ツ|Chapter 21

92.6K 18.7K 5.4K
                                    

sᴇʟᴀᴍᴀᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ
ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ
ᴠᴏᴛᴇ , ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ , ғᴏʟʟᴏᴡ

Valetta pulang ke rumah dengan mood yang hancur. Setelah mengantar Axel pulang, ia langsung pergi tanpa berucap satu kata pun.

Valetta tadi sedang menahan emosinya. Jika tidak segera pergi, bisa-bisa mantannya ia buat masuk rumah sakit.

Iya. Pria itu adalah mantan Valetta. Namanya, Nikol Albaran. Sudah setahun mereka putus. Alasan putus? Nikol selingkuh.

Alasan selingkuh? Valetta berdecak kesal kala mengingat alasan tersebut.

Nikol putus karena insecure, ia malu diejek lebih pendek dari Valetta. Alasan yang bodoh untuk Nikol selingkuh.

Dan parahnya, meski Nikol selingkuh, Nikol masih sempat mengajak Valetta kencan. Enak saja. Apa dia kira Valetta akan terus menurut? Tentu tidak.

Di hari yang sama, Valetta memutuskan Nikol di depan satu sekolah, tak lupa Valetta beri satu tamparan di pipi dan satu tendangan di bagian bawah. Nikol memohon dan meraung kesakitan? Valetta tinggalkan. Ia muak meladeni Nikol.

Masih kecil saja Nikol sudah bertingkah, bisa-bisanya selingkuh dan berbohong. Pria seperti itu tak pantas untuk Valetta pertahankan.

Setelah hari itu, Nikol pindah sekolah dan Valetta tak peduli. Siapa sangka mereka akan bertemu di kota ini?

"Benar-benar tidak tau malu!" Valetta melempar tasnya ke sofa, berusaha menstabilkan napasnya.

Inilah Valetta saat marah. Sangat sulit untuk tenang dan sering hilang kendali berbuat kasar. Dari mana sifat ini ia dapatkan? Dari Papanya.

Vancia yang mendengar kegaduhan langsung keluar dari dapur. "Valetta?"

Sekali melihat kondisi Valetta, Vancia langsung tau kalau putrinya sedang marah.

"Mama..." Valetta mengangkat kedua tangannya, ingin dipeluk.

Vancia memeluk Valetta dan mengelus punggungnya pelan. "Ambil napas dan hembuskan pelan."

Valetta menuruti Mamanya, ia menghirup udara dan menghembuskannya pelan.

Beberapa menit mereka berada di posisi yang sama. Valetta akhirnya tenang, "Makasih, Ma... Valetta naik ke atas dulu ya, nanti Valetta ke bawah buat bantu Mama."

Vancia mengangguk dan membiarkan anaknya pergi. Ia memandang punggung putrinya.

Seperti ada hal yang ingin ia sampaikan namun Vancia urung karena kondisi Valetta yang tidak stabil.

Jika sampai Valetta tahu soal hal yang ingin ia sampaikan. Pasti Valetta akan naik pitam lagi. Vancia tak mau menambah beban di pundak Valetta.

Di atas, Valetta memejamkan matanya. Ia menatap pantulan dirinya sendiri di kaca, "Val, tenang."

Ada rasa ingin memecahkan kaca di depannya dengan tangan kosong. Valetta berlari menuju kasurnya dan dengan kesal, geram dan penuh amarah ia memukul benda empuk tersebut.

Memang cukup manjur untuk menenangkan diri di pelukan Vancia. Tapi tidak sepenuhnya cukup. Valetta harus tetap memukul sesuatu untuk lebih tenang.

Ting!

Valetta melirik handphonenya yang baru saja berbunyi, siapa yang mengirim pesan?

Ekor
|Makasih Val udah antarin gue pulang
|Lo masih bad mood?
|Kalau iya, tolong jangan bad mood lagi
|Ayo cheer up
|♪ ♬ ヾ('︶'♡)ノ ♬ ♪
|Eh salah kirim

Indigo Tapi Penakut | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang