:(|Chapter 51

102K 18.2K 5K
                                    

sᴇʟᴀᴍᴀᴛ ᴍᴇᴍʙᴀᴄᴀ
ᴊᴀɴɢᴀɴ ʟᴜᴘᴀ
ᴠᴏᴛᴇ , ᴄᴏᴍᴍᴇɴᴛ , ғᴏʟʟᴏᴡ

***

Satu minggu berlalu begitu cepat. Selama satu minggu ini, Valetta menjadi diam.

Satu minggu ini semuanya terasa hancur. Sesuatu seperti hilang dari hidup Valetta.

Zahra yang hilang.

Kini, Valetta duduk berhadapan dengan Anya. Anya, orang yang telah membuat semua kekacauan ini terjadi.

Anya ingin menutup kedua telinganya namun tidak bisa karena kedua tangannya diborgol. Badannya bergetar hebat.

"Ular... Ular..."

Kata itu terus keluar dari mulutnya.

Valetta menatap kosong perempuan di hadapannya.

"Puas?"

Suara pelan yang keluar dari mulut Valetta berhasil membuat Anya mendongakkan kepalanya.

Anya tersenyum lebar. "Kamu... Valetta?"

"Yang seharusnya aku bunuh... Kan?" Anya mulai tertawa tidak waras.

"Aku tanya sekali lagi, puas?" tanya Valetta lagi dengan penekanan.

"Puas? Anak itu mati, ya? Mati? Hahahaha... Baguslah..."

"Memang seharusnya dia mati. Kedatanganku di hidupnya lah yang membuat dia bisa bertahan selama itu..."

"Seharusnya ia sudah mati sembilan tahun yang lalu!"

"Seharusnya dia mati karena diperkosa oleh orang-orang yang tinggal di rumah bordil itu!"

"MATI! MATI!"

Anya tertawa semakin keras.

Valetta beranjak dari duduknya. Berbicara dengan perempuan di hadapannya tidak akan pernah selesai. Dia sudah gila.

Cara satu-satunya hanyalah menghajar Anya.

Valetta menarik baju Anya yang berwarna jingga.

"Kamu yang seharusnya mati."

BUGH

Satu tonjokan jatuh di wajah Anya. Anya berteriak kesakitan. Tapi Valetta tak berniat untuk berhenti.

"Kamu yang udah rengut kebahagiaan dia."

BUGH

"SEMUANYA KAMU REBUT!"

"Papa aku udah, sekarang Adik aku?"

"AKU MASIH BISA LEPASIN PAPA, TAPI ENGGAK UNTUK ZAHRA!"

BUGH

"ZAHRA ENGGAK PERNAH NGELAKUIN KESALAHAN APA PUN!"

BUGH

"Lepasin!!!" Anya berteriak sesekali tertawa. Mentalnya memang sudah rusak.

Polisi yang menjaga di luar bergegas memasuki ruangan. Mereka tidak menyangka kalau remaja berumur 17 tahun itu akan menghajar narapidana gila itu sampai separah ini.

Axel ikut masuk. Ia awalnya tidak masuk karena permintaan Valetta.

"VAL!"

Axel menarik Valetta ke belakang. Valetta berusaha menepis tangan Axel. Wajahnya merah menahan amarah.

"DIA BERHAK MATI!" pekik Anya saat Valetta tidak lagi memukulnya.

"MATI?" Valetta melepas pegangan Axel.

Indigo Tapi Penakut | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang