Wedding

389 42 1
                                    

Tidak ada pesta dan keluarga besar..
Mr. Skinner menutupi pernikahannya dengan Vivian tanpa gadis itu tahu alasannya. Yang tengah hangat dibicarakan oleh media hanyalah perceraian pria itu dengan Ava, harusnya ini menjadi momen berharga bagi setiap wanita. Tapi Vivian malah menyesali keputusan pria itu, dipersunting oleh seorang pria seperti Mr. Skinner mungkin menjadi impian setiap wanita.

Tapi jika pernikahan tersebut disembunyikan dari semua orang termasuk keluarga, itu adalah sebuah kekangan. Vivian menatap lekat-lekat jemari manisnya yang kini tertanam sebuah cincin bermatakan berlian, sangat indah jika dipandang. Namun tak seindah kehidupan pernikahannya yang hanya menutupi aib, Vivian membelai perutnya yang masih rata.

Sebentar lagi perutnya akan membuncit dan melahirkan sesosok bayi, ingin sekali Vivian lari dari Mr. Skinner tanpa diketahui oleh pria itu. Mr. Skinner bahkan melarangnya untuk memberi kabar pernikahan kepada pamannya di perkebunan, pria itu pasti malu untuk mengakui kepada semua orang bahwa ia telah menikahi karyawannya sendiri.

"Vey, kau harus pindah. Aku tidak bisa terus kesana-kemari setiap hari." Ujar Mr. Skinner yang duduk di hadapan Vivian, kini mereka berdua sedang berada di ruang makan untuk sarapan pagi.

Vivian hanya mengaduk-aduk serealnya dengan malas tanpa berniat memakannya, "lakukan seperti dulu, kau tak harus datang setiap hari. Aku baik-baik saja di sini sendiri." Ujar Vivian, membuat Mr. Skinner menghembuskan nafas kesal.

"Masalahnya adalah, kau sedang hamil." Balasnya meyakinkan, sementara Vivian masih diam tak ingin bersuara.

"Kau tidak ke kantor?" Tanya Vivian melirik ke arah jam dinding yang menunjukan waktu jam kerja sudah dimulai sedari tadi.

"Aku yang memiliki kantornya." Jawabnya singkat, Vivian mengangguk mengerti.

"Bagaimana mungkin seorang bos memberi contoh tak baik kepada semua karyawannya."

"Dan lagi, apa semua orang di kantor masih bertanya-tanya tentangku?" Tanya Vivian, Mr. Skinner tak menjawab. Sudah ia katakan bahwa ia tak perduli pada apapun yang orang lain katakan.

Vivian memutar kedua bola matanya dengan malas saat mendapat tatapan tajam dari Mr. Skinner, pria itu tidak akan beranjak pergi dari duduknya sampai Vivian menghabiskan sarapannya.

"Heh." Terkadang Vivian berpikir, pernikahan macam apa yang menempatkan dua insan di rumah yang berbeda. Tentu saja pernikahan yang terpaksa, Mr. Skinner hanya menginginkan seorang anak. Tapi mengapa pria itu tak kunjung melepaskan Vivian jika pernikahan ini harus ditutupi?

"Aku sudah selesai, kau boleh pergi!" Ujar Vivian yang telah menghabiskan makannya dengan cepat, padahal saat ini ia ingin memuntahkan seluruh isi perutnya.

"Aku akan mengunjungimu lagi malam ini, pastikan kau tidak melakukan pekerjaan berat." Katanya dengan nada penuh kekhawatiran.

"Ya, tidak usah repot-repot. Aku akan selalu berada di sini." Balas Vivian acuh, pria itu lalu mengecup dahi Vivian dengan sayang sebelum akhirnya pergi. Vivian mengernyitkan kening, apa kepala Mr. Skinner pagi ini terbentur? Itu adalah hal yang sama sekali tidak pernah dilakukan Mr. Skinner selama Vivian bersamanya.

"Dia hanya menghiburmu karena kau hamil, Vey." Kata Vivian kepada dirinya sendiri, bukan karena pria itu menyayangi atau mengasihinya. Tapi karena Vivian tengah mengandung anak dari pria itu. Vivian tersenyum miring, membayangkan hal yang tidak akan terjadi seperti menusukan sebuah jarum ke tubuh. Sakit dan berbekas, dan bodohnya Vivian harus sanggup bertahan sampai hutangnya lunas.

Entah sampai kapan Vivian mampu melakukannya, Mr. Skinner tak kunjung menidurinya karena kehamilan Vivian. Hingga seratus malam yang ditawarkan pria itu seolah jauh dari kata selesai, terkadang Vivian berpikir. Apa pria itu berusaha mengulurnya?

My BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang