sᴇʟᴀᴍᴀᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ
ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ
ᴠᴏᴛᴇ , ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ , ғᴏʟʟᴏᴡᴀ ϙᴜᴇsᴛɪᴏɴ:
sɪᴀᴘᴀ ʏᴀɴɢ ᴘᴀʟɪɴɢ ɴɢᴇsᴇʟɪɴ ᴅɪ ᴄᴇʀɪᴛᴀ ɪɴɪ?
(sᴀᴛᴜ ᴏʀᴀɴɢ ᴀᴊᴀ)ツ
Selama pelajaran berlanjut. Axel dibuat khawatir oleh Valetta.
Valetta tidak mau menatap matanya. Padahal kemarin Axel yang tidak berani. Kenapa sekarang giliran Valetta yang seperti ini?
"Val, udahan dong marahnya," keluh Axel mengekori Valetta sepanjang koridor.
Lingkungan sekolah tak lagi ramai. Hanya beberapa murid yang lewat karena murid lainnya sudah sibuk melaksanakan kegiatan ekskul mereka masing-masing.
"Gue gak marah," jawab Valetta.
"Tapi lo gak natap gue. Biasanya lo gak kayak gini," ujar Axel.
"Emang biasanya gue gimana?"
Axel pun mendeskripsikan diri Valetta di matanya. "Valetta yang biasa itu orangnya bakal natap gue kalau lagi ngomong, dia bakal nyari gue kalau ada ulangan, dia enggak bakal nyerah belajar sampai benar-benar bisa."
"Menurut gue, dia itu rajin, baik cuman mukanya agak garang sikit kalau lagi diam. Valetta juga cantik, keren, multita—"
"Udah, stop." Valetta tak lagi kuat mendengar perkataan-perkataan yang keluar dari mulut Axel.
Mereka berdua berdiri di tengah-tengah koridor. Akhirnya Axel dapat melihat jelas wajah Valetta yang sedikit... Merah?
"Val, wajah lo merah, lo capek?"
Pertanyaan yang keluar dari mulut Axel membuat Valetta menundukkan wajahnya dan kembali melangkah pergi meninggalkan Axel.
"Lah kok marah lagi?"
Bagaikan anak ayam yang masih setia mengikuti ibunya. Axel mengekori Valetta hingga ruang band.
Mulai hari ini Axel yakin kalau hal yang paling tidak ia inginkan adalah membuat Valetta marah. Ingatkan Axel untuk tidak menjahili Valetta.
Valetta berjalan secepat mungkin. Valetta sebenarnya tidak marah. Tapi ia merasa aneh.
Setiap matanya bertemu dengan mata Axel. Jantung Valetta akan berdetak cepat dan beberapa detik kemudian wajahnya menjadi panas.
Aneh. Benar-benar aneh.
Proses latihan Valetta lewati dengan menghiraukan Axel. Bahkan saat mengantar Axel pulang, Valetta juga selalu buang muka.
Tingkah Valetta benar-benar membuat Axel down.
Kini mereka berdua ada di depan rumah Axel. Secepatnya Axel menahan tangan Valetta agar Valetta tidak kabur lagi.
"Valetta, maafin gue. Jangan marah lagi." Kini mode bayi Axel yang biasa hanya ditunjukkan pada Bea sudah hidup secara otomatis. Axel takut Valetta akan menghiraukannya selamanya.
"Terserah lo mau suruh gue ngapain. Jadi, jangan marah lagi, ya?"
Valetta masih diam. Valetta berbeda dari Bea. Axel jadi bingung dan panik harus melakukan apa.
Axel tidak bersuara. Kepalanya tertunduk dalam. Sontak Valetta menjadi penasaran dan menoleh ke arah Axel.
"Axel?" panggil Valetta pelan karena dirinya tak dapat melihat wajah Axel dan tangan Axel masih menahan tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo Tapi Penakut | END
Teen Fiction"Gue jadi ekor lo, boleh?" - Axelleon Kastileo. *** Axel itu seorang indigo, tapi dia penakut. Setiap hari Axel harus olahraga jantung dan menangis di dalam hati. Untung saja dirinya sudah terlatih untuk b...