Setelah Kematian Mbah Lasemi

10 2 0
                                    

Setelah pemakaman Mbah Lasemi selesai suasana rumah duka yang berada di bawah bukit itu kembali riuh. Ngalimin, putra pertama dari almarhumah Mbah Lasemi mengeluhkan gawai miliknya telah hilang. Padahal gawai itu baru dibelikan tiga minggu yang lalu oleh putra pertamanya yang bekerja di perusahaan batu bara di pulau Kalimantan. Tidak hanya seberapa mahal atau siapa yang membelikan yang menjadi penyebab Ngalimin begitu bersedih atas kehilangan alat multi fungsi itu. Pasalnya, dalam situasi pandemi yang belum normal ini keberadaan gawai merupakan sebuah keharusan untuk menunjang sekolah putra bungsunya yang masih berada di kelas tujuh SMP.

"Kenapa Bapak bawa HP ke kuburan to?" protes anaknya yang kemudian tak dijawab oleh Ngalimin. "Pokoknya harus dibelikan lagi!" rengek Hariri, anaknya yang terakhir. Ngalimin pun bertambah panik.

"Nanti Farhat bagaimana kalau mau menghubungi kita Pak?" Ndalikem atau Bu Kem, istri Ngalimin satu-satunya itu tak kalah panik sekaligus geram dengan kecerobohan suaminya.

"Apa jenengan ikut masuk ke liang lahat tadi Pak De?" tanya Kaliber, ponakan Ngalimin yang nama aslinya Khaibar itu.

"Iya Le. Tapi tadi sudah saya cari di pemakaman dan tidak ada," dengus Ngalimin yang kini bersandar di tembok meratapi malang nasibnya, ibunya meninggal dan gawainya hilang pula.

"Coba saya cari ya Pak De," timpal Kaliber, pemuda berkacamata minus tiga itu mengeluarkan laptop dari tasnya.

"Nggak usah Le, hujan-hujan begini kok," sahut Ngalimin.

"Cuma cari di laptop kok Pak De," ucap Kaliber berikutnya.

"Ono-ono wae Ber-Ber, hilang di kuburan kok nyarinya di laptop. Wes, nggak masuk blas!" timpal Ngalimin sembari memegangi jidatnya yang mulai penuh dengan keriput.

Orang-orang desa itu hanya melongo, antara kagum dan juga penasaran atas apa yang dilakukan oleh cucu Mbah Lasemi satu-satunya yang mengenyam pendidikan tinggi itu. Kaliber sejak sekolah di pesantren milik Kyai Darwis dan memang sudah tampak kecerdasannya. Bahkan kini dia tengah melanjutkan pendidikan tinggi di Yogya sembari nyantri di salah satu pesantren di kota itu.

"Ketemu Pak De!" seru Kaliber yang kemudian membuat Ngalimin serentak berdiri mendekati keponakannya itu. Seketika itu pula kaliber dikerumuni oleh banyak orang yang merupakan anak-cucu Mbah Lasemi nan gagap teknologi itu.

Kaliber melacak keberadaan gawai milik pamannya itu dengan menggunakan laptopnya, dan berhasil dideteksi, ternyata ada di lokasi pemakaman. Namun sayang kebahagiaan Ngalimin tak bertahan lama setelah keesokan harinya ia cari bersama Kaliber ternyata gawai itu tidak ada di atas makam Mbah Lasemi. Mereka yakin benda itu terjatuh ke liang lahat saat Ngalimin meletakkan jenazah ibunya saat prosesi pemakaman dua hari yang lalu. Dan anak-cucu Mbah Lasemi itu pun semakin ramai membicarakan gawai milik Hariri yang ikut terkubur bersama jasad neneknya.

Tetangga yang tak tahu diri berkata bahwa terkuburnya gawai Ngalimin bersama jenazah sang ibu itu merupakan akal-akalan Ngalimin untuk membuktikan bahwa do'a yang dikirim saat tahlilan dapat sampai ke ruh Mbah Lasemi. Hal ini karena beberapa saat yang lalu putra pertama Mbah Lasemi itu baru berdebat dengan seorang anak muda yang baru pulang kuliah di Surabaya yang mengharamkan acara tahlilan. Dan dengan terkuburnya gawai itu Mbah Lasemi akan mengirim kabar jika kiriman do'a itu telah sampai, begitu kata mereka, entah cuma kelakar atau karena pikiran yang mengada-ada. Dan ada pula yang bilang Kaliber yang ahli IT itu sedang melakukan penelitian tentang kebenaran siksa ataupun nikmat kubur. Selain itu, kalau memang benar ada pertanyaan kubur pasti Kaliber yang cerdas itu dapat mengeceknya melalui laptop canggih miliknya yang tersambung dengan gawai android yang dibawa mati oleh neneknya itu.

"Sudah diihlaskan saja, Kang," tukas Ngariem, salah satu adik Ngalimin.

"HP-mu meh mok silihke Hariri nggo sekolah po Yem?" semprot Ndalikem dengan penampakan bibir yang panjangnya melebihi hidung saking geram ada yang menganggap enteng hilangnya gawai milik anaknya.

Dan Sepatu pun MenertawakankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang