coercion project

207 58 5
                                    

"Nah, jadi begitu tugasnya. Kalian diskusikan dengan kelompok masing-masing bagaimana nanti konsepnya. Pengumpulan paling lama saya kasih sebulan karena memang tugasnya agak susah. Lewat dari sebulan, nilai praktek kalian kosong ya. Ini bisa memengaruhi nilai raport kalian, jadi saya harap kalian kerjakan sebaik mungkin. Ada yang ingin ditanyakan? Untuk pembagian kelompok sendiri sudah pas kan?"

"Bu..."

"Kenapa Beomgyu?"

"Kelompok saya—"

Bu Hwasa menggeleng. "Kamu bersama Chaeryeong. Tidak ada bantahan."

"Tapi, Bu—"

"Siapa yang suruh tadi ribut di kelas?"

Beomgyu mengumpat di dalam hati. Hanya karena itu Bu Hwasa membuatnya satu kelompok dengan Chaeryeong, sangat mengesalkan.

"Yang lain aja kelompoknya berempat berlima, Bu. Kok kita cuma berdua?" Giliran Chaeryeong yang protes.

"Kalian berdua kan murid berprestasi, pasti bisa dong walaupun cuma berdua. Ini hukuman buat kalian, agar kalian tidak berkelahi terus," jawab Bu Hwasa.

"Tidak boleh protes pokoknya. Harus dikerjakan ya tugasnya, mengerti kan semuanya?" lanjut Bu Hwasa.

"Mengerti, Bu," jawab penghuni kelas dengan serempak.

"Nanti kalau kalian ada kesulitan silahkan chat pribadi dengan saya, akan saya bimbing. Baiklah, pelajaran kita sampai di sini. Ingat batas pengumpulan sampai bulan depan. Tidak mengumpulkan berarti tidak mau dapat nilai. Oke, terima kasih atas perhatiannya. Selamat istirahat semuanya."

°°°°°

"Emang enak, makanya gelud aja terus." Ryujin menepuk kening Chaeryeong menggunakan buku novel pinjaman dari perpustakaan. Chaeryeong mengusap keningnya sambil cemberut.

"Kayaknya gue harus pindah sekolah," ujar Chaeryeong.

"Mau pindah ke mana? Emangnya orang tua lu izinin?" tanya Ryujin.

"Itu dia masalahnya. Tapi setiap deket-deket Beomgyu, gue kena sial mulu. Kesel banget..." keluh Chaeryeong. "Masih kesel juga kemarin dia nyirem kola ke rambut gue, meskipun udah gue bales jambak. Tapi kayak belum puas gitu," ujar Chaeryeong, wajahnya terlihat galau.

"Kenapa sih kalian gak akur aja? Gampang padahal, daripada berantem terus kan..." cetus Ryujin.

Chaeryeong menggeleng kuat, "anjirlah, mana bisa gue ama dia damai. Suruh dia ubah sifat aja kalo emang harus damai."

Ryujin menahan diri untuk tidak mencekik sahabatnya. Sesusah itu kah kalian buat akur?! Ini gue sumpahin kalian nikah juga lama-lama, batin Ryujin lelah.

°°°°°

"Kok ada ya cewek yang masih mau dideketin Beomgyu setelah kejadian kemarin?" Heeseung memandang dua orang muda-mudi yang sedang berduaan di depan kelas, mengobrol dengan asyiknya.

"Namanya juga Beomgyu. Pinter ngubah perilaku dan pinter nyari cewek polos, nanti pas udah bosen langsung keluar deh brengseknya," sahut Jeongin yang duduk di sebelahnya. "Semoga cewek itu segera dapat hidayah," lanjut Jeongin.

"Biasanya sih Chaeryeong yang bakal nyelamatin cewek-cewek korban Beomgyu. Meskipun gue sahabat Beomgyu, tapi gue gak bisa nyangkal kalo Beomgyu emang sebrengsek itu. Kapan dia tobat dah?" Heeseung masih menatap Beomgyu yang sepertinya sedang mengeluarkan jurus gombalnya, terlihat gadis yang merupakan adik tingkat itu sedang tersipu.

"Tunggu dia pacarannya sama Chaeryeong, pasti dia bakal tobat," ujar Jeongin membuat Heeseung langsung mendelik.

"Mereka damai aja udah sesusah itu, malah mau nungguin mereka pacaran? Sama aja kayak nungguin lu tumbuh tinggi," ketus Heeseung.

"Anjim, lu jangan body shaming dong!" Jeongin menggebuk pundak Heeseung, kalau sudah menyangkut tinggi badan ia sangat sensitif. Pasalnya, ia sudah melakukan banyak cara untuk menambah tinggi badan setidaknya tiga sentimeter. Tetapi tidak ada yang berhasil.

"Ya maaf, keceplosan," ucap Heeseung.

Sementara itu, di depan kelas alias tempat Beomgyu sedang melancarkan aksi perbuayaannya.

"Ya udah, nanti gue jemput. Jangan lupa pake baju yang bagus, dandanannya tipis aja soalnya lu udah cantik."

Jiheon—gadis target baru Beomgyu itu—mengangguk sambil tersenyum.

"Manis banget, sih. Pasti yang buat gula terinspirasi dari senyum lu, meskipun manisnya gula belum bisa nyamain manis senyum lu." Gombalan kesekian lagi-lagi berhasil membuat Jiheon tertunduk dengan pipi merona.

"Udah mau bel masuk, kak. Gue duluan ke kelas ya?" pamit Jiheon melihat arlojinya yang menunjukkan tujuh menit lagi bel akan berbunyi.

"Mau dianter gak?" tawar Beomgyu.

"Gak usah, kelasnya kan deket. Oke bye, kak. Ditunggu nanti malam." Jiheon melambaikan tangan seiring dengan langkah kakinya yang menjauh.

Beomgyu juga membalas dengan lambaian kecil. Setalah itu kembali masuk ke dalam kelas Heeseung, kelas lamanya.

"Berhasil gak jurus buaya lu?" tanya Jeongin.

Beomgyu terkekeh, "berhasil lah, kan gue Beomgyu. Cowok ganteng berkharisma."

Jeongin langsung mendelik tajam, Heeseung juga menatap Beomgyu dengan tatapan menghakimi.

"Masih berkharisma juga gue," celetuk Heeseung.

"Iya dah, yang tiap pagi dipanggil Kak Hee ama adkel. Kak Hee, hai Kak Hee, Kak Hee ganteng banget hari ini." Jeongin mengimitasi suara gadis-gadis yang selalu menyapa Heeseung di sekolah. Heeseung tertawa kecil.

"Jadi lu gak ikut nongkrong dong malam ini?" tanya Heeseung pada Beomgyu.

"Emang gue harus ngajak Jiheon ke tempat tongkrongan? Ogah ah, nanti kalian apa-apain lagi," jawab Beomgyu.

"Hm, ya udah kalo gak ikut. Gak usah ngatain juga, yakali kita apa-apain dia," balas Heeseung.

"Kan gue cuma khawatir," ujar Beomgyu santai.

"Padahal lu yang lebih bahaya, setan," maki Jeongin membuat Beomgyu tertawa kecil, Beomgyu tidak bisa menyanggah karena sahabatnya memang sudah tahu tebiatnya.

"Eh, jadi gimana tuh kerja kelompok lu bareng Chaeryeong?" tanya Heeseung, raut wajah Beomgyu pun berubah karena mendengar nama gadis titisan iblis itu.

"Jangan bahas itu dulu, nanti mood gue turun," kata Beomgyu dengan raut masamnya. Heeseung langsung merapatkan bibir sambil menyatukan telapak tangannya meminta maaf.

Mengapa harus satu kelompok dengan makhluk itu? Beomgyu tidak terima. Tuhan, di mana keadilan-Mu untuk hamba? batin Beomgyu.

Heterogeneous (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang