MBN 41

4.2K 341 3
                                    

"Pai, Zoya, jangan rinduin Ica, ya."

Zoeya melambaikan tangannya pada dua temannya yang sekarang berangkat pulang melewati dirinya dengan motor yang Alkana bawa. Gadis itu sekarang diam, menunggu datangnya ojek online yang baru saja ia pesan. Sesekali kepalanya celingukan mencari orang-orang karena ia merasa kesepian.

Hari ini dirinya pulang telat, alasannya cukup merepotkan, yaitu membantu guru menginput nilai sebagai tebusan kedapatan chattingan saat sedang belajar. Tidak sendiri, karena Alkana yang juga melakukan hal serupa turut mendapat hukuman. Tasya yang memang kalau pulang selalu nebeng Alkana, memutuskan untuk tetap tinggal. Sekalian membantu hukuman dua temannya karena dia juga bersalah. Ya, dua temannya berakhir chattingan karena dirinya yang mulai merusuh di grup chat yang mereka buat.

"Oy, yang lagi berdiri, bisa tolongin gue nggak?"

Suara itu membuat Zoeya menoleh ke samping, ke arah datangnya suara yang ternyata dari seorang pria berseragam SMA Tunggal Jaya. Merasa takut dan tak percaya dengan ucapannya, Zoeya kembali memusatkan perhatian ke arah depan saja. Ia tak mau berurusan dengan orang asing. Apalagi orang itu menganggilnya dari arah gang samping sekolah.

"Woy, gawat nih, gue nggak bisa jalan."

Seruan itu tak membuat Zoeya kembali menengok ke arah sumber suara. Dia berusaha menulikan indra pendengarannya karena dia merasa itu hanya seruan iseng saja.

"Woy lo mau biarin gue mati kehabisan darah!"

Zoeya berdecak, untuk kali ini dia kembali menoleh saja, melihat yang dilakukan orang itu. Mata Zoeya membulat sempurna, dia terkejut karena pria itu sekarang menunjukan kakinya, kaki yang sekarang berlumuran darah. Serius, tadi dia tak melihatnya. Kecelakaan. Kata itu yang sekarang ada di kepala Zoeya. Dengan setengah berlari, gadis itu menghampiri si pria yang ada di depan gang. Sungguh, kemanusiaannya mengutuknya karena merasa dirinya sudah salah sangka.

"Sorry. Ambulan. Gue telepon ambulan sekarang," ucap Zoeya dengan panik. Tangannya sibuk membuka ponselnya, berniat menelpon ambulan agar orang yang sekarang di hadapannya bisa segera mendapat pertolongan.

"Ambulan? Jangan, lo aja."

Begitulah balasan yang Zoeya dapat, dia juga berhenti menekan layar ponselnya saat tiba-tiba orang di depannya mendorong dirinya. Tidak, Zoeya tidak jatuh. Bukan karena gadis itu pandai menjaga keseimbangannya, namun karena tubuhnya ditahan oleh tiga orang pria yang tanpa Zoeya duga ada di belakangnya. Oh, sial sekali, karena pada kenyataannya dia telah ditipu.

"Benar juga, cewek Cakrawala cakep-cakep," ucap salah seorang dari sana.

Orang pertama yang Zoeya lihat, sekarang bergerak. Ah, luka itu nyatanya hanya tipuan. Dia bisa berjalan dengan normal sekarang.

"Lo, turunin tangan lo," ucap Zoeya saat orang pertama itu mengangkat tangannya. Entah apa yang akan ia lakukan, yang jelas pasti itu adalah keburukan. Bencana bagi Zoeya!

"Loh, nggak bisa dong, sayang," balas orang itu. Tangannya mulai nakal, menyibak rambut Zoeya yang memang selalu tergerai.

Rasa takut kian membesar. Kenapa bisa kejadian seperti itu kembali ia alami? Ah, kalau saja dia tak pulang telat, pasti sekarang akan ada yang menolongnya.

Elusan pelan mulai Zoeya rasakan di pipinya, dengan tak tahu malunya pria itu mengelusnya. Zoeya sudah berusaha mengelak, namun tetap saja dia tak bisa. Kedua tangannya bahkan di cekal sekarang.

Suara ribut knalpot yang tak asing menyapa telinga Zoeya, hal itu membuat rasa takutnya sedikit lenyap. Motor Dikta bisa Zoeya lihat berhenti di depan gang, dan orangnya sekarang tengah menatapnya dengan datar.

Sadar ada yang memperhatikan, para pria itu menoleh ke depan gang, menemukan Dikta yang masih diam tak berkutik. Mereka menelan ludah, di kalangan berandalan Dikta jelas terkenal, dan mereka juga mengetahui siapa itu Dikta.

Dengan mata merah menahan tangisnya, Zoeya menatap Dikta, memberikan sorot memohonnya pada lelaki itu. Pasti, Dikta pasti menolongnya. Begitu pikir Zoeya. Lagipula, saat Zoeya nyaris celaka, Dikta juga membantunya, dan saat ini keadaan lebih parah, Dikta tak mungkin membiarkannya.

Zoeya dan Dikta saling bertatapan, cukup lama namun Dikta masih belum bergerak. Pria itu hanya diam dengan wajah datarnya saja. Zoeya masih memperhatahankan rautnya, meminta tolong pada Dikta lewat ekspresinya. Matanya semakin memerah saat menyadari Dikta malah melengoskan wajahnya.

"DIKTA!" panggilnya keras.

Namun, jangankan di jawab, melirikpun Dikta tak melakukannya. Pria itu sekarang malah melajukan motornya, berbalik arah tanpa melakukan apa-apa.

Hati Zoeya melengos, rasanya sangat sakit sekarang. Kenapa Dikta membiarkannya? Kenapa lelaki itu tak menolongnya? Hey, apa Dikta tak peduli lagi padanya? Air mata gadis itu turun sekarang, penyebabnya bukan karena dia berada dalam bahaya, melainkan rasa sakit hatinya karena Dikta malah meninggalkannya.

"Wah, Leon emang bener-bener berengsek, sih. Anak sekolahnya digangguin aja dia nggak peduli," ucap salah seseorang.

"Nah, cantik, sekarang ikut gue yuk?"

Zoeya menggeleng, gadis itu sekarang melawan. Berusaha melepaskan dua tangannya dari cekalan.

"Lepas," ucapnya ditengah tangisan.

Orang pertama yang Zoeya lihat sepertinya adalah pimpinan, orang itu sekarang menyuruh yang lainnya melepaskan cekalan. Tidak, tidak untuk membiarkan lolos, melainkan dia mendorong Zoeya hingga menabrak tembok gang. Menghimpit gadis itu dengan wajah penuh nafsu. Zoeya menunduk, apa mungkin takdir buruk akan menghampirinya? Tidak, Zoeya jelas tak mau itu.

Kedua tangan gadis itu bergerak, hendak mendorong orang kurang ajar tak berakal di depannya. Namun sayang, tindakannya itu sudah lebih dulu diketahui. Kini kedua tangannya itu dicekal oleh orang yang sama, sangat kuat hingga Zoeya tak mampu untuk berontak.

"Tenang, sayang, jangan melawan. Oke?" ucap orang itu dengan suara rendah. Tepat di telinga kanan Zoeya.

"HEY! KAMU APAIN SISWI SAYA?!"

Pekikan itu membuat orang di depan Zoeya berdecak, tanpa mengubah posisinya, pria itu menoleh ke ujung gang. Menemukan 3 orang guru pria dan 2 guru wanita yang sekarang menatap mereka dengan penuh kemarahan.

"Sial! Cabut! Jangan sampai ketangkap!" Orang itu memerintah. Tubuhnya ia jauhkan dari Zoeya, lalu berlari semakin masuk ke dalam gang.

Guru-guru itu tak tingal diam, karena sekarang mereka ikut berlari dan mengejar. Dua guru wanita menghampiri Zoeya dengan gurat kekhawatiran yang tak bisa mereka sembunyikan.

Zoeya meluruh sekarang, berjongkok dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya. Malu, takut, marah, benci. Ah, perasannya campur aduk sekarang. Air mata semakin deras keluar dari pelupuk kala gadis itu merasakan elusan lembut penuh kasih di kepalanya. Pecah sudah! Tangisan Zoeya sekarang pecah, membuat salah satu guru itu memeluk dirinya.

----🛹🛹🛹----

Hueeeee, Zoya sayang kenapa bisa kamu ngalamin itu lagi, sih?! Ah, Dikta juga berengsek banget. Masa iya nggak mau nolongin Zoeya?! Ish, kesal sudah. Huhuhu.
Btw, ini nggak nyampe seribu loh.
Eh, iya, maap kalau feelnya enggak ada. Huhuhu, tapi aku kok sedih? Ah, semoga aja kalian suka. Pai-!,
Kritik, saran, vote, dan komentar selalu aku nantikan loh miskah-!

23.07.2021

----TBC----

My Bad Neighbor (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang