24 ~ Not Okay

18 9 3
                                    

Alma terbangun dengan kepala yang teramat berat. Pusing sekali, sampai berdenyut-denyut. Akibar kurang tidur, selalu bergadang, dan menangis semalaman, membuat kondisinya jadi sangat berantakan. Ia baru bisa tidur setelah salat subuh. Habis dzuhur pun ia tidak ke luar kamar dan kembali tidur. Keseharian Alma sudah tidak sehat hanya karena memikirkan cinta. Makan pun sudah tidak teratur.

Bukan mamanya membiarkan. Beliau sudah berkali-kali mengetuk pintu kamar dan memanggil namanya, tapi Alma terus saja mengabaikan. Gadis itu selalu punya alasan untuk menolak. Alma yakin, mamanya tidak akan tinggal diam. Namun, untuk sekarang ia benar-benar ingin sendirian dan malas-malasan. Enggan memikirkan apa pun, karena memikirkan Asta saja sudah menghabiskan energi.

Sore itu, ia terbangun karena suara panggilan. Dengan susah payah matanya terbuka, meraih benda pipih itu yang tergeletak di atas nakas. Kepalanya terangkat, seraya melihat nama yang tertera di layar datar.

“Ga-lan?” ucapnya dengan penglihatan yang masih samar-samar.

Segera saja gadis tersebut menekan ikon telepon berwarna hijau dan mendekatkan handphone itu ke dekat telinga kanannya.

“Halo,” jawab Alma dengan suara yang sangat parau, akibat masih mengantuk dan serak karena menangis terus. Bahkan untuk minum saja ia sangat enggan.

Halo, Al. Lo lihat penampilan gue tadi, kan?

“Penampilan?”

Penampilan gue di lomba Pekan Raya Seni. Lo dateng, kan?

Untuk sejenak, gadis itu terdiam. Terpaku mengernyitkan dahi. Lantas memukulnya pelan. Meringis merasa menyesal seraya menutup kedua mata. Alma yang awalnya masih tiduran, segera bangun dan duduk dengan kaki menyilang. “Duh, aku lupa. Galan, maaf.”

Alma sungguh merasa tidak enak hati. Galan pasti sangat kecewa. Padahal waktu itu, pemuda tersebut yang langsung mengundangnya. “Ja-jadi, lo?

“Gal, maaf. Aku lupa. Bahkan aku baru aja bangun tidur,” sesalnya lagi kembali memberi penjelasan.

Namun, tiba-tiba Galan berkata dengan nada ketus dan langsung mematikan sambungan teleponnya, tanpa menunggu responsnya lagi. “Ya udahlah, Al. Gue tutup dulu, ya. Ada Kaila juga, bye!

Seketika hati Alma jadi hampa. Alma benar-benar tidak ingat bahkan sudah sangat mengecewakan temannya sendiri.

“Gimana, ini?” ucapnya kebingungan. Melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul lima sore. “Apa aku samperin aja? Tapi ....” Alma terlalu banyak berpikir, sampai merasa pusing.

***

“Kenapa, Gal?” tanya Kaila saat melihat ekspresi wajah Galan yang berubah tidak mengenakan.

Pemuda tersebut segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. “Nggak ada apa-apa.”

“Em ....” Kaila mengangguk. Padahal gadis itu tahu masalahnya. Pasti karena Alma tidak datang untuk menyaksikan lombanya. “Kita belum makan, kan? Gimana kalau kita isi stamina dulu. Pasti laper banget karena sejak tadi kita tegang sampe nggak bisa tenang.”

Kaila benar, tapi nafsu makannya tiba-tiba hilang.

“Lo aja, deh. Gue kayaknya mau istirahat di belakang panggung.” Hendak pergi, Kaila dengan sigap menghalangi dengan memegang pergelangan tangan Galan.

Please, Gal.”

Melihat kedua matanya yang penuh permohonan, akhirnya Galan menyerah dan mengikuti kemauan Kaila.

Sebenarnya Galan sungguh enggan melakukan kegiatan apa pun. Setelah tahu jika Alma lupa akan janjinya, semua harapan dan keinginannya sirna. Kesal, kecewa, sedih, semua berkumpul jadi satu. Andai saja Alma bisa lebih peka. Namun, nyatanya gadis itu sudah benar jatuh cinta ada pacar virtualnya tersebut.

Need-RomanticTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang