Senyum di Ujung Hayat Seekor Domba

7 1 0
                                    


Desis angin yang berhembus ritmis meniup semak yang tumbuh di lembah rendah dan lereng perbukitan. Rerumputan pun ikut bergoyang tergesek angin. Beberapa ekor domba tengah asyik memakan rumput-rumput yang tumbuh menghijau di sekitaran semak belukar itu. Tidak jauh darinya, penggembala domba tengah murung duduk di bawah sebuah pohon rindang. Pemuda itu sedang memandang keindahan pemandangan pegunungan di kejauhan. Dan domba-domba piaraannya mendapati gurat-gurat kesedihan di wajah tuannya itu.

"Kenapa Habil terus melamun di sana sedari tadi?" tanya seekor domba bertubuh kurus yang penasaran melihat tingkah tuannya yang tak seperti biasanya.

"Dia baru cekcok dengan Qabil, kakaknya," jawab temannya, seekor domba yang berbadan gemuk.

"Memang kenapa?" domba pertama semakin penasaran.

"Kamu belum tahu? Makanya, jangan makan saja yang kau pikirkan. Tapi, baiklah kalau memang belum tahu, biar kau kuberitahu.Begini, Allah ta'ala mensyariatkan kepada Nabi Adam untuk me­ngawinkan anak-anaknya yang lelaki dengan anak-anak perempuannya untuk melestarikan keturunan. Kita tahu bahwa setiap kali Ibu Hawa mengandung, dilahirkan darinya dua orang anak yang terdiri atas laki-laki dan perempuan. Dan Nabi Adam hendak mengawinkan anak-anak perempuannya itu dengan anak laki-laki yang lahir bukan dari kembarannya."

"Lalu apa yang diributkan?" semakin penasaran saja domba satu itu. Alih-alih menjawab pertanyaan itu, domba gemuk justru meneruskan makan rumput yang memenuhi rongga mulutnya.

"Kau dengar suaraku?" tanya domba itu lagi, jengkel pertanyaannya tidak digubris.

"Bentar, masih makan," tukas domba gemuk selepas menelan rerumputan yang baru lahap dikunyahnya. " Nabi Adam menjodohkan Qabil dengan Labuudaa, sedangkan Habil dijodohkan dengan Iqlima. Akan tetapi Qabil menolak perjodohan itu karena ia merasa lebih berhak mendapatkan Iqlima saudara kembarnya yang cantik itu. Tahu kenapa?" lontar domba gemuk sambil menyeringai. Domba kurus menyeringai pula sambil menggelengkan kepala, tak tahu apa jawabannya.

"Dia adalah saudara perempuanku yang dilahirkan seperut denganku, lagi pula dia lebih cantik daripada saudara perempuanmu, maka aku lebih berhak untuk mengawininya," domba gemuk menirukan ucapan Qabil pada Habil tempo hari.

Domba kurus menyimak dengan serius berita tentang tuannya ini sampai ia biarkan rumput di mulutnya berjatuhan.

"Bahkan Qabil menuduh ayahnya telah berbuat dusta. Allah tidak pernah memerintahkan pernikahan ini. Ini hanyalah kehendakmu sendiri, begitu protes Qabil pada ayahnya," domba gemuk meneruskan cerita.

"Aku sedih mendengar Habil dihalang-halangi untuk menikahi Iqlima, padahal dia pantas mendapatkannya. Kenapa kau tak ikut sedih melihat tuanmu yang baik hati itu sedih akibat perselisihan ini?" tanya domba kurus.

"Di satu sisi aku sedih juga. Tapi di di sisi lain aku merasa senang. Habil memilihku untuk menjadi kurban. Kebahagiaan apa yang melebihi kebahagiaan karena dipilih oleh seorang yang bertakwa?" domba gemuk melontar tanya.

"Kurban apa maksudmu?" tanya domba kurus.

"Karena Qabil menentang perintah ayahnya, akhirnya dibuatlah sayembara. Masing-masing dari Qabil dan Habil diminta berkurban. Dan tahukah kamu bahwa kurban yang diterima akan menjadi pemenang serta berhak menikahi Iqlima?"

"Mana kutahu?? Tapi kenapa Habil bersedih? Apakah dia takut kehilangan Iqlima?" sahut domba kurus.

"Mungkin saja, siapa yang tak takut kehilangan orang yang dicintai? Tapi mungkin juga sedih karena berselisih itu. Kenikmatan apa yang melebihi kenikmatan sebuah persaudaraan? Ah, tapi siapapun yang tidak bisa mendapatkan Iqlima memang pantas bersedih," sahut domba gemuk yang memang dekat dengan Habil.

Dan Sepatu pun MenertawakankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang