titik yang membentuk garis

27 3 1
                                    

Masa lalu apa yang dimiliki oleh Zee Violin. Apa yang membuatnya tak mengingat? Bukankah sebuah aksara lebih memilih mengukir dibalik air. Hingga ia tak meninggalkan jejak untuk dicari.

Sorot mata Zee kini mengabur. Zee penasaran kapan terakhir kali ia merasakan sebuah luka? Memori manakah yang membuatnya menjadi pribadi pendiam?

Zee segera mengalihkan perhatian nya untuk mencari beberapa hal persediaan yang dibutuhkannya.  Mengesampingkan pemikiran yang membuatnya tak fokus sama sekali. Hingga suara itu kembali terdengar. Menarik atensi Zee untuk menatapnya.

"Apa kamu Zee? Zee Violin?" Zee dengan kerutan di dahinya menatap pemuda asing di depannya. Zee tak mengenal pemuda di depannya. Tapi melihat raut wajah yang ceria milik pemuda tersebut dapat di pastikan ia mengenal Zee.

"Maaf? Anda siapa yah...?" Akhirnya suara Zee pun keluar. Sungguh mengejutkan pemuda asing di depannya.

"Apakah kamu tak mengenal ku? Aku Roy Aron. Seorang psikiater yang pernah merawat mu Zee. Melihat kamu disini, akhirnya kami bisa membuka lembaran baru Zee. Aku bangga sama mu Zee...." Jelas pemuda asing tersebut.

Sekarang yang membuat Zee bingung bukan berasal dari mana pemuda ini bisa mengenal nya. Namun apa yang terjadi dengannya? Apa yang membuat ia bisa di rawat oleh psikiater? Apakah masa lalu yang terlupakan punya kaitannya dengan ini?

Zee pun kembali sadar dan melihat Roy yang tengah sibuk ke kasir. Mungkin pemuda tersebut sedang terburu-buru.

Kini satu persatu fakta yang Zee tau menjadikan Zee yakin ada sesuatu yang terjadi. Lantas langkah selanjutnya apakah ia siap untuk mengulik masa lalu yang sempat ia lupakan?

Jika dirinya memiliki keputusan untuk melupakan karena terlalu berat untuk menyimpan nya. Apakah saat ini ia siap membuka kembali bagaimana ia dulu?

Seperti titik yang membentuk garis. Akankah fakta ini menciptakan kenangan yang tak ingin di ingat nya?

_______

Kepribadian Zee menjadi diam. Ia lebih memilih untuk menghindari Alang. Bukankah mempersiapkan hati untuk terluka jauh lebih baik daripada mengharapakan kebahagiaan pada luka yang jelas?

Inilah Zee takut pada luka sehingga meminimalisir luka besar pada dirinya adalah cara satu-satunya buat Zee.

"Ayah. Apakah bunda bahagia?" Tanya Zee. Saat ini lelaki berumur tersebut merasa sedih sekaligus bingung harus menjawab apa kepada putrinya.

"Ayah sedih... Ayah gak usah menjawabnya. Apapun yang terjadi bunda pasti bahagia dan Zee juga bahagia kalo bunda bahagia. Benarkan ayah?" Lelaki itu sangat bersyukur memiliki putri yang bijaksana seperti Zee. Putri yang pengertian.

"Bunda akan bahagia jika melihat Zee bahagia..." Jawab sang ayah. Namun yang menjadi pertanyaan Zee. Bagaimana cara nya bunda tau kalo Zee bahagia jika saja ia tak mau menemui putrinya lagi? Namun pertanyaan Zee tetap ia simpan dalam benaknya. Zee tidak mau mempersulit kan ayah nya dan membuat ayah nya sedih lagi.

"Ayah apakah Alang akan pergi?  Zee sedih saat Alang pergi... Meski begitu, apakah ayah juga akan pergi seperti bunda? Apakah ayah juga akan meninggalkan Zee?" Tanya Zee bertubi-tubi.

"Ayah selalu ada untuk Zee. Ayah tidak akan meninggalkan Zee. Ayah akan menjadi prajurit buat melindungi putri kecil ayah." Janji ayah. Namun janji hanyalah janji. Kata-kata manusia tak pernah bisa di pegang.

Akankah Zee masih bisa percaya kembali pada manusia yang selalu membuat nya terkhianati. Dari mulai bunda, Alang, dan sekarang ia harus merasakan kesedihan atas kepergian ayahnya.

"Alang bisa minta tolong antar-"

"Maaf Zee. Alang aku pinjam buat ngantarin aku beli buku. Selain itu kami akan pergi satu kelas buat ngerayain ulang tahun ku..." Potong salah satu teman perempuan yang sempat pernah Zee lihat di mall.

Zee tidak menggubris perempuan tersebut. Tatapannya masih menyorot ke Alang yang terlihat ragu. Apalagi melihat kondisi Zee yang tak terlihat baik. "Alang aku mohon..." Lirih Zee dengan tatapan ber airnya.

"Apa-apaan sih kamu! Sadar diri Zee! Jangan jadi parasit buat Alang" sentak perempuan itu dengan kesal. Zee yang kepalang emosi pun segera mendorong perempuan tersebut hingga terjatuh.

Ini pertama kalinya Zee berbuat kasar. Alang pun segera menahan tangan Zee yang sempat akan memukul perempuan tersebut. "Pergi Zee" itulah ucapan pertama kali yang dikatakan Alang. Zee menatap nanar ke Alang. Rasa sakit itu kian nyata saat Alang membantu perempuan tersebut dengan lembut dan membawanya pergi meninggalkan Zee.

Ayah?

Zee ingat, Zee membutuhkan Alang untuk pertama kali mengantarnya ke rumah sakit. Ayahnya kecelakaan dan sedang butuh darah dengan cepat. Dengan rasa sakit dan doa agar ayahnya dapat menunggunya dirapalkan Zee selama ia berlari.

"Ayah janji tidak akan meninggalkan Zee... Ayah sudah janji... Ayah harus menepati janji buat Zee... Ayah engga boleh pergi... Zee nanti sendirian...." Gumam Zee dengan air mata yang terus mengalir. Air mata yang bercampur dengan hujan. Zee terus berlari hingga ia sampai berada di rumah sakit.

Dengan kondisi basah kuyup Zee menatap shok ke arah bangkar yang berisi sosok ayah nya. Ayah yang selalu menjadi malaikat pelindung, prajurit putri kecilnya. Kini harus tergeletak dalam keadaan pucat Pasih.

Dengan wajah terpukul Zee mendekati sang ayah yang setia menutup matanya. "Ayah...."

"Ayah! Bangun ayah! Ayah janji tidak akan meninggalkan Zee...."

"BOHONG! AYAH BOHONG....!!!"

"Ayah kenapa jahat....! Zee sendirian...."

"Ayah jahat sama Zee....! Ayah pembohong besar...! Ayah selalu ngajarin Zee buat tak berbohong. Tapi kenapa ayah bohong...?"

"Dokter apakah Zee nakal? Kenapa ayah gak mau melindungi Zee?"

"Dokter kenapa ayah menutup mata? Apa dokter gak bisa buat ayah nya Zee bangun lagi?"

"Ayah engga rindu sama Zee? Ayah sudah gak sayang sama Zee? Ayah kenapa pergi dulu...?"

Begitulah ocehan Zee Violin. Gadis yang terpukul pada dunia yang menipu. Gadis yang tak menemukan apa-apa dibalik kata-kata.

Sepulang nya Alang dirumah. Alang menatap kediaman Zee, gadis yang selalu menganggap nya sahabat kini merasa terpukul kepergian ayahnya.

Alang mengingat ekspresi Zee yang panik untuk minta dirinya mengantar ke tujuan tersebut. Dengan patahnya Alang menolak keinginan Zee. Alang merasa bersalah pada gadis tersebut. Gadis yang kehilangan senyum dari wajah manisnya kini menatap kosong ke arah seseorang yang terbaring.

"Maaf Zee...." Gumam Alang.

ZEE VIOLIN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang