10 | Until Forever Falls Apart

298 55 13
                                    

"It seemed like forever ago, like we've had this brief but still infinite forever."

— Joyce Danadyaksa


***



Jakarta, Oktober 2019

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jakarta, Oktober 2019

Joyce mengulurkan salah satu tangan dan membiarkan jari telunjuknya digenggam erat dalam kepalan mungil milik bayi laki-laki berusia dua bulan yang tampak asik menjejak-jejakkan kakinya ke udara. Bayi itu punya rupa yang tampan dengan garis wajah yang mirip dengan ayahnya. Tapi kata Krystal, putra pertamanya itu punya mata bulat, bulu mata lentik, dan rambut tebal sehabis lahir yang mirip seperti dirinya dulu ketika baru dilahirkan.

Namanya Aidan. Aidan Kael Rajendra. Dilahirkan kurang lebih sekitar dua bulan yang lalu pada akhir bulan Agustus saat cuaca sedang mendung-mendungnya. Joyce yang mengantar Krystal ke rumah sakit pada hari itu ketika kakak iparnya tersebut menunjukkan tanda-tanda seperti orang hendak melahirkan karena kebetulan mereka sedang bersama menghabiskan hari Sabtu sore di sebuah kafe. Waktu itu seingat Joyce, mereka sedang membicarakan tentang masalah peradangan ovarium yang dialaminya—yang membuatnya kesulitan untuk bisa hamil.

"Kamu tuh nggak perlu khawatirin apa-apa, Joyce. Lagipula betul kata dokter kalau apa yang kamu alami sekarang itu bukan infertilitas. Kesempatan kamu buat bisa hamil nanti masih ada." Krystal berusaha menghibur adik iparnya. "Toh Jef nggak akan ninggalin kamu cuma karena masalah sepele kayak gini. Dia bukan tipe laki-laki atau suami yang biasa kita temuin di sinetron-sinetron televisi lokal yang hobi melanggengkan mindset patriarki itu, Joyce. Jef dari kecil udah biasa diajarin sama mendiang Mama buat jadi laki-laki yang bertanggungjawab atas setiap pilihan yang dia ambil. Jef sayang banget sama mendiang Mama. Aku yakin dia nggak akan sampai hati buat bikin Mama kecewa di surga sana karena perilakunya ke perempuan, terlebih lagi kamu—istrinya."

Joyce menghela napas panjang. Dia tidak meragukan Jef—sama sekali tidak. Selama satu bulan belakangan setelah suaminya itu tahu tentang hasil vonis dokter mengenai keadaan sistem reproduksinya, Jef selalu menemaninya pergi terapi selama dua minggu sekali. Jef sama sekali tidak meninggalkan sisinya. Dan Jef benar-benar fokus pada kesembuhannya terlebih dulu seperti yang dia katakan pagi itu di dapur rumah mereka.

Pandangan Joyce kemudian terjatuh pada perut Krystal yang tampak menonjol dari balik pakaiannya. Dia tidak tahu—belum tahu—bagaimana rasanya memiliki seseorang yang terus bertumbuh dan berkembang setiap harinya dan memiliki seseorang yang terikat nyawa seperti itu dalam dirinya, jadi dia memutuskan untuk bertanya, "Apa rasanya betulan sesulit yang sering aku baca di buku atau internet, Krys?"

"Apanya yang yang sulit?" Krystal mengangkat alisnya penuh tanya, lalu begitu menyadari ke mana arah tatapan Joyce tertuju, dia langsung menyadari maksud di balik perkataannya. "Oh. Maksud kamu ini?" Dia menunjuk ke arah perutnya yang membuncit, sedikit tersentak kemudian ketika merasakan tendangan keras bayinya dari dalam sana. "Ini juga kehamilan pertamaku, Joyce. Awalnya emang sulit, terutama di tiga trimester pertama. Aku sering banget mual dan muntah tiap pagi selama masa itu. The feeling was unbearable. Until now, it isn't easy to carry this little Kai everywhere, but he's worthy."

IMPERFECTLY PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang