MBN 36

4.7K 376 6
                                    

Kaki berlapis sepatu merek ternama super mahal terlihat melangkah beriringan dengan kaki lainnya yang juga berlapis sepatu tak kalah mahal. Satu dari dua pemilik kaki itu saat ini tengah mendekap sebuah peta dunia super lebar yang digulung hingga bisa ia pegang. Lantai tiga SMA Cakrawala adalah tempat mereka berjalan saat ini. Beriring kicauan siswa-siswi yang berlalu lalang, keduanya seakan tak memiliki ruang sekarang. Atmosfernya sangat berbeda, ada di lingkungan kakak kelas, rasanya memang sangat tak nyaman.

"Bisa-bisanya gue mau disuruh nganterin hasil ulangan kakak kelas dan berujung nganterin peta ke kakak kelas yang lain. Aduh, ini gue malu tahu, kita macem nggak ada harganya di sini."

Alkana, salah satu dari mereka membuka suaranya, sejak tadi gadis yang satu itu tak bisa mengangkat kepalanya. Dia benar-benar merasa aneh saat ini. Atmosfer asing yang menekan tubuhnya, sangat membuatnya tak nyaman.

"Gue juga setuju, Na, padahal ini bukan pertama kali gue ke sini. Tapi tetap aja daerah kekuasaan senior beda rasanya," ungkap gadis yang satunya yang tak lain adalah Zoeya.

"Yaudah ayo lebih cepat, mana kita telat istirahat lagi," ucap Alkana. Tangannya bergerak, menelusup masuk dan menyelipkannya pada lengan Zoeya. Gadis itu juga semakin merapatkan tubuhnya pada Zoeya, lalu membuat ritme jalan yang kian dipercepat.

Tangga menuju lantai bawah sudah terlihat oleh mata, menandakan daerah kekuasaan senior IPA sebentar lagi akan mereka tinggalkan. Alkana mulai menarik tangannya, berhenti menggandeng Zoeya dan sedikit menjauhkan tubuhnya.

"Akhirnya, Ya Gusti, kita turun," ucap Alkana tampak senang.

"Kita berle--"

"WOY MINGGIR WOY!'

Zoeya tak bisa merampungkan kalimatnya saat teriakan menggelegar itu menyapa telinganya. Dirinya juga Alkana sontak menoleh ke belakang, melihat siapa yang berteriak barusan. Mata Alkana melebar saat seseorang berlari dengan kecepatan luar biasa ke arah mereka. Darah segar tampak mengucur dari hidung dan pelipisnya, rautnya begitu menyeramkan dengan kulit wajah yang memerah. Di belakangnya ada orang lain yang mengejar dengan tongkat yang ia acungkan. Orang itu kian dekat, dengan laju larian yang sama sekali tak diperlambat. Harusnya Alkana dan Zoeya menyingkir, harusnya mereka bisa menggerakan kakinya dan memberi orang-orang itu jalan, namun pada kenyataannya mereka terlalu shock sekarang. Kaki mereka kaku, tak bisa digerakan seolah terpaku pada lantai.

"Zo-zoya." Alkana berucap perlahan, sebagian otaknya seperti tak berfungsi sekarang. Dirinya tahu ada bahaya, namun entah kenapa dia malah sulit untuk menyingkir.

Saat orang penuh darah itu beberapa meter lagi akan menghantam tubuh mereka, jauh di luar dugaan, seorang pemuda dengan skateboardnya meluncur sangat cepat dari arah yang sama, melewati pria yang membawa tongkat bisbol, lalu melewati pria penuh darah. Seraya meloncat dari papan skatenya, dia menarik tangan Alkana, membuat gadis itu tersungkur menjauhi tangga. Setelahnya dia mendorong Zoeya, membuat dirinya menabrak tembok hingga menghasilkan suara. Beruntung pemuda itu gesit menempelkan punggung tangannya pada tembok, membuat kepala Zoeya terlindungi karenanya.

Kejadian singkat itu terjadi begitu saja, membuat Zoeya mengerjap-ngerjapkan matanya. Dikta adalah objek pertama yang ia lihat, pemuda yang nyaris menempel padanya itu sekarang tengah terenggah-enggah dengan mata yang menusuk netra Zoeya. Tanpa diduga, satu tangan Dikta menangkup pipinya, raut khawatir bisa Zoeya lihat mendominasi Dikta.

"Nggak papa, kan?" tanya Dikta cepat, dirinya masih sibuk terenggah-enggah mengatur napasnya.

Zoeya menggeleng pelan, kakinya mendadak lemas saat ibu jari Dikta mengelus pipinya.

Suara sesuatu yang jatuh menghantam lantai membuat perhatian mereka teralihkan. Dikta menoleh ke bawah, melihat pria penuh darah yang tersungkur di bawah tangga dengan pinggang yang berada di atas papan skate miliknya. Melihat pria itu, kemarahan langsung mendominasi dirinya. Dia menjauh dari Zoeya, kemudian bergerak menuruni tangga. Dia menendang punggung pria yang membawa tongkat bisbol yang juga tengah menuruni tangga dengan hati-hati, membuat orang itu juga terjatuh dan menggelinding ke bawah tangga. Dengan kemarahan yang semakin menguasai dirinya, Dikta sekarang sudah berada di bawah tangga. Tanpa ba bi bu, pria itu menendang skateboardnya, membuat benda itu terlepas dari pinggang si pria. Kini Dikta berlanjut menindih orang di bawahnya, mencengkeram kuat kerah orang itu dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya mengepal dan langsung menghantamkan bogeman pada wajahnya yang padahal sudah penuh luka.

Raut menyeramkan Dikta membuat orang itu semakin tak berdaya, dia tak melawan atau sekedar meminta ampunan. Dia tahu siapa Dikta, dia jelas mengenal adik kelasnya itu yang jauh lebih hebat darinya.

"LO KALAU MAU BERANTEM JANGAN CELAKAIN ZOEYA BANGSAT!" teriak Dikta murka. Dia masih tak mau berhenti memukuli wajah pria di bawahnya. Padahal sudah jelas kalau ia tak berdaya. Berkat pukulannya itu, bisa dipastikan kalau hidung si pria sudah patah sekarang.

Bughh

Dikta berhenti memukul, wajah bengisnya itu sekarang menoleh ke belakang, melihat pria bertongkat bisbol yang baru saja memukul punggungnya. Berani, dia sangat berani karena melakukan itu pada Dikta.

Dikta sekarang berdiri, melepaskan pria yang seluruh wajahnya sudah terluka. Rahang pemuda itu kian mengeras, tatapannya menusuk tajam bak elang pada pria bertongkat bisbol yang sekarang memasang raut menantang padanya.

Tanpa aba-aba Dikta melompat, menghantamkan kakinya pada kepala orang di depannya hingga dia oleng di tempat. Gerakannya yang cepat membuat lawannya jelas tak bisa mengelak.

Seringgai menyebalkan si pria perlahan lenyap, kini dia tampak marah karena Dikta berhasil melukainya. Orang itu mengayunkan tongkat bisbolnya, hendak memukul Dikta namun tentu saja tak akan bisa. Begitu benda keras itu melayang padanya, tangan Dikta segera memegangnya, mencengkeramnya kuat hingga pemiliknya tak bisa menariknya. Masih dengan wajah beringasnya, Dikta menggerakan kakinya, menghantam perut lawannya dengan tempurung lutut. Setelahnya dia mendorong tongkat bisbol yang masih di genggamnya dengan keras. Begitu kepalan tangannya hendak melayang pada rahang si pria, tangan yang lebih kecil darinya menahannya, menutupi kepalan tangan Dikta dengan kedua tangannya yang terbuka. Dikta menoleh ke samping, melihat Zoeya yang sekarang menggeleng kecil padanya.

"Lepas!" pinta Dikta tajam.

Lagi-lagi Zoeya menggeleng, dia berusaha menekan tangan Dikta agar kembali ke sisi tubuhnya. "Gue nggak apa-apa. Jangan berantem di sekolah," ucapnya.

Dikta berdecak, entahlah kenapa, tapi amarahnya sekarang mulai melunak. Pria itu menurunkan tangannya, membuat Zoeya bernapas lega. Sedari tadi gadis itu melihat tingkah Dikta, memperhatikannya tanpa tahu harus berbuat apa. Baru setelah beberapa saat dia memberanikan diri untuk turun tangan dan menghentikan Dikta. Bel tanda berakhirnya istirahat sebentar lagi akan berbunyi, dan itu artinya para guru akan segera kembali mengajar di kelas. Dirinya tak mau kalau sampai tingkah Dikta diketahui guru sekolah. Meski ia tahu guru-guru sudah terlanjur menilainya jelek, tapi tetap saja dia tak mau nama Dikta semakin buruk saja karena kedapatan menghajar dua kakak kelas di bawah tangga pertengahan lantai tiga.

Dikta sekarang bergerak, melangkah ke arah skateboard miliknya, merunduk, kemudian mengambil benda beroda itu. Setelahnya pria itu kembali pada Zoeya, mengambil tangan gadis itu dan menariknya. Membawanya pergi turun ke lantai pertama tanpa memperdulikan yang lainnya.

Zoeya yang tiba-tiba ditarik dan dipaksa jalan kini menoleh ke belakang, ke arah Alkana yang sejak tadi diam memperhatikan. Lewat gerakan mulutnya, gadis itu meminta maaf pada Alkana, menyuruh gadis itu untuk melaksanakan tugas sendiri saja.

Sedangkan di sisi Alkana, gadis yang diberi wasiat untuk menjaga peta dunia dari Zoeya itu hanya bisa menghembuskan napas gusar. Hey, dia harus mengantarkan benda ini ke senior IPS di gedung sebelah seorang diri. Oh, celakalah dia!

----🛹🛹🛹----

Sungguh! Sejauh ini cuma part ini yang bikin aku mikir lama banget pas nulisnya. Ini tuh, yah, adegannya udah tergambar jelas dan mulus di kepalaku, tapi pas mau dituangin ke tulisan, bingungnya bikin aku merenung. Jadi mohon maaf kalau adegan di part ini membingungkan kalian. Hshshhs. Doakan aja semoga aku makin jago nulisnya, biar enggak membingungkan pembaca. Asek-asek.
Oh, iya, ayo doakan Alkana semoga dia bisa mampir ke wilayah senior IPS di Cakrawala. Btw, aku tuh sama cem mereka, nggak bisa mampir ke wilayah senior karena merasa nggak nyaman aja. Kek, kek, kek, kek gimana gitu. Aneh aja!
Kritik, saran, vote, dan komentar selalu aku nantikan, loh, miskah-!

22.07.2021

----TBC----

My Bad Neighbor (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang