Sesosok bayangan datang menyelinap, membangunkan tidur makhluk bulat yang dipenuhi serabut yang sedang rehat di balai kebesarannya. Makhluk itu mengamati siapa yang datang. Anak -cucunya banyak sekali dan membuatnya pangling pada yang satu ini.
"Untuk apa kamu datang kemari?" sambutnya.
"Saya hendak konsultasi," sahut tamu itu.
"Silahkan. Hmmm. Kau tampak lelah dan kusut. Nampaknya baru perjalanan jauh. Silahkan diminum dulu kopinya."
Si Cucu mengambil gelas yang sudah tersedia di meja. "Terima kasih Mbah," sahut Si Cucu sambil menyeruput kopi. "Sruuut! Segar sekali Mbah."
"Sudah hilang pening di kepalamu Cucuku?" tanya Mbah Buyut penuh perhatian.
"Sekali lagi terima kasih Mbah. Sudah mendingan. Sebenarnya saya tak perlu disambut begini mulya."
"Sudah sepantasnya kau mendapat kemulyaan ini cucuku. By the way, siapa namamu?"
"Terima kasih Mbah. Saya Corona."
"Owh, Corona yang terkenal itu? Sudah sebesar ini kamu sekarang? Bukankah kau yang diangkat jadi jendral menggantikan SARS yang gagal tugas itu? Sepak terjangmu kudengar cukup bagus. Mantab!"
"Pertarungan belum berakhir Mbah. Belum layak untuk menerima pujian," jawab Corona penuh rendah hati.
"Ah, bisa saja kamu merendah. Tapi seorang jendral memang sudah seharusnya berperangai rendah hati. Baiklah Coro, kamu harus tetap optimis. Kamu datang dari mana? Sekarang dinas di mana?"
"Dari negeri yang sangat jauh Mbah. Sebuah negeri yang terdiri dari kumpulan pulau-pulau besar dan kecil yang banyak sekali. Sebuah negeri yang memproklamirkan diri sebagai negeri yang gemah ripah loh jinawi. Ijo royo-royo. Tanahnya subur. Tongkat dan kayu pun jika dilemparkan bisa tumbuh jadi tanaman. Orang-orangya beraneka ragam. Ada yang putih, coklat, hitam, lucu-lucu Mbah. Pokoknya bikin gemes."
"Owh negeri itu?" Mbah Buyut tampak terpesona dengan gaya bahasa yang disampaikan Corona, jendral perang yang sejauh ini teramat ditakuti.
"Pernah dengar Mbah?"
"Pernah-pernah. Itu negeri besar yang rapuh. Pernah Berjaya di masa lalu. Baik, lalu bagaimana dengan Croni-cronimu di Amerika dan Eropa?" tanya Mbah Buyut, ternyata orang tua itu masih lebih tertarik membicarakan negeri-negeri yang lebih besar pengaruhnya di dunia ini ketimbang negeri kepulauan itu.
"Seperti perintah Mbah Buyut. Semua Croni bergerak dengan sigap. Kami berkembang biak dengan cepat. Dan orang-orang jahat telah kami sikat."
"Bagus. Hancurkan dulu negeri-negeri yang jumawa itu. Injak-injak martabat negeri-negeri yang merasa menjadi adi kuasa di dunia. Kesombongan hanya boleh dipakai oleh Tuhan. Jika ada selain-Nya yang memaksa dan menyerobot memakainya harus segera lucuti. Permalukan mereka. Aku sudah muak dengan semua tingkah laku mereka itu. Mereka tak bosan mengadu domba negeri-negeri kecil lalu menghisap kekayaannya. Mereka juga sesumbar dengan pinjaman-pinjaman Tuhan yang mereka terima."
"Bagaimana dengan wilayah-wilayah yang masih tunduk pada perintah-Nya? Sebagian terlanjur kami serang Mbah. Mereka lengah," tukas Corona kemudian.
"Maksudmu negeri-negeri yang sibuk bertikai itu? Orang-orang yang hanya menyebut Tuhan di mulut itu? Sejatinya hati mereka tak ubahnya gurun pasir yang kering kerontang. Hancurkan saja jangan pernah ragu. Orang-orang baik yang berdiam diri di tengah carut-marutnya zaman harus pula menerima kehancuran. Paham?"
"Paham Mbah."
"Bagus. By the way, Bukankah kau dulu bertugas di negeri-negeri adi kuasa yang sibuk bertikai itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Sepatu pun Menertawakanku
Short StoryBerisi tentang cerpen-cerpen yang pernah kutulis, kebanyakan pernah dimuat oleh duniasantri.co. "Dan Sepatu pun Menertawakanku" merupakan cerpen yang dipakai sebagai nama buku antologi cerpen yang diterbitkan oleh duniasantri.co. Selamat membaca...