6 | We're Planning a June Wedding

339 58 15
                                    

I'm not the silly romantic you think

I don't want the heavens or the shooting stars

I don't want gemstones or gold

I just want... a steady hand, a kind soul

I want to love, and be loved

— Joyce Danadyaksa


*


Jakarta, May 2021

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, May 2021

Jeffrey perlahan mengerjapkan matanya, terbangun karena seberkas cahaya matahari yang membias masuk melalui sela-sela tirai kamar yang masih tertutup rapat. Tangannya bergerak meraba-raba sisi lain tempat tidur yang sudah dingin dan kosong.

Membuka kelopak matanya secelah, Jef kemudian mendapati kalau Joyce sudah tidak ada lagi di sana. Pandangannya kemudian tertuju pada jam dinding di atas pintu kamar. Pukul enam lewat lima puluh menit—hampir pukul tujuh. Pantas saja Joyce sudah tidak ada lagi bersamanya. Dia pasti sudah berangkat ke bandara pagi-pagi tadi, mengingat semalam dia mengatakan kalau akan pergi dinas ke Beijing selama dua minggu mulai hari ini.

Tapi biarpun begitu, Jef tidak bisa untuk tidak melupakan apa yang terjadi di antara mereka semalam. Ingatan itu membuatnya terbangun dalam keadaan ringan dan bahagia luar biasa—untuk pertama kalinya setelah delapan bulan yang menyiksa. Joyce akhirnya kembali. Setelah delapan bulan penuh kebekuan yang menusuk, yang membuat hubungan rumah tangga mereka jadi selayaknya kapal uap yang tengah kehabisan bahan bakar di tengah-tengah samudera Atlantik, Joyce-nya akhirnya kembali. Atau setidaknya, begitulah yang Jef pikirkan tentang mereka sekarang.

Delapan bulan bukan waktu yang sebentar. Itu lebih dari sekadar siksaaan bagi Jef karena hanya bisa mencintai istrinya sendiri dari jauh dan terpaksa menerima sikap dinginnya yang seringkali menganggapnya tidak lebih dari sekadar angin lalu. Jef nyaris gila rasanya selama delapan bulan terakhir ini. Gila karena penyesalan, dan gila karena kerinduan.

Lalu semalam, ketika Jef akhirnya memberanikan diri untuk menerobos dinding es yang Joyce bangun di antara mereka dan merubuhkannya, dia akhirnya bisa melampiaskan seluruh perasaannya. Melalui setiap sentuhan dan ciumannya, Jef tunjukkan pada Joyce kalau dia tidak akan pernah pergi kemana-mana tidak peduli apa yang terjadi di antara mereka. Dia tidak membiarkan Joyce melakukan apa-apa selain menerima. Joyce juga sama sekali tidak menggunakan kata aman yang sudah mereka sepakati bersama sejak awal untuk membuat Jef berhenti setiap kali dia tidak ingin disentuh, cukup untuk membuktikan kalau perempuan itu sebenarnya juga menginginkannya sama besarnya.

Jef menghembuskan napas panjang dan beranjak duduk. Tatapannya terjatuh pada connecting door yang menghubungkan ruangan kamar ini dengan kamar Nathaniel di sebelahnya. Jef harap putranya memiliki kehidupan yang menyenangkan di atas sana, dan lebih bahagia lagi setelah melihat papa dan mamanya berhenti saling mendiamkan satu sama lain.

IMPERFECTLY PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang