MBN 42

4.3K 355 8
                                    

Begitu bel pulang berdering, Dikta tak langsung pulang atau sekedar mampir ke markas seperti biasanya. Pria itu memilih untuk memarkirkan motornya di cafe kecil-kecilan seberang Cakrawala. Tidak, sebenarnya dia tidak lapar ataupun haus. Alasannya datang hanya untuk diam dan menunggu seseorang pulang.

Sebelum keluar gedung sekolah, Dikta menyempatkan diri untuk mampir ke salah satu kelas. Mengecek seorang gadis yang sejak semalam tak bisa hilang dari kepalanya. Saat sampai, dia mendapati gadis itu terkena hukuman, dia tak bisa langsung pulang.

Itulah alasan kenapa Dikta memilih terdiam di sini, menunggu saja karena dirinya diliputi kekhawatiran. Gelas kedua yang ia pesan telah sempurna ia habiskan, namun sosok yang ia tunggu belum juga keluar dari sekolah.

Tak sanggup untuk kembali memasukan cairan ke dalam perutnya, Dikta memilih untuk tak lagi memesan. Biarlah dia hanya numpang duduk saja di sini. Kalau ditegur, tinggal ia lawan. Gampang sekali. Lagipula numpang duduk di cafe setelah dua kali memesan bukan tindak kriminal juga. Banyak orang yang melakukan itu di luaran sana.

Tak lama akhirnya ia bisa melihat seseorang keluar dari gerbang dengan pandangan yang menunduk ke arah layar ponsel. Uh, sama sekali tak memperhatikan pijakan. Orang itu berhenti tepat di depan gerbang, seperti menunggu datangnya seseorang.

Tak lama motor matic berisi dua orang juga keluar dari dalam sekolah, berhenti sebentar di depan gadis itu lalu kembali melaju. Bisa Dikta perhatian gadis itu kembali sendiri, celingukan entah mencari apa.

Meski terhalang jalan raya, Dikta bisa melihat raut kaget yang ditampilkan orang yang sedang ia perhatikan, setelahnya dia berlari kecil meninggalkan sekolah. Dikta bangkit berdiri, kemudian keluar setelah terlebih dahulu meninggalkan uang.

Dia menoleh ke arah larian gadis itu, dan matanya langsung disugukan dengan tindak kekerasan yang dilakukan seorang pria pada gadis yang ia khawatirkan. Ya, gadis itu di dorong hingga memasuki gang.

Tanpa banyak berpikir, Dikta segera ke arah parkiran, melajukan motornya menyebrangi jalan raya meskipun kendaraan sedang ramai-ramainya. Persetan, dia tak peduli dengan kecelakaan!

Kini Dikta menghentikan motornya tepat di depan gang. Ia bisa melihat empat orang pria sedang menahan Zoeya. Rahangnya mengeras, ingin sekali meninju orang-orang kurang ajar itu. Ia kini memfokuskan pandangannya pada Zoeya, menatap gadis itu yang juga menatapnya dengan mata merah menahan tangisan. Dikta tahu Zoeya sedang meminta tolong padanya, Dikta tahu harusnya dia langsung berlari dan menghajar orang-orang yang berani menyakiti tetangganya. Dan Dikta tahu ia tak mungkin bisa melakukannya. Kalau ia menolong Zoeya sekarang, dirinya tak tahu perasaan apa yang nanti akan ia rasakan.

Tak tahan terus melihat mata merah Zoeya, Dikta sekarang memutuskan tatapannya, beralih melihat ke depan dan bersiap-siap untuk memutar balikan motornya.

Motor Dikta ia lajukan, masuk ke dalam gerbang sekolah dan memarkirkannya sembarangan. Setelahnya pria itu membuka helm yang terpasang, menaruhnya, kemudian berlari kencang menuju ruang guru yang tak jauh dari parkiran.

Saat sudah sampai, dia bisa melihat ada lima guru yang sedang bercengkrama di depan pintu kantor. Tampaknya mereka akan segera pulang.

Tanpa basa-basi atau sekedar mengucap salam, Dikta langsung bersuara tajam. "Gang. Ke gang pinggir sekolah sekarang juga!"

Guru yang sedang bercengkrama itu langsung menatap Dikta heran. Apa maksud dari ucapan murid nakal mereka ini?

"SAYA BILANG PERGI KE GANG SEKARANG! Murid kalian ada di sana! Cepat!" teriak Dikta tanpa memperdulikan kalau yang ia ajak bicara adalah seorang guru.

"Leon, apa maksud--"

"Ck! Zoeya! Murid 11 IPA D digangguin berandalan di sana! Tolong dia! Buruan! Kalau sampai telat, saya nggak segan-segan hancurin kalian."

My Bad Neighbor (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang