Bagian 29 :
Ada Yang Baru
*
*
*
Sudah berapa lama Mumta tidak menyapu halaman rumah yang sederhana ini?
Sudah berapa lama pula Mumta tidak menjejakkan kaki di lantai rumah ini?
Sudah berapa lama, Mumta tidak bercengkrama dengan Ashma sambil menyiram bunga di taman belakang?
Ah, sudah berapa banyak pula, kenangan yang dia lewatkan saat tidak tidur di rumah kedamaian ini?
Bahkan, saking menahan rindu, air mata ikut berekspresi ketika Mumta kembali memasuki rumah ini.
Berbulan-bulan pergi, warna rumah sudah berubah. Dari kuning yang cerah menjadi hijau tosca yang menenangkan. Tapi, tidak mengubah kesan nyaman yang ada.
"Ass—"
Mumta terpaku. Pintu terbuka sebelum dia memberi ketukan. Sesosok perempuan ikut termangu di depannya. Saling memindai diri masing-masing.
"Cari siapa, mbak?" tanyanya lembut bersama senyum ramah.
Mumta menimbang. Ashma tidak pernah bercerita memiliki seorang putri, Elbiyan pun tidak pernah mengutarakan mempunyai adik, ataukah sanak saudara yang datang dari kota tetangga? Ataukah perempuan lain yang mengalami kecelakaan, lalu takdir menuntun Elbiyan untuk menolong dan membawanya pulang karena tidak ingat apa-apa. Sama seperti dirinya.
Pengutang Elbiyan yang lainkah?
"Siapa, Rin?"
Lalu, Ashma datang dengan celemek merah menutupi tubuh bagian depan. Beberapa detik mematung sebentar, lalu berantusias dengan mata berembun memeluk anak gadis orang yang sudah lama tidak nampak.
"Mumta."
Suara lirih itu berulang kali mengukir nama Mumta di udara. Tangis yang bertalu membuat sepasang kaki lain bingung, ada apa?
"Ya Allah, Mumta."
Ashma memeluk lagi. Meliarkan rindu yang telah dikurung lama di penjara hati. Sekarang kunci kebebasan ada di genggaman, dia tidak perlu lagi mendekam rindu di jeruji doa. Karena kini harapannya telah terijabah.
Mumtanya ... anak gadis orang yang pernah dibawa pulang, sekarang berdiri di rumah yang sempat menampungnya.
Mumta tidak menyangka, Ashma akan seerat ini merengkuh tubuh yang dulu dia suruh pulang. Kembali pada rumah yang merekam jejak kesakitan. Ternyata, rindu terpahat di tiap hari yang dia lewati di rumah ini.
Ashma rindu dia.
Artinya, Ashma masih menerimanya kembali?
"Kamu sehat, kan? Sakit di kepala apa masih sering kambuh? Masih minum obat pereda sakit?"
Banyak lagi tanya yang keluar sebagai pelampiasan perhatian yang sudah lama tidak bisa disampaikan. Apakah anak gadis orangnya makan tepat waktu, tidur nyenyak, ataukah masih menyukai bakso?
Bisakah sekarang Ashma lampiaskan semua kerinduannya?
"Aku rindu bunda."
Sepasang mata yang hanya memandangi dengan kepala terus saja bertanya akan pertemuan haru di depannya seakan ikut masuk ke dalam momen pelepas kerinduan. Perempuan asing yang tidak dikenal tampak sudah kuat menjalin rajutan hubungan dengan wanita baya yang juga dia panggil bunda. Ingin bertanya, takut memotong adegan mengharukan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Al Mumtahanah
Spiritual[Update setiap hari Selasa dan Jum'at] Jika menjadi kakak adalah keharusan untuk mengalah Jika menjadi anak baik artinya merelakan Bisakah dia meminta kesempatan untuk lahir lebih lama? Mumtahanah sudah banyak mengalah selama hidup. Demi menjadi kak...