inmatch

176 52 4
                                    

Berada di perpustakaan bukanlah hal yang Chaeryeong benci, malah adalah hal yang ia suka. Membaca buku dalam ketenangan itu menyenangkan.

Namun jika berada di perpustakaan bersama dengan rival abadinya, Chaeryeong benci itu.

"Kalau ada yang tidak dimengerti tanyakan saja pada saya."

Sudah itu diawasi oleh guru pula. Chaeryeong jadi tidak bisa berbuat apa-apa.

"Cepetan nulis lu!" gumam Beomgyu kepadanya.

"Lu juga nulis, njing! Inget kata Bu Hwasa apa? Kalo ada yang gak kerja nanti dua-duanya gak dapat nilai," balas Chaeryeong.

"Iya, ini gue nulis."

Chaeryeong melihat kertas polio milik Beomgyu. Tidak ada apa-apa di sana kecuali nama kelompok mereka berdua.

Cih, tulisan macam apa itu, batin Chaeryeong.

Mereka berdua sedang dihukum oleh Bu Hwasa untuk mengerjakan tugas kelompok di perpustakaan dalam pengawasannya.

Tadi di kelas Bu Hwasa bertanya mengenai progres dari tugas yang diberikan kemarin. Kelompok yang lain sudah memiliki kemajuan tugasnya masing-masing. Hanya kelompok dua manusia ini yang sama sekali belum mengerjakan apapun.

Ya, bagaimana lagi?

Mereka berdua mana mau bertemu satu sama lain kecuali untuk berkelahi.

"Lu tulis aja dua buku, gue tiga buku." Chaeryeong membagikan novel yang tadi ia ambil untuk dijadikan bahan.

Tugas dari Bu Hwasa itu adalah meringkas isi dari novel-novel yang dibaca, minimal lima novel. Ringkasannya diketik lalu dicetak dalam bentuk makalah. Tidak begitu susah sebenarnya, hanya saja lama diwaktu pengerjaan. Maka dari itu diberi waktu sebulan untuk penyelesaian.

"Oke," jawab Beomgyu lalu mulai membuka novel yang diberi Chaeryeong untuk dibaca.

Nah gitu dong, rajin dikit, batin Chaeryeong.

Jika hari ini mereka selesai meringkas pada kertas, jadi Chaeryeong tinggal merevisi dan menyalinnya pada komputer. Setelah itu, tinggal menyuruh Beomgyu untuk membawanya ke tukang cetak. Begitulah susunan rencananya.

Suasana perpustakaan pun menjadi sunyi, hanya diisi dengan suara buku yang dibolak-balik halamannya dan pena yang menggores permukaan kertas.

Chaeryeong sudah mengisi kertasnya dengan tulisan-tulisan, sedangkan Beomgyu belum sama sekali-kecuali yang nama kelompok itu.

"Beomgyu, lu jangan baca aja, ditulis juga biar gak lama," bisik Chaeryeong.

"Sabar, nyet. Kan harus dibaca dulu baru bisa diringkas," ujar Beomgyu.

Chaeryeong memutar bola matanya. Awas aja sampe selesai nanti dia belum nulis sama sekali, batinnya.

Gadis itu pun memilih kembali fokus pada pekerjaannya.

°°°°°

Langkahnya tergesa-gesa, nafas memburu, sorot mata tajam. Chaeryeong lagi-lagi harus mencari keberadaan Beomgyu karena pemuda itu yang kembali berbuat hal.

"Mana lu, anjing?!" gumamnya kesal.

Sudah pasti kesal. Beomgyu yang seharusnya mengerjakan selesai ringkasan novel itu malah seenaknya pergi meninggalkan Chaeryeong sendiri.

"Udah gue duga, itu setan izin ke wc buat kabur. Bangsat lu, bener-bener."

Monolog yang ditujukan untuk Beomgyu terus Chaeryeong gumamkan.

Sebenarnya kelakuan Beomgyu tadi tidak terlalu berdampak pada nilai mereka sekarang. Karena Bu Hwasa dengan baik hati membiarkan keduanya mengerjakan di rumah dan boleh diberikan pada pertemuan pelajaran berikutnya untuk beliau cek.

Namun tetap saja Chaeryeong kesal karena pemuda itu lepas dari tanggung jawabnya. Jika Beomgyu terus begini, nilai raport Chaeryeong yang jadi korban nanti.

"Jiheon manis punya Beomgyu seorang."

"Diem deh, kak. Malu diliatin."

Pemandangan menarik di antara pemuda pemudi yang berlalu lalang di koridor yang ramai. Chaeryeong memandangi itu sembari menyembunyikan diri di balik papan mading.

"Anjirlah, malah di sini ama cewek," gumam Chaeryeong melihat adegan romantis dari sepasang muda mudi yang sedang menyender di dinding sambil tersenyum satu sama lain.

"Pengen langsung gue jambak tapi kasian lagi ada ceweknya." Ia melihat bagaimana Jiheon merapikan rambut Beomgyu dengan lembut, Chaeryeong jadi makin kasihan dengan gadis manis itu yang bisa-bisanya menerima pemuda buaya sebagai pacarnya.

Akhirnya Chaeryeong tetap menghampiri Beomgyu dengan raut kesal.

"Eh, kak Chaer.." Jiheon menyapanya ramah sedangkan Beomgyu mengalihkan pandangannya ke arah lain seperti tak perduli dengan kehadirannya.

Chaeryeong membalas sapaan Jiheon tak kalah ramah lalu melirik sejenak ke arah Beomgyu yang masih enggan melihat ke arahnya.

"Ada apa, kak?" tanya Jiheon pada Chaeryeong. "

Ah, ini.. bilang ke pacarnya ya. Jangan suka kabur pas lagi ngerjain tugas. Yang rugi bukan cuma dia masalahnya, orang lain juga ikutan kena. Kalo dia gak mau denger, jewer aja kupingnya biar sampe sobek juga," jelas Chaeryeong.

Jiheon menoleh ke arah Beomgyu, pemuda itu tersenyum sekilas kepadanya sebelum membuang pandangan kembali.

Kembali Jiheon menatap Chaeryeong dengan wajah segan. "Nanti dibilangin, kak. Maaf ya, dia udah nyusahin kakak," ucapnya.

"Kamu gak perlu minta maaf, kan salah dia. Oke, gitu aja sih. Kakak ke kelas dulu, ya.." pamit Chaeryeong namun sebelum pergi ia sempat menendang kecil kaki pemuda yang masih belum mau menatapnya itu.

"Anjrit," rintih Beomgyu pelan saat kakinya tertendang. "Syukurlah, nenek lampir udah pergi," gumamnya setelah Chaeryeong sudah menjauh.

Jiheon memukul pelan lengan Beomgyu, "jadi tadi kakak ke sini buat kabur dari tugas, ya?"

"Enggak kok, bohong aja si nenek lampir tuh." Beomgyu menggeleng.

"Kakak kali yang bohong. Jangan gitu ah. Kalo ada tugas dikerjain, kan buat nilai kakak juga. Masa harus dimarahin terus sih?" omel Jiheon.

Bukannya mendengarkan dengan baik, Beomgyu malah terkekeh sambil mencubit pelan hidung Jiheon. "Lucu banget sih pas marah-marah gini," ujarnya.

"Ini serius lho, kak," gerutu Jiheon dengan wajah cemberutnya.

"Iya iya. Ngerti kok, sayang," jawab Beomgyu sambil tersenyum.

Heterogeneous (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang