“Lo peduli banget, ya, sama Alma?” kata Kaila membuka pembicaraan, ketika suasana sempat tegang setelah Galan menegur Sili, Mili, dan teman-temannya itu. Sekarang pun mereka langsung pergi dari kantin.
“Nggak cuma sama Alma, dulu pun gue ngelakuin hal yang sama.” Ucapannya sontak saja membuat Kaila termangu sejenak, merasa tersindir.
Ya, benar. Walaupun Galan terlihat cuek di luar dan kadang bersikap konyol, tapi sebenarnya dia tipe cowok yang perhatian, punya banyak cara untuk membuat orang yang disayang merasa nyaman, dan bisa menempatkan diri. Saat harus serius, dan waktunya bercanda.
Kaila akui, Galan merupakan orang yang paling baik selama menjadi pacarnya. Namun, kadang ketidak-pekaannya agak membuatnya jengkel, sampai dengan bodohnya Kaila mengambil langkah, untuk mengkhianati cintanya.
Gosip yang mengatakan jika Galan seorang playboy, nyatanya sangat mempengaruhi Kaila. Ia tidak sadar jika keputusan—berselingkuh—merupakan kesalahan yang besar. Jujur saja, sekarang Kaila sangat menyesal. Namun, ketika ia merasa bisa kembali pada Galan, pemuda itu nyatanya sudah melabuhkan hati kepada gadis lain.
“Alma beruntung,” responsnya seraya memberikan senyum simpul, yang terkesan agak dipaksakan. Lantas ia kembali fokus pada mie ayam yang baru saja dihabiskan setengah.
“Gue yang lebih beruntung,” timpal Galan. Lagi-lagi mengusik perasaan Kaila. “Alma berbeda. Itu yang buat gue suka.”
Untuk sejenak apa yang bekerja dalam diri Kaila, terhenti. Mencerna perkataan Galan yang lumayan menyakiti. Bahkan pemuda itu tidak segan-segan, tidak tahu jika ia masih berharap untuk memiliki.
Pun, Galan mengucapkannya dengan spontan. Bukan paksaan, apalagi masuk dalam permainannya selama ini. Memang aneh, entah sejak kapan Galan merasakan hal semacam itu. Namun, perasaan munculnya tidak bisa dilawan. Itu mengalir, seperti air tanpa penghalang. Meskipun Galan tahu, perasaannya itu mungkin tidak akan terbalaskan. Mengingat Alma yang sudah memiliki pacar.
Kaila lantas menelan salivanya pelan-pelan, lalu memberi komentar, “Iya, lo bener. Dia berbeda dari cewek-cewek yang pernah deket dan jadi mantan lo.”
“Mantan gue cuma satu, dan itu lo, Kay.”
Kaila menatap lurus dengan mata terbuka serius. Ia terkejut karena baru tahu hal tersebut.
***
Maaf, nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif. Mohon tinggalkan pesan, atau hubungi beberapa saat lagi.
Lagi-lagi nomor Asta tidak bisa dihubungi. Pemuda itu seperti sengaja membuat Alma merasa khawatir, terus curiga, dan menjadi cemburu. Padahal Alma hanya ingin penjelasan yang lebih detail. Yang mampu membuat berpikir lebih tenang. Namun, bukannya membuat keadaan membaik, Asta malah mengada-ngada keadaan. Berputar-putar terus tanpa kejelasan.
Atau mungkin memang Alma yang tidak sabaran. Terlalu overthinking hingga membuat Asta merasa terganggu. Mau bagaimana lagi? Gadis itu baru pertama merasakan pacaran. Baru tahu jika dalam hubungan itu tidak selalu berjalan mulus. Tidak punya pengalaman untuk menghadapi masalah. Alma hanya mengandalkan perasaan, yang tidak ingin kehilangan Asta—padahal ia sudah jatuh cinta sedalam-dalamnya.
Asta.
Kamu masih marah?
Padahal aku cuma cemas.
Kenapa malah bersikap kayak gitu?
Kamu pikir dengan cara menghindar akan menyelesaikan semuanya?Kali ini Alma mengirimkan pesan yang terkesan lebih tenang dibaca. Gadis itu berharap Asta bisa mengerti dan mau menjelaskan semuanya.
Gara-gara tidak bisa konsentrasi, Alma bahkan tidak menyentuh bukunya sama sekali. Ia hanya bolak-balik mengecek akun Asta dan room cha mereka. Setelah menunggu lama, sampai jam sebelas malam, akhirnya Asta membalas chat yang dikirimkannya empat jam lalu.
Malam, Al.
Maaf karena aku udah bikin kamu cemas.Apa alasannya?
Apa sekarang kamu udah mau jujur ke aku?Sebenarnya, Al.
Aku mau jujur sesuatu dari awal, tapi aku takut nyakitin hati kamu.Dengan cara menghindar gitu juga kamu tetep nyakitin hati aku, Ta.
Iya, Al. Maaf.
Jadi sebenarnya ada apa?
Jadi gini, Al. Satu minggu yang lalu Indah ngehubungin aku lagi, dia minta tolong sama aku.
Minta tolong apa?
Hati Alma jadi was-was hendak mendengarkan semua penjelasan Asta.
Indah cerita kalau dia punya pacar.
Mereka udah pacaran sekitar lima bulan lebih, tapi ternyata pacarnya itu brengsek.
Dia berani main tangan dan sangat posesif sama Indah.
Indah capek dan pengen mengakhiri semuanya, tapi dia nggak tau gimana caranya. Sampai kemudian dia inget aku dan minta tolong sama aku.Apa?
Indah memohon biar aku mau jadi pacar pura-puranya buat manas-manasin pacarnya itu.
Deg. Denyut jantung Alma berdetak agak cepat saat itu, membuat ulu hatinya terasa sakit. Apa-apaan ini? Bahkan mereka ada di posisi yang sama.
Aku nggak bisa nolak, karena malam waktu kita ketemu dia nunjukin bekas luka yang pacarnya itu perbuat.
Aku kasihan sama dia.Sekitar mata Alma lantas memanas. Ingatannya mundur, pada waktu di mana ia mengira jika Asta dan Indah ketemuan. Asta sempat mengelak, dan ternyata dugaannya itu benar. Mereka memang bertemu.
Kamu bohong, Ta.
Iya, :( aku nyesel, maaf.
Tapi mau gimana lagi, Indah awalnya ngelarang aku ngasih tau kamu.Terus sekarang kenapa kamu kasih tau?
Karena aku juga mikirin perasaan kamu. :(
Kemarin ke mana? Kenapa baru sekarang.
Iya, aku salah.
Kamu jangan marah, ya.Alma terdiam. Jika dipikir-pikir, ia juga melakukan kesalahan yang sama. Sama-sama punya pacar pura-pura, tapi sekarang justru ia yang tidak jujur. Apa aku harus ...?
Asta sebenarnya aku juga ....
Namun, belum sempat Alma melanjutkan, Asta sudah tidak merespons chat-nya lagi. Dia off tanpa memberitahu Alma terlebih dahulu.
Lho, kamu ke mana?
Tidak ada balasan. Asta benar-benar sudah pergi. “Apa mungkin Asta menemui Indah?” Pikiran buruk kembali mempengaruhi otaknya.
***
Galan merenung sendiri di kamarnya. Duduk di kursi meja belajar dengan pena di apit jemari telunjuk dan ibu jari. Ia baru saja berusaha mengerjakan soal Bahasa Indonesia, tapi belum juga selesai semuanya padahal ia sudah menghabiskan waktu sekitar dua jam.
Dalam keadaan seperti itu Galan jadi ingat Alma. Gadis itu pandai sekali dalam pelajaran tersebut. Ia bisa dengan cermat membaca soalnya—yang penuh paragraf itu—dan bisa menjawabnya dengan benar.
Lantas ia meraih ponsel yang tergeletak di meja, berniat untuk menghubungi Alma. Namun, diurungkan ketika ia mengingat lagi jika gadis itu sudah memiliki pacar. Galan ragu, ia pasti akan sangat menganggu. Mungkin saja, kan, mereka saat ini sedang chatan, teleponan, atau video callan?
Mendadak Galan merasa cemburu. Tidak enak perasaan jika membayangkan hal yang baru saja ia menduga tersebut. Senyum miris pun tergambar di wajahnya. Melihat foto Alma di galeri handphone yang diam-diam ia ambil, dengan tatapan sendu.
“Harusnya ini nggak terjadi bukan? Kenapa juga gue harus suka sama lo?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Need-Romantic
Teen Fiction[END] Setelah enam belas tahun menjomblo, Alma tiba-tiba ingin merasakan yang namanya punya pacar. Ketika menemukan orang-yang dirasa-tepat, ia sampai mencurahkan dan menaruh impian besar pada yang namanya percintaan. Alma tidak tahu, jika mencintai...