[ 35 ]

34 18 4
                                    


Setelah Haechan tau permasalahan gue dia mulai mengerti kalau gue butuh waktu sendiri. Jadi hari ini dia gak ganggu atau sibuk telponin gue. Gue bisa fokus cari lowongan lagi setelah kemarin sempet batal.

Tak melulu ke cafe atau restoran, kali ini gue mencoba ke sebuah toko buku yang cukup besar. Masuk dan melihat-lihat. Kebetulan di bagian rak novel ada seorang pegawai yang sedang menata buku. Gue coba bertanya.

"Mbak, permisi..." sapa gue.

"Iya, ada yang bisa saya bantu?" pegawai itu terlihat ramah.

"Saya mau nanya, di sini ada lowongan kerja gak ya?"

"Oh kalau itu saya juga kurang tau, tapi diawal bulan biasanya dibuka lowongan untuk pekerja part time. Untuk informasi lebih lanjut Mbaknya bisa cek website toko buku ini atau di akun sosial media. Informasinya selalu update disitu kok."

Gue tersenyum ramah seraya mengangguk paham. "Terima kasih..." Pegawai itu mengangguk sama ramahnya sebelum gue pamit pergi. Awal bulan, pas banget itu udah liburan. Semoga bisa jadi rezeki gue.

Bruk! "Aduh Pak, kalau jalan hati-hati dong!" Protes ibu-ibu, suaranya nyaring.

Gue menoleh ke sumber suara. Ibu itu bersungut-sungut sambil berjongkok mengambil bukunya yang jatuh. Pria yang menabraknya ikut membantu. "Maaf ya Bu, saya gak sengaja," ucap pria itu, si ibu hanya mengangguk lalu pergi dengan wajah kesal.

Walaupun jarang ketemu tapi gue kenal itu suara siapa. Gue semakin yakin kalau itu adalah Papa setelah melihat wajahnya. Papa jalan mendekat. Gue bingung harus kabur, ikut nyamperin atau diam ditempat. Di bumi yang luas, siapa sangka gue bakal ketemu Papa?

"Zea..." Papa memeluk gue. "Syukur Papa bisa ketemu kamu di sini."

-


Di bawah tenda pedangang kaki lima gue duduk berhadapan dengan Papa. Kami menyeruput es jeruk canggung.

"Zea..." ucap Papa. Gue berdehem. Suasana bener-bener aneh, gue bingung harus gimana, gak bisa basa-basi.

"Papa minta maaf... hari itu saat mama menyuruh kamu pergi, Papa gak ada di sana dan gak bisa mencegah kepergian kamu. Papa gak bisa bantuin kamu saat itu." Papa terlihat menyesal.

"Gakpapa, Zea tau Papa sibuk." Gue jawab senormal mungkin.

"Malamnya saat Papa pulang, Papa bingung sama sikap mama yang terus melamun seperti banyak pikiran. Belum lagi Lisa yang gak mau keluar kamar. Setelah Papa berhasil mendesak mama selalu bertanya kenapa, akhirnya mama bilang kalau kamu sempat pulang dan mama menyuruh kamu keluar dari rumah.

"Papa terkejut bukan main. Kenapa mama tega mengusir kamu. Papa marah, gak seharusnya mama memutuskan hal itu sendiri tanpa persetujuan Papa. Kamu masih tanggung jawab Papa, Papa gak bisa biarin anak Papa luntang-lantung diluaran sana. Papa bingung harus gimana lagi ngadepin sikap mama yang emosian. Papa cape.

"Papa ngerasa bersalah samu kamu. Selalu sibuk, pulang malem, gak ada waktu, Papa jadi gak tau gimana kondisi kamu. Apa yang lagi kamu rasain, masalah yang lagi kamu hadapin, Papa gak pernah tau. Maafin Papa belum bisa jadi orangtua yang baik dan selalu ada buat kamu, Papa belum bisa jadi orangtua yang kamu inginkan. Papa minta maaf..."

Gue terdiam. Ucapan Papa cukup menyentuh, gue lagi nahan nangis sekarang. Di samping mama yang gak sayang sama gue, apa Papa berbeda? Apa Papa sayang dan khawatir sama gue? Sejauh ini perlakuan Papa emang paling normal. Walaupun jarang ketemu, Papa gak pernah marah, lembut dan baik sama gue kayak sekarang. Gue kabur dan hampir gak pernah pulang, Papa seakan ngerti kenapa gue lakuin itu. Kalau fakta ini benar gue mau sujud syukur. Papa masih sayang dan perhatian sama gue, itu lebih dari cukup.

I'll Be ThereTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang