Zoeya memeluk dirinya sendiri saat dia dan dua temannya berjalan di koridor dengan tujuan utama menuju kantin. Hujan kembali turun hari ini, mengguyur SMA Cakrawala dan seisi kota. Zoeya yang tak membawa baju hangatnya merutuki itu. Bisa-bisanya dia lupa tentang ramalan cuaca padahal itu selalu ia lihat begitu membuka ponsel.
"Buset, dingin gue," ucap Tasya yang sekarang menggosok-gosokan kedua tangannya.
Musim hujan yang terjadi tak tepat pada waktunya, membuat tubuh mereka tak siap. Karena biasanya cuaca di tempat mereka sangat panas, jadi kala diberikan suhu yang sedikit rendah, mereka jadi tak terbiasa. Itulah sebabnya ketiga gadis itu merasa cukup tersiksa. Ah, bukan hanya mereka, mungkin semua orang di dalam kota.
"Iya dingin, kata siapa panas, Ica," balas Alkana yang juga melakukan hal serupa dengan Tasya. Menggosokan kedua tangannya.
"Omegat, gue otw beli bakso berkuah ini," ungkap Tasya.
Zoeya tak ikut berbicara, dirinya sedang sibuk mengusap lengannya sendiri saat ini. Tak memperdulikan perbincangan tak penting dua orang di samping kirinya.
Suara roda yang melaju menyapa telinga Zoeya, membuat gadis itu tahu akan ada seseorang yang dikenalnya melewatinya. Koridor memang tak seramai biasanya, membuat gadis itu bisa mendengar suara roda meski samar-samar saja.
Suara itu semakin dekat, membuat Zoeya tertarik untuk menoleh ke samping kanannya. Saat itu juga sebuah benda hitam langsung terarah padanya, dilemparkan seseorang hingga menutupi kepalanya.
"Pake!" Kata itu terdengar, hanya sekilas melewati telinganya. Sangat pelan, membuat Zoeya yakin kalau hanya dirinya yang mendengarnya.
Zoeya kembali melihat ke depan, memperhatikan seorang pria berskateboard yang baru saja melewatinya. Gadis itu mengangkat tangannya, memegang hoody hitam yang masih ada di kepalanya. Dia menggigit pipi bagian dalamnya, menahan senyum yang entah kenapa tak mau ia perlihatkan.
"Lah, Ya, sejak kapan elo bawa hoody? Lo bisa sulap, Ya?"
Ah, rupanya kedua teman gadis itu tak menyadari kejadian singkat barusan. Zoeya menurunkan hoody itu. "Rahasia," ucapnya seraya mulai memakainya, persis seperti yang disuruh pemiliknya.
"Ngomong-ngomong, tadi Leon lewat, ya? Gara-gara sibuk ngatain Ica gue sadarnya waktu dia udah jauh di depan," tutur Alkana yang memang beberapa saat lalu heboh sendiri mencibir Tasya.
Zoeya yang selesai memakai hoody, mengangguk seraya membenarkan rambutnya. "Iya, dia lewat barusan," ucapnya.
Secara tiba-tiba mata Alkana melebar, dia berhenti melangkah dan langsung menghadap Zoeya. Gadis itu memegang kedua lengan Zoeya, mengarahkan temannya untuk menghadapnya juga. "Jangan bilang Leon yang kasih lo hoody?!" tanyanya heboh sendiri.
Zoeya tak menjawab, gadis itu malah menggidikan bahunya dengan bibir yang menahan senyuman. "Rahasia," ucapnya lalu melepaskan tangan Alkana dari tubuhnya. Gadis itu kembali melangkah, meninggalkan dua temannya yang masih terpaku di tempat. Hey, mereka butuh penjelasan!
----🛹🛹🛹----
Zoeya mengernyitkan dahinya kala motor Dikta yang ia tumpangi berhenti di parkiran suatu bangunan yang tampak asing baginya. Ini memang masih di daerah kota, namun rasanya Zoeya tak pernah tahu ada bangunan seperti ini sebelumnya.
Meski heran, namun Zoeya tetap turun dari motor Dikta, menoleh pada lelaki itu kemudian bertanya, "Tempat ini--"
"Jangan mikir aneh-aneh, ini Skatepark. Tempat gue biasa main skate kalau indoor," potong Dikta sebelum Zoeya merampungkan perkataannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Neighbor (END)
Teen FictionBagi Zoeya, Dikta itu hanya berandal sekolah yang kebetulan bertetangga dengannya. Sedangkan bagi Dikta, Zoeya adalah orang asing yang senang mengurusi dan mencari muka dengannya. Tidak-tidak, Zoeya tidak mungkin mau mengurusi Dikta kalau dia tidak...