Semut Hitam dan Penjual Roti

5 1 0
                                    


Dengan keenam kakinya, semut itu lari tergopoh-gopoh menghindari kematian. Dua ekor anaknya yang masih tersisa ia tuntun sebisa mungkin. Satu diantara dua anak semut itu kakinya telah patah. Langkahnya pun tertatih-tatih. Susah payah mereka menghindari langkah kaki manusia yang hilir mudik di depan toko. Saudara-saudaranya yang lain telah tewas tergilas hempasan sapu lidi karyawan toko roti yang baru bekerja itu. Karyawan baru itu memang begitu trengginas menghalau sampah dan kawanan semut. Kabarnya karyawan lama dipecat karena tak becus mengusir kawanan semut itu. Sebagai tempat yang menjadi sumber pangan, selalu saja ratusan bahkan ribuan semut berduyun-duyun dari berbagai arah menuju ke toko itu. Binatang-binatang mungil itu mengais sisa-sisa roti yang tercecer di samping tong sampah atau sisa yang dimakan karyawan secara sembunyi-sembunyi.

Ketika telah berhasil melewati pagar dan masuk gorong-gorong bawah tanah, napas mereka terengah-engah. Seolah-olah tenggorokannya dicekik oleh sesuatu yang menyakitkan. Anak semut hitam yang patah kakinya itu pun tak sanggup lagi meneruskan perjalanan. Suasana gorong-gorong gelap itu terasa semakin mencekam. Andaikan manager toko itu tidak berencana menyemprotkan obat semut pasti semut-semut itu lebih memilih tetap tinggal di situ. Sayang sekali, kepemimpinan toko yang telah berpindah tangan pada manager baru itu ternyata berimbas pada banyak hal. Tak ada lagi makan siang buat karyawan. Semut-semut yang biasanya dibiarkan bebas berkeliaran di area toko kini dikejar-kejar. Bahkan karyawan yang secara sembunyi-sembunyi melindungi semut-semut itu pun dipecatnya kemarin.

Karyawan baru yang trengginas itu telah bersiap menyemprotkan cairan obat semut setelah menyapu halaman. Kakinya yang jenjang mondar-mandir di halaman dan sudut-sudut toko sembari menyemprotkan obat. Dan di dalam gorong-gorong, ibu dari kedua semut itu telah demikian panik. Anaknya yang pertama terlalu lemah untuk ia ajak menggendong adiknya yang cedera. Sementara itu bau obat semut itu semakin menusuk-nusuk hidungnya. Semut itu kemudian menyuruh anak pertamanya untuk segera pergi menyelamatkan diri. Dia sendiri merasa tak mungkin untuk meninggalkan buah hatinya sendirian dalam keadaan demikian. Seraya memohon datangnya pertolongan, ia selimutkan sesobek tisu untuk melindungi anaknya dari cairan mematikan itu.

Suasana gorong-gorong itu telah sepi sejak semalam. Berita akan adanya semprotan obat semut itu lebih dulu mengusir para penghuninya. Kebanyakan dari mereka sudah memiliki cukup cadangan makanan sehingga tak perlu banyak pertimbangan untuk segera meninggalkan gorong-gorong. Lain halnya dengan semut itu, dia sedang memperbaiki sarang ketika teman-temannya mencari perbekalan makanan sore kemarin. Cadangan makanan yang diperoleh teman-temannya pun cuma sedikit sehingga tak enak hati jika dia harus menggantungkan diri pada kerja keras mereka.

Cerita itu kembali terngiang-ngiang di kepalanya. Tadi malam tetangganya mengatakan bahwa sebentar setelah toko ditutup seekor semut yang bekerja sebagai telik sandi pulang memberitahu kabar akan adanya penyemprotan. Telik sandi itu pun bertindak cekatan. Teman-temannya ia ajak mencari perbekalan untuk kemudian pergi menyelamatkan diri. Celaka tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih, ibu semut dan beberapa anaknya itu tidak bisa ikut mencari perbekalan dan justru berangkat mengais rejeki saat penyemprotan tengah berlangsung pagi ini.

Kemarin sore semut telik sandi itu memang lama berhenti di tong sampah menguping pembicaraan seorang karyawan toko yang lembut hati. Gadis yang biasanya memberi sisa-sisa roti pada mereka itu tengah bercengkrama dengan ayahnya. Biasanya dia memang pulang dijemput. Ayahnya itu selalu datang sebelum jam kerja berakhir. Dia biasanya duduk di bangku itu sembari melihat kawanan semut yang rapi berbaris atau tengah susah payah mengangkut barang. Tetapi karena sore kemarin hujan turun dengan deras mereka lantas menunggu hujan reda di bangku emperan toko itu.

"Mulai besok ayah tak akan melihat lagi ada semut berbaris di tembok ini. Tak akan ada lagi kawanan semut yang bergotong royong membawa bangkai, makanan, atau apapun yang disukainya di tempat ini," kata karyawan itu pada ayahnya.

Dan Sepatu pun MenertawakankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang