sᴇʟᴀᴍᴀᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ
ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ
ᴠᴏᴛᴇ , ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ , ғᴏʟʟᴏᴡツ
Akhirnya setelah libur dua hari. Hari Senin pun tiba. Suasana sekolah sangatlah ramai meskipun jam baru menunjukkan pukul tujuh.
Sepertinya ada banyak murid yang tidak sabaran ingin bergosip dengan kawan-kawannya. Begitu juga dengan para guru.
Koridor semakin berisik ketika beberapa murid hits lewat. Contohnya, ex-primadona dari kelas sepuluh.
Zahra tersenyum, memamerkan deretan gigi putihnya. Beberapa murid menggelengkan kepala mereka.
Padahal, awal masuk Zahra terlihat sangat cantik. Tapi semakin kesini, sifat Zahra semakin genit dan tak terkontrol. Condong ke kata sombong dan terlalu percaya diri.
Lihatlah bibirnya, terlalu merah. Palingan sebentar lagi akan ada guru yang menghampirinya untuk kesekian kali.
"ZAHRA!"
Dan betul sekali. Guru Bahasa Inggris SMA Landon Hills memanggil namanya.
Zahra menoleh ke arah suara tersebut, matanya membulat saat ia menangkap sosok perempuan yang dari kemarin menghantuinya.
"Kabur guys!" seru Zahra pada pengikutnya. Pengikut. Bukan teman.
"HEH KAMU! MAU KE MANA PAKAI LIPSTIK SEMENOR ITU!? CEPAT HAPUS!!!"
Siswa-siswi tertawa melihat Bu Laras mengejar Zahra. Tawa mereka reda dan terganti menjadi bisikan saat mereka melihat enam orang yang berjalan melewati mereka.
"Hari ini gue pulangnya gak ikut kalian ya, gue ada latihan basket, bentar lagi ada lomba di SMA Atlana," ujar Lexa.
"Oke, jadi lo pulang sama siapa?" tanya Shavira.
"Sama gue aja," Ghevan menunjuk dirinya sendiri.
"Lo enggak apa-apa nunggu satu jam lebih?"
"Gak apa-apa lah, nungguin lo hampir tiga tahun aja gue tahan, sejam doang mah gak ada apa-apanya."
"Kenapa enggak kayak kemarin aja, Lexa pakai motor gue, nanti gue pulang barengan sama Shavira," usul Eros diangguki oleh Shavira.
"Boleh juga," setuju Ghevan dan Lexa.
Valetta mengernyitkan dahinya, "Nanti anak satu ini ikut sama siapa?" tanyanya menunjuk Axel.
Eros, Shavira, Ghevan dan Lexa saling bertukar pandang. Saling mengirim kode.
"Nanti Axel pulang sama lo aja."
"Enggak lah, ribet," tolak Valetta.
Axel sebenarnya tak masalah pulang sama siapa, yang penting dia tidak jalan kaki atau naik kendaraan umum sendirian.
"Udah-udah, enggak usah dibahas sekarang, nanti aja bahasnya pas udah mau pulang," ujar Shavira.
Biar nanti terpaksa Valetta antar Axel pulang kayak kemarin, lanjut Shavira dalam hati.
Valetta melangkah lebih cepat, disusul oleh Axel. Mereka terlihat seperti pasangan yang sedang ngambek, Valetta tengah marah dan Axel mengejar.
"Ih, so sweet banget mereka kejar-kejaran," bisik seorang murid secara berlebihan.
"Masih pagi udah lihat yang beginian, bagaimana diri gue bertahan seumur hidup jomblo?"
Valetta berhenti dan menatap Axel, "Lo ngapain ikut?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Indigo Tapi Penakut | END
Novela Juvenil"Gue jadi ekor lo, boleh?" - Axelleon Kastileo. *** Axel itu seorang indigo, tapi dia penakut. Setiap hari Axel harus olahraga jantung dan menangis di dalam hati. Untung saja dirinya sudah terlatih untuk b...