Bandung, 2012.
Tepat pada tahun 2012, bulan Mei tanggal 10, hatiku resmi menjadi bagian dari Bandung. Misall Tontawan. Gadis kelahiran Bandung - Thailand, penyuka gypsophila. Pacar pertamaku. Bertemu di Palasari, ketika aku mencari sederetan buku-buku sastra untuk penunjang belajarku. Maha benar Bandung dengan segala keindahan dan kenangannya.
────⋅
Bandung, 2018.
"Untuk kenangan, bersamamu aku pernah merasakan bahagia, bahagia sebahagianya. Dan karenamu juga aku pernah sakit, sesakit sakitnya. Mari mencari masing-masing sebuah kebahagiaan lain yang tidak lagi tentang kita." ─ Bandung, 2018 oleh Freen Sarocha.
Pukul 00.03 tengah malam. Di awal bulan Mei 2018. Aku duduk dengan pandangan kosong di ruang kerjaku. Pikiranku melayang dengan kejadian kemarin sore. Perkataan salah satu mahasiswaku yang tidak sengaja aku dengar di koridor, membuatku teringat akan seseorang.
"Dia memberimu gypsophila? Benarkah? Aaa... aku iri padamu kkk-"
Gypsophila.
Ya, terlalu banyak kenangan tentang Gypsophila dalam kehidupan hatiku.
Aku menghela nafas, kemudian membuka laci meja kerjaku untuk mengambil secarik kertas usang yang tersimpan rapih diantara tumpukan catatan pribadiku.
𝘉𝘢𝘯𝘥𝘶𝘯𝘨, 𝘣𝘶𝘭𝘢𝘯 𝘔𝘦𝘪 𝘥𝘪 𝘵𝘢𝘩𝘶𝘯 2013.
𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘱𝘢. 𝘙𝘢𝘴𝘢 𝘬𝘦𝘤𝘦𝘸𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱𝘮𝘶, 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘢𝘯𝘬𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨𝘪𝘮𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘪𝘯𝘥𝘶𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘤𝘢𝘮𝘱𝘶𝘳 𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘴𝘢𝘵𝘶.
𝘛𝘦𝘳𝘬𝘢𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘶 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘬𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘮𝘶𝘪𝘮𝘶, 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘫𝘢𝘬𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘦𝘨𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘬𝘶 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵. 𝘛𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘭𝘢𝘯𝘨𝘪 𝘩𝘢𝘭 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘪𝘢-𝘴𝘪𝘢. 𝘛𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘣𝘢𝘩. 𝘉𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘶 𝘱𝘶𝘯 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘴𝘢𝘩𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘶𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘩𝘢𝘵𝘪𝘢𝘯𝘬𝘶.
𝘉𝘶𝘵𝘶𝘩 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶 𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘶𝘢𝘵 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘢𝘪𝘬-𝘣𝘢𝘪𝘬 𝘴𝘢𝘫𝘢. 𝘉𝘶𝘵𝘶𝘩 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳-𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘬𝘶𝘢𝘵 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘳𝘦𝘴𝘪𝘬𝘰𝘯𝘺𝘢. 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘢𝘴𝘵𝘪 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘥𝘦𝘵𝘪𝘬 𝘪𝘯𝘪 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨𝘪𝘮𝘶 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘣𝘢𝘩.
𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘬𝘶 𝘯𝘪𝘬𝘮𝘢𝘵𝘪 𝘭𝘦𝘸𝘢𝘵 𝘬𝘢𝘵𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘴𝘢𝘳𝘢. 𝘋𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢 𝘳𝘪𝘯𝘥𝘶𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳𝘢𝘯, 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘦𝘳𝘭𝘶 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘳𝘥𝘦𝘣𝘢𝘵𝘬𝘢𝘯. 𝘙𝘪𝘯𝘥𝘶 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘵𝘪𝘢𝘱 𝘱𝘦𝘳𝘪𝘴𝘵𝘪𝘸𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘶, 𝘳𝘪𝘯𝘥𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢𝘭𝘰𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘢𝘬 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘭 𝘸𝘢𝘬𝘵𝘶, 𝘳𝘪𝘯𝘥𝘶 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘴𝘦𝘭𝘶𝘳𝘶𝘩 𝘦𝘨𝘰 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘴𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯.
𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘵𝘢𝘶? 𝘚𝘦𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘬𝘪𝘵 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘱𝘪𝘴𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯. 𝘒𝘦𝘯𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘭𝘢𝘮𝘱𝘶-𝘭𝘢𝘮𝘱𝘶 𝘪𝘣𝘶 𝘬𝘰𝘵𝘢. 𝘛𝘦𝘳𝘩𝘢𝘮𝘱𝘢𝘳 𝘭𝘶𝘢𝘴 𝘥𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘤𝘢𝘩𝘢𝘺𝘢. 𝘚𝘦𝘬𝘢𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘶 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘪𝘴𝘢 𝘮𝘦𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘴𝘵𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘩𝘸𝘢 𝘭𝘢𝘮𝘱𝘶 𝘪𝘵𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢𝘮 𝘱𝘦𝘳𝘭𝘢𝘩𝘢𝘯-𝘭𝘢𝘩𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘪𝘳𝘪𝘯𝘨 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘶𝘣𝘶𝘳𝘯𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢𝘢𝘯 𝘬𝘪𝘵𝘢. 𝘉𝘦𝘯𝘢𝘳𝘬𝘢𝘩 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘬𝘶𝘣𝘶𝘳 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘢𝘫𝘢? 𝘛𝘦𝘵𝘢𝘱𝘪 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘢𝘴𝘪𝘩 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘴𝘦𝘮𝘱𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘨𝘦𝘯𝘨𝘨𝘢𝘮 𝘵𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯𝘮𝘶, 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘬𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘭𝘦𝘱𝘢𝘴𝘯𝘺𝘢. 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘮𝘶?
𝘈𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘬𝘪𝘴𝘢𝘩 𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘳𝘶𝘮𝘱𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘯𝘪 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘳𝘢𝘮𝘱𝘶𝘯𝘨?
𝘔𝘢𝘢𝘧 𝘢𝘬𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘱𝘢𝘯𝘥𝘢𝘪 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘯𝘫𝘶𝘬𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘣𝘦𝘴𝘢𝘳 𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘴𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨𝘬𝘶 𝘬𝘦 𝘬𝘢𝘮𝘶, 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘨𝘪𝘭𝘢-𝘨𝘪𝘭𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢𝘮𝘶, 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘴𝘦𝘣𝘦𝘳𝘢𝘱𝘢 𝘣𝘢𝘩𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪𝘮𝘶. 𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘱𝘦𝘳𝘤𝘢𝘺𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘩𝘢𝘭, 𝘢𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨𝘪𝘮𝘶 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 𝘳𝘢𝘴𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘨𝘪𝘭𝘢.
𝘒𝘦𝘮𝘣𝘢𝘭𝘪𝘭𝘢𝘩 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬𝘬𝘶, 𝘫𝘢𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘣𝘪𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘢𝘬𝘶 𝘥𝘪𝘢𝘮 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘬𝘦𝘨𝘦𝘭𝘪𝘴𝘢𝘩𝘢𝘯. 𝘈𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘳𝘢𝘴𝘢 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵, 𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘱𝘦𝘯𝘺𝘦𝘴𝘢𝘭𝘢𝘯 𝘢𝘵𝘢𝘴 𝘬𝘦𝘱𝘶𝘵𝘶𝘴𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘶 𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭. 𝘔𝘶𝘯𝘨𝘬𝘪𝘯 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘱𝘶𝘯 𝘴𝘢𝘮𝘢, 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘬𝘦𝘵𝘢𝘬𝘶𝘵𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘴𝘬𝘪 𝘵𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘳𝘶𝘱𝘢. 𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘴𝘦𝘮𝘰𝘨𝘢 𝘩𝘢𝘵𝘪 𝘬𝘪𝘵𝘢 𝘤𝘶𝘬𝘶𝘱 𝘬𝘶𝘢𝘵 𝘶𝘯𝘵𝘶𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘳𝘦𝘴𝘪𝘬𝘰𝘯𝘺𝘢.
...
Aku kembali menghela nafas berat, diam sejenak dengan isi pikiran yang campur aduk sebelum kemudian melipat kertas tersebut dan menyimpannya ke tempat semula.
────⋅
"Namaku Freen Sarocha. Aku pernah menyukai seseorang yang tak pernah sedikitpun peduli. Dan sekarang aku tak pernah percaya seseorang akan benar-benar menyukaiku. Karena pada umumnya mereka akan memilih pada yang kembali daripada yang selalu ada. Lebih tepatnya, menolak untuk percaya. Karena aku sendiri tahu, bahkan aku saja tidak menyukai diriku sendiri, bagaimana bisa seseorang menyukaiku? Tak banyak hal yang menarik jika itu menyangkut diriku, semuanya nyaris membosankan."
Bandung, 2018 oleh Freen Sarocha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diksi Rumpang (freenbecky)
Fanfic"Kita adalah diksi rumpang pada barisan kalimat yang tak pernah rampung kemudian terbengkalai." ─ Freen to Rebecca. .... Berisi catatan singkat masa lalu Freen Sarocha, dosen muda di salah satu universitas kota kembang.