MBN 49

4.2K 323 13
                                    

Setelah mengucap terima kasih pada Pak Ahmad, Zoeya menurunkan dirinya dari dalam mobil Limosin dan menggerakan kakinya menuju pintu utama rumahnya. Saat ini gadis itu baru pulang sekolah.

Berhubung moodnya sangat jelek, dia memilih untuk meminta Pak Ahmad menjemputnya. Dia juga menolak ajakan Karei yang tadi juga menjemputnya. Bukannya apa-apa, dia sangat tak ingin pulang bersama Karei tadi. Karena dia tahu, Karei tidak akan langsung memulangkannya. Kalau tidak mampir ke kedai seblak, ya, pasti jalan-jalan keliling kota hingga mentok di taman atau cafe ternama.

Langkah kaki Zoeya terhenti di bawah tangga saat suara Orion menyapa telinganya. Anak itu sekarang berlari kecil ke arah Zoeya dengan sebuah buku tulis di genggamannya.

"Kak Zoya! Kak Zoya! Kak Zoya!" Panggil anak itu tampak sangat riang.

Saat sampai, Orion mengulurkan buku yang ia bawa ke arah Zoeya, memperlihatkan lembaran kosong pada Kakaknya itu. "Katanya aku disuruh bikin cerita bareng keluarga di sini. Karena Bunda sama Ayah nggak ada, Kak Zoya bantuin aku, dong," ucapnya memberitahu tujuannya menghentikan Zoeya.

Zoeya yang moodnya berada di bawah rata-rata, malah memutar matanya. Tindakannya itu membuat Orion langsung kehilangan semangatnya. Kalau sudah begini, dia tahu Kakaknya pasti akan menolak. "Ada Mbak Sari. Minta tolong aja sama dia," balas Zoeya dengan kaki yang kembali ia gerakan menaiki tangga.

Orion memanyunkan bibirnya. "Tapi kan disuruhnya sama keluarga!" teriak Orion namun tak dipedulikan Zoeya.

Kini Zoeya sudah ada di depan pintu kamarnya, membukanya, lalu masuk ke dalam, dan kembali menutup pintu. Tanpa membuka sepatu dan tasnya, gadis itu langsung menjatuhkan tubuh lelahnya ke atas kasur besar super empuk miliknya. Huh, padahal dia pulang naik mobil, tapi kenapa bisa tubuhnya terasa begitu lelah?

Seperti hari-hari sebelumnya, nama dan sosok Dikta tak pernah lepas dari kepalanya. Oh, bahkan hari ini Dikta lebih jelas dan lebih sering ada di kepala dan hatinya.

Zoeya memejamkan matanya, lalu menepuk-nepuk kedua pipinya dengan keras. Hey, itu pasti menyakitkan. Tapi persetan, ia harus melakukan itu sebagai upaya pengusiran Dikta dari pikirannya.

Pintu kamar Zoeya terdengar dibuka, membuat pemiliknya membuka mata. Zoeya langsung mengarahkan pandangannya ke arah pintu, melihat siapa yang sudah berani masuk tanpa terlebih dahulu mengetuk. Orion menjadi objek pandangan Zoeya sekarang, adiknya itu melangkah gontai menuju ranjangnya masih dengan buku di genggamannya.

"Kak Zoya ayo bantuin aku," pinta Orion seraya menggerak-gerakan kaki sang kakak yang terlapisi sepatu.

Zoeya berdecak, gadis itu mengambil salah satu bantal empuknya, lalu menyimpan itu di atas wajahnya. Berusaha untuk tak memperdulikan permintaan Orion padanya.

"Kakak, ih, bantuin aku!"

"Kak Zoya!"

"Kakak!"

"Kak Zoya bantuin aku!"

"KAK ZOYA!"

Rengekan Orion semakin menjadi saja, anak kecil itu sekarang bahkan naik ke atas kasur Zoeya, menyingkirkan bantal yang menutupi wajah kakaknya, lalu menguyel-uyel pipi mulus Zoeya.

Zoeya berdesis, dia menyingkirkan tangan kecil Orion dari wajahnya, lalu mulai mengangkat tubuh bagian atasnya. Memposisikan dirinya menjadi terduduk di atas ranjang. Gadis itu menatap adiknya, lalu membuka suara. "Rion, biarin Kakak sendiri, ya? Kakak minta tolong sama kamu. Kakak lagi nggak bisa bantuin kamu," ucapnya berusaha memberikan Orion pengertian.

"Ish, kenapa enggak mau bantuin aku? Ayolah, Kak, tugas aku harus Kakak bantuin," balas Orion yang masih keras kepala.

"Rion, pliss, ya? Kakak nangis kalau kamu nggak pergi. Kakak lagi pusing Rion, Kakak capek mau istirahat," tutur Zoeya seraya mengusap kepala adiknya. Kalau Zoeya memarahinya Orion akan semakin mengganggunya, jadi gadis itu memilih jalan teraman saja. "Ada Mbak Sari, dia juga bagian keluarga kita. Minta tolong Mbak Sari aja, ya?"

My Bad Neighbor (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang