jiya. Hoseok selalu meyakinkan Jimin untuk tidak menyalahkan dirinya sendiri atas peristiwa itu, namun Jimin tetap saja begitu, merasa bersalah.
Tak lama kemudian Jimin keluar dari ruang ganti dengan pakaian yang berbeda, Hoseok pun bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Jimin yang tengah menata kembali rambutnya yang sedikit berantakan.
“Setelah ini kau akan pergi kemana?” tanya Hoseok seraya menatap Jimin.
Jimin menghela napas, “Aku akan tidur dikamarku saja, aku sangat lelah Hyeong.”
Hoseok mengangguk mengerti, “Baiklah. Istirahatlah. Aku akan katakan pada Dabin bahwa hari ini kau tidak bisa datang.”
“Dabin? Memang hari ini ada apa?” Jimin melongo kearah Hoseok dengan tatapan bingungnya. Tunggu, apakah dirinya melupakan sesuatu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless [M] ✔
Fanfiction[COMPLETED] "Saat suatu hubungan berakhir, bukan berarti dua orang berhenti untuk saling mencintai. Mereka hanya berhenti untuk saling menyakiti." ©jeonseraaa, 2021