Bagian 33 ~ Dua Doa Satu Harapan

1K 234 44
                                    

Bagian 33 :

Dua Doa Satu Harapan

*

*

*

Mumta seperti kehilangan raga.

Hari-hari cerah yang akan dilukis di kanvas hidup, berubah kusam. Gambaran-gambaran indah yang telah disusun rapi di kepala hancur berantakan.

Dalam satu tarikan napas ... penolakan.

Susah payah dia bangkit dari buruknya patah hati, dan ketika ada laki-laki yang mengatakan cinta, tapi takdir memaksa untuk menolak ajakan melegalkan cinta yang terbalas.

Malang sekali nasibnya.

Bertubi-tubi dihinggapi kekecewaan karena cinta.

Benar-benar ujian yang komplit.

Bahkan, kali ini sakitnya melebihi luka yang dia dapat di malam pernikahan yang gagal.

Sama-sama cinta, sama-sama ingin membahagiakan, tapi terhalang tembok besar perjodohan.

Allah, benarkah pemilik tulang rusuknya telah tiada? Hingga pria yang datang nyatanya selalu milik orang?

Saat dicurangi oleh Adam, Mumta memaksa bangkit untuk membalas dendam. Seakan memiliki tujuan ketika Adam membohonginya.

Namun dengan Elbiyan, Mumta bangkit untuk apa? Untuk Siapa?

Tidak ada orang yang menusuknya, tidak ada orang-orang yang memanfaatkan kepolosannya.

Karin?

Perempuan ayu itu bukan musuh. Justru Mumta yang perebut.

Elbiyan mencintainya, sedangkan laki-laki itu sudah terikat hubungan dengan Karin.

Mumta seperti perusak rencana yang telah disusun baik-baik oleh para orang tua.

Pengacau yang naif.

Dengan pertanyaan yang sama, yang masih bergaung keras di kepala, semakin menyeret Mumta dalam arus penyesalan.

Kenapa baru sekarang?

Tantri menambah tingkat erat pelukan. Tubuh putrinya kembali mengerang. Tangis Mumta terdengar lagi.

Sudah seharian... .

Sesenggukkan terus saja mengguncang bahu Mumta. Sejak pulang, hingga sekarang, belum ada cerita yang mengalir selain air mata.

Kepergian yang dilihat Tantri dengan senyum, mengapa pulang membawa tangis?

Bukankah hari-hari kemarin mereka lalui dengan baik-baik saja? Mengapa sekarang Mumta menangis lagi?

"Mama pernah bilangkan, apa yang terjadi dalam hidup, tidak ada yang bisa disalahkan, karena itu adalah takdir."

Usapan lembut Tantri terasa di kepala. Mumta terbuai, tapi itu belum bisa menariknya dari kubang duka. Seakan tubuhnya telah ditelan hebat, menyisakan separuh tangan yang melambai-lambai mminta pertolongan.

"Mungkin itu terasa tidak adil, kita yang menjalani tapi tidak tahu apa yang akan terjadi dan dihadapi. Tapi dipaksa untuk tetap berdiri dan berjuang."

Tantri menarik wajah Mumta yang tersembunyi di permukaan perutnya. Mengusap-usap wajah yang masih terisak tanpa air mata. Dan disana dia melihat luka yang menganga.

Menangis tapi tidak ada air yang keluar, pasti sakitnya sudah melebihi kapasitas.

"Allah itu Maha Penolong, tapi kadang solusi-solusi yang kita butuhkan ada melalui perantara manusia. Itu makanya kita diminta menciptakan habluminannas dengan akhlak yang baik."

Al MumtahanahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang