[ 28 ]

56 22 10
                                    

Happy reading!

Lagi-lagi atap sekolah menjadi tempat favorit untuk menangis. Berbagai luka yang mengering ikut basah lagi karena cucuran air mata, kecuali darah di pelipis, dia sudah mengering sempurna. Baju dan rambut kering dengan sendirinya karena terpaan angin besar di atap. 

Gue kira semesta akhirnya mulai berpihak kepada gue, namun salah itu hanya berlaku sesaat. Semesta lagi-lagi membuat gue menangis, semesta tak mengizinkan kebenaran ini terungkap. Dan hasilnya semua orang jadi bertanya-tanya, apa gue bisa dipercaya atau tidak? Pikiran negatif kembali bermunculan di kepala gue.

"Lo di sini ternyata," ucap Haechan yang baru saja datang, ia berdiri di sebelah gue ikut menatap langit. "Gue tau lo pasti lagi kecewa sekarang. Lo sebel dan marah sama keadaan. Ya emang terkadang ekspetasi gak sesuai sama kenyataan, dunia ini banyak tipuannya. Mungkin saat ini lo gak bisa berpikir jernih. Gue tau lo cape jalanin hukuman ini, gue tau lo seharusnya gak nanggung kesalahan yang bukan perbuatan lo, karena itu emang gak adil bukan," Haechan menghela napas sejenak. 

"tapi menurut gue gak seharusnya lo bersikap kayak gini. Hanya karena tak sesuai ekspetasi, lo bisa melampiaskan kekesalan lo ke orang lain dengan kekerasan. Kekerasan tuh gak akan berujung baik, Ze. Dan lo paham kan, orang-orang belum percaya kalau bukti pasti belum ada, makanya orang-orang menganggap ucapan lo hanya berdasarkan keyakinan semata. Ada baiknya juga... lo gak menyalahkan orang lain sampai bukti valid benar-benar ada, itu malah buat posisi lo terpojokkan Ze."

Oke gue paham. Maksudnya Haechan gak percaya juga sama gue, dia meragukan kesaksian gue di BK tadi. "Jadi lo anggap gue bohong?" tanya gue.

"Enggak Ze bukan gitu-"

"Lo lebih percaya sama ucapan Naeun? Lo percaya dia babak belur karena ulah gue? Gitu Chan maksudnya?"

"Ze, lo dengerin gue dulu-"

"Gue cuman butuh jawaban iya atau enggak."

"Oke, gue sebenernya gak mau percaya sama apa yang gue denger tapi... tapi penjelasan dia masuk akal Ze, tulisan dia juga terbukti beda sama contekan itu. Gue pengen gak percaya tapi... keadaan yang buktiin Ze."

Gue tersenyum paksa melihat Haechan. "Sorry Chan udah buat lo kecewa. Gue ke bawah duluan, masih banyak kerjaan."

"Ze..." Haechan tak sempat menahan kepergian gue. "Akhh... kenapa gue ngomong gitu sih?!" Haechan mengacak rambutnya frustasi.

Suasana sudah berubah. Jaehyun, Lucas, anak osis lainnya, bahkan Ten menatap gue seperti tak suka. Tak ada lagi ajakan ngobrol atau semacamnya. Cepat sekali semuanya berubah. Di sisa-sisa pertandingan hari ini gue bener-bener sendiri. Anak osis memerintah seadanya, gak ada lagi basa-basi atau sedikit candaan seperti Ten atau Lucas.

Begitu bubar pun semuanya berlalu tanpa memedulikan gue. Seharusnya gue sudah terbiasa dengan hal ini, tapi entah kenapa sekarang terasa sulit menghadapinya. Hati gue amat terkucilkan. Bener apa yang pernah Yeri bilang, seharusnya gue udah mempersiapkan diri kalau-kalau kesendirian ini singgah lagi di dalam diri gue.

Hari ditutup dengan kesedihan dan kesepian.

-

Masih membantu osis. Hari ini perasaan jauh lebih baik dari sebelumnya, karena gue dari malam telah mempersiapkan diri untuk menerima respon atau keadaan buruk yang mungkin saja terjadi. Mode Zeana yang dulu telah aktif, hati yang tertutup, tak lagi membawa perasaan sikap atau omongan orang lain. Peduli amat.

"Zeana, lo ke kolam renang sekarang bantu anak-anak di sana," perintah Jaehyun, gue mengangguk paham, segera menuju kolam.

Sebelum pertandingan dimulai gue disuruh mengepel lantai di sekitaran kolam supaya tak licin. Tak lupa mengelap juga balok-balok start. Lima menit sebelum pertandingan dimulai gue duduk di bangku pinggir kolam, menyaksikannya dari sana.

I'll Be ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang