Di dalam mobil Limosin modern yang melaju, seorang gadis berpiyama motif volkadot tampak sedang sibuk menangkan adiknya yang rewel ingin cepat sampai di rumah. Mereka sedang diperjalanan untuk pulang sehabis dari rumah Nenek mereka. Harusnya mereka menginap, namun karena sang adik yang rewel rindu kamarnya, membuat gadis itu memutuskan untuk kembali saja.
"Aduh Rion, iya iya bentar lagi sampai rumah, tuh lihat kita udah belok ke perumahan." Gadis itu berbicara dengan tangan yang sibuk mengusap punggung adiknya yang menangis kencang.
"Non Zoya, di depan ada sesuatu."
Zoeya, gadis itu yang mendengar supirnya berbicara, kini melihat ke depan, memperhatikan jalanan lewat kaca mobil. Berkat lampu mobil yang menyorot dan juga lampu jalanan, Zoeya bisa melihat gerombolan manusia di depan sana dengan sangat jelas. Dia kini melirik jaket mereka, dan saat itu juga napasnya tercekat. Menyadari kalau itu adalah gerombolan geng motor termerasahkan kota Jakarta Selatan.
"Pak, Pak, jangan peduliin mereka, bapak nyetir aja sampai bisa lewatin mereka," ucap Zoeya berusaha untuk tak terdengar panik.
"Tapi non, di depan sana ada motor, eh, itu kayak motor Mas Dikta," balas supir itu yang membuat Zoeya memperhatikan jauh ke depan.
Benar saja, dia bisa melihat jalanan yang diblokir oleh motor yang berjejer, dia juga bisa melihat motor Dikta yang berlawanan dengan motor yang lainnya.
"Non itu Non, ada kaki di bawah."
Perkataan itu membuat Zoeya kembali melihat gerombolan manusia di depannya. Dia melotot saat perkataan Pak Ahmad benar adanya. Kaki manusia, ah, sekarang otaknya mengerti apa yang terjadi. Ada seseorang yang dikeroyok! Entah siapa itu, tapi yang pasti Dikta terlibat. Orang itu juga anggota geng Stark, pasti Dikta ikut ada di sana.
Pikiran Zoeya sekarang penuh oleh hal-hal negatif, dia takut Dikta dan gengnya akan membunuh seseorang. Matanya kini menyipit, ah, dia melihat orang baik yang dikenalnya. Karei ada di sana, kalau dia ke sana dia pasti tak akan apa-apa.
"Pak, bapak jangan lewatin mereka, Pak, bapak berhenti aja. Sekarang. Aku mau turun dan cek mereka," ucap Zoeya seraya menepuk-nepuk kursi kemudi.
Pak Ahmad menurut untuk menghentikan mobilnya, namun dia tak membiarkan Zoeya untuk turun. "Jangan, Non, Non nggak boleh turun. Biar saya saja yang cek. Di sana ada Mas Dikta, saya yakin dia mau tolongin," ucapnya.
Meski berat hati, namun Zoeya mengangguk, dia membiarkan saja supirnya itu untuk keluar. Dia juga percaya, Karei yang ada di sana tak akan melukai Pak Ahmad. Lelaki itu orang baik, dan dia tak mungkin melibatkan warga tak bersalah.
Pak Ahmad kini turun, membuat Zoeya hanya berdua dengan adiknya.
Secara ajaib Orion kini diam, dia tak rewel lagi dan sekarang malah sedang bersandar pada kursi mobil seraya menonton YouTube di ponsel Zoeya.
Mendapati adiknya yang anteng, perhatian Zoeya kembali pada gerombolan itu, dia bisa melihat orang-orang yang menyingkir memberikan Pak Ahmad jalan. Hal itu membuat Zoeya sekarang bisa melihat orang yang terkapar yang semula hanya kakinya saja yang terlihat. Dari posturnya, Zoeya bisa tahu kalau itu adalah seorang remaja. Pak Ahmad kini terlihat berbicara dengan pemuda yang terkapar, dia juga membantu pemuda itu untuk bangkit. Zoeya tersentak, matanya melotot sempurna saat ia melihat siapa pemuda itu. Meski sekilas, namun Zoeya tahu kalau itu adalah tetangganya. Dikta! Ya, itu Dikta! Kenapa bisa berandalan itu tampak menyedihkan? Ah, jadi yang dikeroyok itu adalah Dikta? Sepertinya begitu, iya, sepertinya memang begitu.
Untuk kedua kalinya Zoeya dibuat terkejut, namun bukan lagi karena Dikta, melainkan karena Karei yang ia lihat menendang Pak Ahmad. Hey, itu betulan Karei, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Neighbor (END)
Teen FictionBagi Zoeya, Dikta itu hanya berandal sekolah yang kebetulan bertetangga dengannya. Sedangkan bagi Dikta, Zoeya adalah orang asing yang senang mengurusi dan mencari muka dengannya. Tidak-tidak, Zoeya tidak mungkin mau mengurusi Dikta kalau dia tidak...