Mengingat Alma yang lagi dalam mode patah hati, sepulang sekolah itu Galan bermaksud untuk mengajaknya pergi. Jalan-jalan atau sekedar nongkrong di warung pinggir jalan. Memesan makanan yang enak, tapi lumayan membuat perut kenyang.
Seperti biasa. Setiap diajak pergi, Alma awalnya menolak. Namun, setelah dipikir-pikir lagi, dan bujuk rayu Galan yang manjur, akhirnya Alma mau ikut.
“Sekarang kita mau ke mana, nih, Al?!” tanya Galan disela fokusnya mengendarai motor vespa kuning miliknya.
“Hah? Apa?” Alma balik bertanya karena suaranya samar-samar terdengar akibat embusan angin yang lumayan kencang, membelah jalanan yang mereka lalui.
Pun, Galan dengan senang hati mengulang pertanyaannya. “Kita mau pergi ke mana? Barang kali lo punya saran!”
Kening Alma sontak mengernyit. “Gimana, sih. Kan, kamu yang ngajak aku, kenapa malah tanya.”
“Ya, siapa tau, kan. Lo pengen pergi ke mana gitu. Tempat yang pengen lo kunjungi, tapi belum kesampean!”
Alma berpikir sejenak. Sampai ia terpikirkan perpustakaan kota yang baru saja dibuka dua minggu lalu.
“Di dekat balai kota, ada perpustakaan umum yang baru buka. Gimana kalau kita ke sana?”
“Perpustakaan?” Alma mengangguk. Sedangkan Galan jadi bingung. “Di perpustakaan cuma bisa baca doang, dong? Ah, bete.”
Alma mendelik sinis. “Tenang aja, di sana ada kafenya juga. Ada tempat wifi, dan spot foto juga.”
“Eh, serius?”
“Iya! Menurut dari review orang-orang yang pernah berkunjung ke sana.”
“Ya udahlah. Gas aja!” Dengan penuh semangat, lantas Galan melajukan motor vespanya lebih cepat, walaupun tidak selaju motor ninja.
***
Kedua mata mereka langsung terbuka lebar dengan ekspresi takjub, ketika memasuki perpustakaan kota tersebut selangkah demi selangkah. Pengunjungnya juga lumayan ramai, apalagi di bagian kafenya dan ruangan wifi gratisnya. Sepertinya memang tidak semua yang berkunjung ke tempat tersebut bertujuan untuk membaca buku. Yang hanya nongkrong atau numpang internetan saja lebih banyak.
Perpustakaan dengan luas tanah yang sangat besar itu, dibagi dua tipe. Suasananya mirip-mirip, tapi nuansanya sangat terasa berbeda. Sisi sebelah kiri dipenuhi warna hitam keabuan yang dipadukan cat krim bercorak kayu. Sementara sisi sebelah kanan lebih dominan berwarna cokelat, dengan rak-rak buku yang lebih pendek. Setidaknya Alma bisa menjangkau, tanpa harus mengenakan tangga atau kursi.
Dari tempat duduknya pun dibuat berbeda. Sebelah kiri dibuat meja memanjang tepat di depan kaca. Dan kursi yang kecil dengan sandaran busa yang lebih nyaman. Sedangkan satunya berada di depan jajaran rak buku, dengan meja berbentuk persegi panjang. Terdapat enam kursi dan saling berhadapan. Yang membuat lebih aesthetic, lampu-lampu yang menggantung dalam jumlah banyak di atapnya yang sengaja dibuat tinggi. Pencahayaannya sangat bagus, meskipun jauh dari jendela.
Alma mulai larut dalam suasana menenangkan perpustakaan tersebut. Sehingga ia lupa jika ada Galan yang terus mengikutinya berkeliling mencari buku, di setiap rak yang terpajang.
“Lo nggak capek apa, Al?” tanya Galan setelah hampir satu jam mereka cuma mengitari perpustakaan tersebut, tapi belum habis-habis juga saking tempatnya yang sangat besar.
“Bau buku baru itu kayak healing buat aku," tukas Alma, yang seolah tidak memedulikan Galan yang kelelahan.
“Ya seenggaknya ambil satu buku, nyari tempat duduk, terus baca.”
Alma kemudian menghentikan langkahnya, lalu menoleh memerhatikan Galan yang sudah tidak sanggup. Bukan capek karena berjalannya, tapi tempat tersebut bukan seleranya pemuda itu. Coba kalau dibawa ke jalanan arena balapan motor vespa, pasti energinya akan seratus persen penuh.
Karena kasihan, akhirnya Alma mengambil buku secara acak. About Clover, judul buku tersebut dengan cover bunga semanggi dengan ukuran besar. Lantas Alma memilih tempat membaca yang berada di depan dinding kaca.
“Oke, lo mau baca itu, kan? Gue beli minuman dulu, ya. Lo mau apa?”
“Terserah.” Karena Alma tidak tahu jawabannya.
“Kok, terserah, sih. Lo sukanya apa?”
“Air putih,” jawab Alma sekenanya. Galan sampai harus menepuk keningnya sendiri.
“Huh, ya udahlah. Gue pilihin, tapi harus lo minum, ya, walaupun nggak suka.” Alma hanya mengangguk. Galan segera pergi. Sekarang hanya ada Alma dengan bukunya.
Alma juga baru kali ini membaca filosofi tentang bunga semanggi. “Sepertinya menarik,” ucapnya yang langsung membuka dan membaca buku tumbuhan yang termasuk kedalam jenis paku-pakuan tersebut.
Akan tetapi, baru setengah membaca satu lembar, Alma sudah merasa mengantuk dan terus menguap. Matanya jadi berair dan pandangannya mulai buram. Alma tidak bisa menahannya lagi dan akhirnya tertidur, dengan wajah sebelah kanan bertumpu di buku tersebut yang terbuka.
“Al, gue beliin es kopi susu aja ya?” Gerakan Galan langsung terhenti setelah melihat Alma yang pulas tidur di meja. “Lho, kok, tidur?”
Lantas ia mengambil posisi duduk di kursi sebelah Alma, dan menaruh dua gelas plastik es kopi susu itu di atas meja. Awalnya Galan ingin membangunkan, tapi setelah melihat wajah Alma yang begitu kelelahan, ia urung melakukan.
“Lo pasti capek, ya? Capek hati, capek pikiran juga,” ucapnya, menerka-nerka apa yang sudah Alma alami belakangan ini. Walau bagaimanapun Galan pernah merakan ada di posisi tersebut. Kurang tidur, karena terus memikirkan cinta. “Kalau lo siap jatuh cinta, lo harusnya siap juga untuk patah hati.”
Galan terus berbicara, meskipun ia tahu Alma tidak akan mendengarkannya. Akhirnya karena tidak ingin mengganggu, Galan pun membiarkan Alma untuk tidur sepuasnya. Sementara ia mulai tertarik dengan buku yang ditiduri gadis itu.
Karena takut rusak, apalagi terkena pulaunya Alma, Galan pun menarik buku itu dengan sangat hati-hati dari wajah Alma, agar gadis itu tidak terbangun.
“Daun semanggi?” ucapnya, dan kemudian terus membacanya.
Galan memang pernah mendengar mitos daun yang tumbuh yang hidup merambat atau mengapung di atas genangan air, tapi ia tidak terlalu percaya. Rasanya menarik juga membaca Taksonomi, Morfologi, Habitat, Sebaran, Manfaat, dan Mitos Daun Semanggi.
Ternyata selain dianggap sebagai gulma atau tumbuhan pengganggu tanaman padi, daun semanggi ternyata punya banyak manfaat. Khususnya bisa sebagai bahan makanan yang mengandung gizi tinggi untuk mengatasi berbagai macam penyakit.
Sementara orang Indonesia sering menjadikan semanggi sebagai bahan campuran sayur dan rujak. Bahkan di Surabaya, terdapat nama pecel semanggi.
Daun Semanggi juga memiliki mitos tertentu. Tanaman ini diyakini oleh masyarakat tentang keberuntungan. Mitos itu menyatakan jika seseorang yang menemukan daun semanggi berdaun empat, maka keberuntungan atau nasib baik akan menghampirinya.
“Ah, masa?” celetuk Galan menanggapi isi buku tersebut yang sedang dibacanya dengan fokus. “Tapi, gue nggak perlulah susah-susah nemuin daun Semanggi dengan spesies Trifolium repens berdaun empat. Karena ketemu dan kenal lo aja udah suatu keberuntungan buat gue,” pungkas Galan seraya kedua matanya tetap tertuju pada wajah Alma, yang tampak sangat polos ketika tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Need-Romantic
Ficção Adolescente[END] Setelah enam belas tahun menjomblo, Alma tiba-tiba ingin merasakan yang namanya punya pacar. Ketika menemukan orang-yang dirasa-tepat, ia sampai mencurahkan dan menaruh impian besar pada yang namanya percintaan. Alma tidak tahu, jika mencintai...