Jakarta, June 2019
Menjelang satu tahun pernikahan mereka, entah kenapa Joyce tiba-tiba kepikiran untuk memberi kejutan pada Jef. Dia bahkan sampai merasa perlu meminta saran dari Gianna—mengingat salah satu teman karibnya tersebut sudah menikah setengah tahun lebih awal darinya—beberapa hari yang lalu ketika mereka sedang melakukan kunjungan kantor ke Balikpapan bersama untuk melaksanakan mandat dari Pak Ruly.
"Lo tau nggak kejutan apa yang sekiranya ditunggu-tunggu sama Jeffrey selama setahun kalian nikah—yang sama sekali nggak dia ucapin secara terang-terangan ke elo?" Gianna mengangkat kedua alisnya ketika menanyakan hal tersebut. Lalu tanpa menunggu reaksi dari Joyce, dia jawab sendiri pertanyaan bernada retorikanya baru saja. "A baby. Anak. Seratus koma sepersekian persen gue yakin Jeffrey itu sebetulnya nungguin kabar kehamilan lo, Joyce."
Joyce sendiri sebenarnya juga sudah cukup lama memikirkan tentang memiliki momongan, tapi kelihatannya baik dia maupun Jef sama-sama belum diberi kepercayaan oleh Tuhan sampai sekarang. Kalau kata kakak iparnya Jessica yang baru mendapatkan Arriane di tahun ketiga menikah dengan Kenzo, tahun-tahun pertama pernikahan itu biasanya merupakan masa-masa penjajakan bagi setiap pasangan. Ada yang cepat dikasih momongan, ada juga yang bertahun-tahun kemudian baru dapat. Faktor yang melatarbelakanginya juga banyak: ada yang internal dan ada yang eksternal.
Secara internal, Joyce merasa tidak ada yang salah dengan hubungan pernikahannya. Tapi secara eksternal, mereka masih sama-sama working-oriented alias mengedepankan pekerjaan sampai sibuknya ampun-ampunan. Terkadang salah satu juga ada yang lembur dan baru sampai rumah larut malam. Kemungkinan sih itu yang membuat Joyce dan Jef sama-sama belum diberi kepercayaan untuk mendapatkan keturunan.
"Kalau saran gue nih ya, coba lo ikut program hamil deh, Joyce." Gianna menyarankan. Dia menyeruput jus alpukat dalam gelasnya sebelum melanjutkan. "Lo bisa datang ke dokter kandungan sendiri dulu atau langsung ngajakin Jeffrey, terserah. Gue rasa dengan lo yang mulai open-up soal punya anak, itu bakal jadi kado anniversary pernikahan yang nggak akan suami lo lupain, sih."
"Sepulangnya kita dari Balikpapan, gue bakal pertimbangin lagi ide lo deh, Gi." Balas Joyce. "Terus lo sendiri gimana sama Tristan? Kalian juga udah hampir dua tahun menikah tapi belum kelihatan hilalnya mau punya baby. Lo nggak kepikiran buat coba ikut program hamil juga, Gi?"
"Case-nya gue sama si Tantan mah beda kali, Neng." Gianna berujar dengan nada setengah bercanda ketika memelintir nama suaminya yang seharusnya Tristan menjadi Tantan.
Di depannya, Joyce berusaha untuk tidak tertawa. Temannya yang satu ini memang suka aneh-aneh kalau memberikan nama panggilan untuk orang-orang terdekatnya. Suaminya sendiri, misalnya—namanya sudah bagus dan kedengaran keren, tapi malah dipelintir jadi nama aplikasi kencan online.
"Gue sama dia long distance marriage Jakarta – Australia karena dia kerja di Dubes RI di sana sekaligus ngerampungin program double degree-nya di Queensland. Bisa balik ke Jakarta sebulan sekali di tengah kesibukannya aja gue udah bersyukur banget. Atau kalau enggak, gue yang terbang ke Aussie. Begitu lulus nanti, katanya dia bakal settle down di Jakarta biar bisa dekat sama gue dan baru deh kita bisa enteng buat mulai program punya anak karena nggak harus jauh-jauhan lagi. Kalau lo sama Jeffrey kan ketemu terus tiap hari. Nggak ada masalah buat coba mulai program hamil."
KAMU SEDANG MEMBACA
IMPERFECTLY PERFECT
RomanceThe beauty of love lies in its imperfections. There is always beauty in things that are odd and imperfect and being flawed is not always a bad thing. Being in love in the blink of an eye isn't the exception. It's perfect and imperfect at the same ti...