Rantai yang melilit tubuh Dikta sudah dilepaskan oleh Ages yang punya kuncinya. Tangannya yang terikat tali pun juga sudah dibuka oleh orang yang sama. Dikta kini tak lagi terikat, melainkan terkapar di lantai penuh debu dengan beberapa orang yang mengelilinginya.
Pria itu tidak pingsan, namun rasanya lidahnya kelu dan mulutnya terlalu sakit untuk terbuka. Tenggorokannya kering, dan dia rasanya ingin muntah karena sejak tadi selalu menelan darah.
Zoeya mengambil tangan Dikta, menggenggamnya dengan perasaan penuh luka. Gadis itu meringis, tangisnya semakin menjadi saat melihat pergelangan tangan Dikta yang terluka. Itu pasti sangat sakit sekali. Alkana yang melihat pun turut menyumbang air mata, menangis dengan lengan Tasya yang didekapnya. Hey, hatinya juga teriris melihat kondisi sang idola.
"Bertahan, ya, Dikta," ucap Zoeya disela tangisannya. Gadis itu mengusap-usap tangan Dikta, seolah memberikan kekuatan pada lelaki itu. Dikta menatapnya, menatap Zoeya yang sekarang tepat di sampingnya. Pria itu tak tertarik dengan hal lainnya, karena sekarang hanya Zoeya yang ingin dia lihat keberadaannya.
"Mobil Alan ada di belakang, ayo bawa Leon ke rumah sakit." Ages berucap karena sejak tadi tak ada yang mau buka suara.
Velo dan dua anggota Stark yang ia bawa mengangguk, mereka mulai meraih tubuh Dikta, mengangkatnya berempat dengan Ages yang turut turun tangan. Zoeya juga bangkit dari jongkoknya, mengikuti kemana orang-orang yang membawa Dikta dengan sesekali menyeka air mata.
"Velo, Rehan, Dimas, kalian balik lagi ke sini dan bawa orang-orang yang patah tulang ke rumah sakit juga. Rei juga bawa ke rumah sakit. Gue nggak sengaja patahin lehernya. Kendaraannya kalian bisa akalin aja. Angkasa, lo ikut ke rumah sakit bareng Leon, luka lo terlalu parah untuk diobati sendiri," ucap Alan seraya mengelap tangannya yang mencetak beberapa darah karena sukses menghajar Karei hingga orang itu pingsan di tempat.
Velo dan orang lainnya yang sempat berhenti untuk mendengar komando Alan menganggukan kepala. Mereka mengerti. Selanjutkan mereka kembali bergerak membawa tubuh tak berdaya Dikta keluar dari markas lewat bagian belakang.
"Ya, gue sama Alkana ngekor pakai motor, ya. Lo jangan kayak gini, lo itu kuat. Oke?" Tasya buka suara. Gadis itu menepuk-nepuk lengan atas Zoeya sebelum pergi ke parkiran di depan markas dengan Alkana.
Tak lama Zoeya sudah berada di dalam mobil sedan putih yang katanya milik Alan ini. Di sampingnya ada Dikta yang duduk di tengah tengah antara dirinya dan Angkasa. Sedangkan Ages tentu menjadi orang yang menyetir dengan Alan di sampingnya.
Sejak pertama masuk ke dalam mobil, tangan Zoeya tak lepas dari tangan Dikta. Gadis itu terus menggenggamnya meski tak ada respon apa-apa dari Dikta. Sepertinya pemuda itu mati rasa.
"Dikta." Lagi-lagi Zoeya bergumam. Menyebut nama Dikta entah untuk keberapa kalinya. "Kuat, ya?" lanjutnya seraya mengelap darah kering Dikta dengan tisu basah yang tersodor padanya. Beruntung, Ages selalu sedia benda itu di dalam mobil temannya.
Dikta tak menjawab, pria itu hanya bisa bersandar seraya memejamkan mata dengan sesekali meringis saat lukanya disentuh Zoeya. Oh, tubuhnya seperti remuk sekarang. Bayangkan, dipukuli habis-habisan oleh monster tak berhati yang sedang emosi. Bagian mananya yang bisa disyukuri?
"Zoya."
Meski kecil, namun semuanya bisa mendengar suara melirih Dikta, pria itu sekarang membuka matanya, menatap Zoeya dengan sorot yang tak bisa diartikan.
Suara Dikta yang sangat lirih itu kembali membuat hati Zoeya bagai ditusuk belati, gadis itu berhenti mengelap wajah Dikta, memilih fokus menggunakan kedua tangannya untuk menggenggam tangan kiri Dikta. "Hm?" tanya Zoeya penuh perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Neighbor (END)
Teen FictionBagi Zoeya, Dikta itu hanya berandal sekolah yang kebetulan bertetangga dengannya. Sedangkan bagi Dikta, Zoeya adalah orang asing yang senang mengurusi dan mencari muka dengannya. Tidak-tidak, Zoeya tidak mungkin mau mengurusi Dikta kalau dia tidak...