Mencari Jejak Pencuri

10 0 0
                                    

Mobil terus melaju diiringi gerimis dan udara dingin. Di tepi jalan, kulihat sekelompok anak kecil tengah bermain bola di sebuah lahan kosong. Di bawah rintik gerimis, ditambah lapangan yang becek, anak-anak itu terus bermaian dengan riang. Canda tawa mengiringi gerak lincah mereka.Toha mengurangi kecepatan. Ketika bola plastik itu terlempar ke tepi jalan, Toha mengerem. Dia bergegas turun. Entah apa yang akan dilakukannya.

"Akan kutanyakan jejak pencuri itu pada anak-anak kecil ini, Gus," gumamnya seperti mengerti apa yang sedang kupikirkan. Tak berapa lama Toha masuk kembali ke dalam mobil.

"Apa kata anak kecil itu?" tanyaku penasaran.

"Dia tidak menyusuri jalan ini. Kita kejar ke mana lagi, Gus?" tanya Toha bersungguh-sungguh.

"Kita telusuri jalan kecil ini dulu. Sambil cari masjid untuk salat." Aku menjawab setelah lama berpikir. Kami pun kembali meneruskan perjalanan. Senja bersaput mendung yang menaungi hamparan bumi semaki tampak suram.

Tidak jauh dari lapangan becek itu kami diadang persimpangan jalan. Lagi-lagi Toha bertindak cepat. Dia segera turun saat melihat beberapa orang sedang nongkrong di tepi jalan. Pasti dia akan bertanya tentang montir itu pada mereka, batinku. Kunantikan dia dengan hati pasrah. Petang mulai menyelimuti sudut-sudut perkampungan. Lampu-lampu di tepi jalan sudah menyala menghalau gelap. Tak berapa lama toha telah berada di sampingku memegang kendali setir.

"Jejaknya semakin sulit ditemukan, Gus. Dia tidak lewat sini," bisiknya dengan ekspresi wajah jengah. Aku semakin lemas dan putus asa.

Mobil kembali melaju. Jalan perkampungan yang sempit tak memungkinkan mobil bisa melaju dengan kecepatan tinggi. Kupejamkan mataku sembari merapal doa dalam hati. Kutelusuri alur ceritaku hari ini. Semua episode kehidupan akan melaju atas seizin-Nya. Suara sahutan adzan mendayu di telingaku. Aku semakin dalam menekuri diri. Perut lapar serta perasaan cemas seperti melemahkan nafsuku untuk terus berpikir dan menduga-duga perilaku jahat orang-orang di sekitarku.

"Kita berhenti di masjid depan sana," perintahku dengan suara lemah.

"Kita akan semakin jauh kehilangan jejaknya, Gus," sahut Toha. Air mukanya terlihat gusar.

"Kita salat dulu," tegasku.

"Di depan sana bertebaran masjid-masjid di tepi jalan." Toha bersikukuh.

"Cari suara pujian salawat itu. Kita salat di sana." Aku pun bersikukuh.

"Bukankah istrimu sudah menyiapkan makanan spesial, Gus? Kamu mau mengecewakannya?"

Kutahan emosi untuk tidak memuntahkan amarah pada bawahan yang satu ini. Aku cukup menghargainya sejauh ini. Walau dia sopir pribadiku, tapi aku mempekerjakannya atas dasar kemauannya untuk insaf dari hitamnya masa lalu yang dia jalani. Selain itu, dia bawahan yang paling dekat denganku karena selalu mengawal ke mana pun aku pergi.

"Turuti kataku. Kita salat di masjid terdekat." Aku berkata pelan setelah berusaha meredam emosi.

Mobil menyisir sebuah jalan sempit yang menuju ke arah masjid dengan kecepatan rendah. Rumah penduduk semakin jarang. Rumah-rumah sederhana itu tampak lengang di ujung senja yang beranjak gelap. Terlihat beberapa anak kecil tengah berjalan menuju masjid di ujung gang itu. Mereka berjalan beriringan sambil menenteng kitab. Di depan sana terlihat sebuah menara berdiri menjulang. Di ujungnya bertenggerlah beberapa speaker yang bersuara cukup lantang. Seketika aku teringat pada masa kecil yang kuhabiskan di kampung halaman. Ayahku yang seorang kiai kampung dengan puluhan santri setiap hari hidupnya dikelilingi oleh anak-anak kecil seperti mereka.

Semakin mendekati masjid kenangan di masa lalu itu semakin deras melintas dalam ingatanku. Sekolah ibtidaiyah dan tsanawiyah kuhabiskan di kampung halaman sembari belajar agama pada ayahku sendiri. Karena melihat nilaiku di sekolah selalu terbaik, ayahku mengizinkanku untuk belajar di sebuah pesantren modern di kota ketika masuk jenjang aliyah. Berkat nilai lulusan terbaik aku lantas dapat beasiswa melanjutkan kuliah di sebuah perguruan tinggi bergengsi di kota itu.

Dan Sepatu pun MenertawakankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang