Kiai Hamdani adalah pengasuh Pondok Parakan, sebuah pesantren kecil di desa Parakan. Kiai itu mewarisi keilmuan serta kharisma bapaknya. Tak pelak, banyak orang tua tertarik mengirimkan anaknya belajar ilmu agama ke pondok yang berada di pesisir pantai selatan itu. Apalagi setelah seorang juragan tebu membangun sekolah MTs tidak jauh dari pondok itu. Pondok Parakan pun kian ramai. Dan seiring berjalannya waktu, MTs Parakan dan Pondok Parakan semakin solid. Tak lain karena ketokohan Kiai Hamdani di jajaran pengurus yayasan MTs Parakan sangatlah besar pengaruhnya. Bersamaan dengan itu, nama Kiai Hamdani juga ikut terangkat. Tamunya sekarang tidak hanya orang-orang dari kalangan bawah saja. Tokoh masyarakat, bahkan para pejabat sering bertamu ke rumah kiai muda itu. Kepribadian agung yang dibingkai dalam perangai sederhana membuat sosoknya dihormati sekaligus dicintai banyak orang.
Sebenarnyalah Kiai Hamdani merupakan seorang yang sederhana. Selain menjadi pengasuh pondok, dia juga seorang petani yang menanam berbagai jenis tanaman. Tak hanya menafkahi keluarga, Kiai Hamdani juga menghidupi santri-santri yang kurang mampu. Putra mendiang Kiai Hamid itu merupakan sosok yang istiqomah dalam mengajar santri. Sore dan malam jadwal mengajarnya di pondok itu tak pernah ia tinggal. Seusai mengaji kitab mukhtarol ahadits bakda subuh dia selalu berdzikir di surau pondok hingga waktu dhuha tiba. Setelah itu dia langsung berangkat ke sawah. Ketika pagi, Kiai Hamdani tidak pernah menengok apakah istrinya sudah masak ataukah belum karena sudah bertahun-tahun pengasuh Pondok Parakan itu puasa mutih.
Seperti biasa, matahari baru sepenggalah naik ketika Kiai Hamdani berangkat ke sawah. Rerumputan di jalanan setapak yang ia lalui juga masih basah oleh embun. Langkahnya cepat melewati jalan berliku diantara pematang sawah. Ketika sampai, kiai muda itu langsung turun ke sawah. Dan bulir-bulir keringat segera membasahi bajunya. Tangannya yang kekar mengayunkan cangkul membuat parit kecil untuk mengaliri pematang paling bawah yang sering tidak kebagian air ketika hujan mulai jarang turun. Untuk pekerjaan-pekerjaan ringan memang Kiai Hamdani tak pernah menyuruh santrinya. Tapi jika ada pekerjaan yang tidak cukup dikerjakan sendirian maka para santri akan diajaknya turut serta. Ketika musim tanam padi misalnya, sebagian besar santri putri diajak turun ke sawah. Sedangkan musim panen biasanya dikerjakan oleh para santri putra. Santri- santri itu juga diajari cara menanam sayur-sayuran. Tak heran jika santri alumni pondok parakan rata-rata pandai bertani.
Setelah selesai membuat parit kecil tadi Kiai Hamdani beralih menengok tanaman sawi, terong, cabai dan beberapa jenis sayur lainnya. Hasil jerih payah santri-santrinya itu ternyata tidak mengecewakan. Tanaman hijau itu tumbuh dengan suburnya. Nantinya, sebagian sayur-sayuran itu akan dikonsumsi sendiri oleh para santri. Adapun jika ada lebih, maka akan dijual. Dan uang penjualan hasil pertanian itu kemudian dimasukkan ke kas pondok untuk membayar listrik dan air. Kiai Hamdani memang telah menyediakan sepetak lahan khusus yang dikelola untuk kepentingan pondok dan para santri.
Kiai Hamdani lantas beristirahat di gubug, memandang pematang-pematang sawah yang menghijau seraya memutar tasbih dalam sanubarinya. Putra Kiai Hamid itu membisikkan dzikir lirih. Dan hatinya bertambah khusyuk menyenandungkan rasa syukur tatkala memandang keindahan ciptaan-Nya. Tak berapa lama kemudian dari kejauhan tampak seorang santri berjalan menuju ke arahnya. Santri itu berjalan sambil menyingsingkan sarung untuk menghindari basahnya embun rerumputan. Detik berikutnya dia telah sampai ke gubug. Santri yang masih belia itu menyalami Kiai Hamdani dengan tubuh membungkuk.
“Kenapa menyusul ke sini Kang Rouf?” dengan kalem Kiai Hamdani bertanya.
“Maaf mengganggu istirahat Kiai. Ada sesuatu yang hendak saya sampaikan,” tukasnya.
“Apa?”
“Ada tamu bapak-bapak yang hendak bertemu, Kiai.”
“Ada keperluan apa?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Sepatu pun Menertawakanku
Short StoryBerisi tentang cerpen-cerpen yang pernah kutulis, kebanyakan pernah dimuat oleh duniasantri.co. "Dan Sepatu pun Menertawakanku" merupakan cerpen yang dipakai sebagai nama buku antologi cerpen yang diterbitkan oleh duniasantri.co. Selamat membaca...