19 | Screw Endgame

342 45 16
                                    

"Angels keep weeping in her soul;
For the way they couldn't save her from herself nor the devilish things she does unwillingly love."


***


Seberkas cahaya matahari pagi yang baru saja beranjak dari peraduannya di ufuk timur perlahan membangunkan Jef dari tidurnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seberkas cahaya matahari pagi yang baru saja beranjak dari peraduannya di ufuk timur perlahan membangunkan Jef dari tidurnya. Dia mengangkat kedua lengannya ke atas kepala, merenggangkan otot-otot tubuhnya sejenak seperti kucing sebelum beranjak duduk di atas tempat tidurnya. Bukan lagi tempat tidurnya di kamar tamu, tapi tempat tidurnya di kamar utama—kamarnya dan kamar Joyce.

Sejak sebulan lalu, mereka sudah benar-benar resmi berbaikan. Joyce memutuskan untuk berbesar hati memaafkan kata-kata Jef yang sempat membuat hatinya remuk-redam, dan Jef juga berjanji pada istrinya kalau dia tidak akan—tidak akan pernah—melakukan kesalahan yang sama.

Jef sudah belajar dari kesalahannya. Didiamkan dan tidak dianggap ada oleh Joyce—oleh istrinya sendiri—selama berbulan-bulan adalah siksaan yang tak terkatakan sakitnya. Beruntung hari-hari kelabu tersebut sekarang sudah usai. Mereka sepakat untuk kembali memandang ke depan, merelakan kepergian Nathaniel dan membiarkan anak itu hidup dengan tenang dimanapun dia berada sekarang.

Ah, adakah hari yang akan jauh lebih indah daripada hari ini?—Jef berpikir dalam hati dengan raut wajah senang sambil menyibakkan selimutnya ke samping dan beranjak dari kasur.

Laki-laki itu kemudian menyeret langkah kakinya menuju kamar mandi untuk menggosok gigi dan membasuh wajah. Setelahnya baru dia keluar dari kamar untuk turun ke lantai bawah. Tiba di pertengahan anak tangga, indera penciumannya menangkap aroma menyenangkan yang berasal dari arah dapur. Mudah buat Jef menebak kalau Joyce sedang berada di balik pantri, sibuk meracik menu sarapan mereka dibantu oleh Surti sebelum berangkat ke kantor jam 8 nanti.

"Morning, sleepyhead," Joyce menyapa dari balik pantri sambil memotong buah-buahan yang sudah dibersihkan terlebih dulu dengan cekatan. Dia sudah rapi dengan setelan kerjanya seperti biasa meskipun waktu pada jam di ruang tengah baru saja menunjukkan pukul 6.30. "Toast isi tuna mayo kesukaan kamu udah ada di meja makan tuh. Sama kopinya sekalian juga udah aku buatin. Sarapan dulu gih sana, aku nyusul habis beres potongin buah-buahan ini buat topping oat-ku."

Seandainya saja tidak ada Surti yang sibuk senyum-senyum sendiri sambil membuat telur dadar gulung tidak jauh dari Joyce, sudah tentu Jef akan bergerak menghampiri istrinya dan menciumnya untuk membagi perasaan bahagia yang tumpah-tumpah di dalam dirinya. Jef senang—sangat senang—karena paginya sejak satu bulan terakhir sudah tidak lagi sesuram seperti saat Joyce mendiamkannya selama berbulan-bulan.

"Hari ini mungkin aku pulangnya agak larut, nggak apa-apa kan, Jef?" Joyce bertanya sambil menghampiri suaminya yang sudah duduk di meja makan. Di tangannya, dia membawa sebuah mangkuk berisi oat yang sudah dicampur dengan potongan buah-buahan dan segelas susu. Mengambil tempat duduk di kursi yang berseberangan dengan Jef, dia lalu menyambung, "Ada rapat antara tim manajemen eksektif sama tim dari divisi produksi dan pemasaran soal peluncuran produk baru yang mau dikeluarkan perusahaan ke pasar global."

IMPERFECTLY PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang