“Bro! Lagi ngapain, sih, sibuk bener?” tegur seorang pemuda sambil menepuk pundak Galan, yang memilih duduk sendirian di pojok ruangan, sementara teman-teman yang lain tengah berpesta—menikmati malam di sebuah kafe, untuk merayakan ulang tahun teman satu klub motor vespanya.
“Eh, Vin. Nggak, kok.” Galan yang tadinya hendak menelepon Alma, mengurungkan niatnya dan kembali memasukkan ponselnya ke saku celana jin birunya tersebut.
Hari ini galan tampak keren dengan kaus putih polos yang dipadukan jaket denim berwarna senada dengan celananya. Dari teman-teman klub motor vespanya yang lain—penampilan Galan memang lebih rapi. Ia tentu menghindari pertanyaan orang tuanya, jika memakai pakaian yang terkesan lebih funk.
“Ya, udah. Ngapain mojok sendirian di sini? Mending kita gabung sama yang lain.”
Galan melirik sekilas ke tengah acara. Kurang lebih sepuluh orang yang ada di tengah kafe tampak tertawa senang dan bahagia. Mereka begitu menikmati pesta yang sedang berlangsung. Tidak sampai minum-minuman yang beralkohol. Hanya minuman soda dan jus buah lainnya, walau ada satu dua orang yang masih bandel.
Memang tidak etis rasanya jika ia sibuk sendiri, seakan tidak menghormati si empunya acara. Sehingga mengikuti permintaan Kevin—orang yang mengajaknya bergabung dengan klub Vespa Taiger, satu tahun yang lalu—Galan beranjak dan pemuda itu langsung merangkulnya.
Namun, belum juga ia sampai ke tengah acara, langkah mereka langsung terhenti ketika mata Galan tertuju pada seorang pemuda yang baru saja datang menggandeng gadis—yang jelas saja tidak asing bagi Galan.
“Lha, Jerry dateng sama Kaila?” kata Kevin yang heran juga. Ia tidak menyadari jika wajah Galan sudah berubah mood. Agak kesal melihat kenyataan di depannya itu. “Jadi bener gosip yang lagi beredar selama ini? Wah, parah, sih. Temen makan temen banget si Jerry.”
Kedua telapak tangan Galan langsung mengepal seakan menahan amarah. Sementara tanpa sengaja netranya beradu tatap dengan Kaila—yang seperti berubah canggung dan berusaha menghindari tatapannya.
“Untung lo udah putusin, tuh, cewek.” Galan masih diam, enggan menanggapi. “Sabar, ya, Bro. Masih banyak cewek yang lebih cantik dan baik dari dia.”
“Lagian gue juga nggak peduli,” timpal Galan yang mulai membuka suara. “Gue juga udah punya pacar kali.”
Tentu saja Kevin terkejut mendengarnya. “Eh, serius lo?”
Galan mengangguk yakin. Senyum tengilnya kembali terukir. Menandakan jika pemuda itu sudah menganggap berakhirnya hubungannya dengan Kaila adalah angin lalu.
“Siapa, kenalin kali!”
“Masih satu sekolahan, kok. Iya nanti gue kenalin.”
“Bah! Mantap, lha, Bro!”
***
Pagi-pagi sekali, mading sekolah sudah dikerumuni oleh murid-murid. Sepertinya ada pengumuman penting yang baru saja ditempelkan. Alma yang antara penasaran dan tidak, memilih untuk terus berlalu melewati koridor tersebut, tapi langkahnya terhenti ketika melihat Galan justru keluar dari kerumunan—sambil membawa selebaran di tangannya.
“Eh, Al. Lo baru datang?” tanyanya dengan nada berseru, menghampiri Alma sambil tersenyum lebar. Lantas menunjukkan kertas tersebut. “Apa lomba pekan raya seni antar sekolah bulan depan. Seru, nih, gue kayaknya mau ikutan.”
Alis Alma yang membentuk seperti busur—secara alami itu—mengernyit, hampir bertaut. Selama ini ia tidak tahu jika Galan punya bakat juga di bidang seni.
“Ada banyak perlombaan seni yang dilombakan, nyanyi, baca puisi, band, paduan suara, menari, dan gue mau coba nyanyi sambil main musik. Keren nggak?” Alma masih diam menanggapi perkataan Galan. “Ini kesempatan bagus buat gue buktiin ke ortu kalau gue juga punya bakat di bidang seni.” Lagi, pemuda itu menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Need-Romantic
Teen Fiction[END] Setelah enam belas tahun menjomblo, Alma tiba-tiba ingin merasakan yang namanya punya pacar. Ketika menemukan orang-yang dirasa-tepat, ia sampai mencurahkan dan menaruh impian besar pada yang namanya percintaan. Alma tidak tahu, jika mencintai...