Sepatah Kata

13 1 0
                                    

"Andre, kasih catatan gue ke Amel dong," ujar Yuda, teman sebangku Andre.

"Iya." Andre hanya mengambil buku itu dan menaruhnya di meja Amel tanpa berkata sepatah kata pun kepada Amel.

Amel tidak tahu jika buku yang Yuda pinjam sudah dikembalikan. Yuda yang mengamati tingkah Andre pun hanya bisa menahan tawa. Ketika Andre berjalan kembali ke tempat duduknya, Yuda memberitahukan kepada Amel dari tempat duduknya.

"Mel, bukunya udah gue kasih ya," ujar Yuda dengan volume suara yang keras.

Lah kok bukunya udah ada di meja gue , batin Amel ketika melihat buku catatan Yuda sudah ada di mejanya.

"Ndre, lu emang nggak bisa ngomong ke cewek?"

Andre menghela napas, "Iya."

"Kalau gitu terus, gimana cara lu dapat cewek?"

"Enggak tahu juga, bodo amat."

"Kalau gue boleh tahu, lu suka sama siapa sekarang?"

"Amel," bisik Andre.

"Oalah, oke."

Sejak SD, Andre memang sulit berbicara kepada lawan jenis. Sifatnya ini pun terbawa sampai ke SMP. Ketika awal masuk ke SMP, Andre sudah jatuh hati kepada Amel. Perempuan dengan panjang rambut sebahu dan wajah yang imut itu telah menarik hati Andre. Namun, sifat Andre yang sulit bertatap muka dan berbicara kepada lawan jenis membuatnya tidak bisa mengungkapkan perasaannya. Dalam masa SMP kelas dua ini, Andre berharap ada seorang cewek yang ingin selalu dekat kepadanya.

Namun dalam hati Andre, hal ini sepertinya sukar untuk dilakukan. Dia mungkin harus menerima kenyataan jika harus jomlo seumur hidup. Terkadang, Andre berpikir mungkin dia akan sukar untuk menikah nantinya. Waktu istirahat siang itu terlalu panas, setidaknya kelas Andre dekat dengan kantin sehingga tidak perlu bertemu panas matahari yang ingin menyapa kulitnya. Andre pun beranjak dari tempat duduknya dan berjalan di lorong yang akan membawanya ke kantin.

Kantin SMPN 1 Karangpanjang memang lengkap dengan seluruh fasilitas yang ada. Para siswa bisa membeli makanan ringan,gorengan hingga soto pun bisa dibeli dengan harga yang terjangkau. Uang saku Andre pun juga tidak terlalu banyak, hanya tiga ribu rupiah. Soto seharga lima ratus saja sudah membuat perut orang yang memakannya menjadi kenyang. Namun, Andre lebih suka membeli roti daripada soto karena itu adalah makanan kesukaannya.

Hari ini, dia mencoba membeli soto dan roti. Setelah cukup kenyang, dia pun kembali ke kelas. Ketika pelajaran terakhir, Andre melihat ke arah Amel. Berharap perempuan yang disukainya itu menoleh ke arahnya. Namun, Amel tidak melihat ke arah Andre sama sekali. Andre pun sadar, jika dia tidak berbicara kepadanya, maka membentuk sebuah hubungan akan sulit.

Ketika pulang sekolah, Andre pun berjalan ke arah tempat sepeda. Tiba-tiba, salah satu teman sekelasnya berjalan mendahuluinya. Dia tersenyum ke arah Andre, rambut panjangnya menambah anggun sosoknya. Namun, Andre tidak memiliki rasa ketertarikan kepada gadis itu. Dia bersikap cuek dengan senyuman manis yang ditunjukkan kepadanya, tetapi Andre merasakan hal yang berbeda dengan biasanya.

Gadis itu sebenarnya bukan seseorang yang Andre harapkan, tetapi beberapa hari setelah dia tersenyum, semua terasa berbeda. Keesokan harinya, Andre berangkat lebih pagi dari biasanya. Ketika langkah kakinya masuk ke kelas, dia bertemu dengan gadis yang kemarin tersenyum kepadanya. Gadis itu bernama Nur.

"Ndre," panggil Nur.

"Iya," balas Andre yang bingung.

"Aku suka sama kamu," ucap Nur spontan.

"Hah?" Pipi Andre memerah.

Nur tertawa, "Bercanda kok."

Andre pun tidak membalas ucapan Nur, dia menaruh tasnya lalu pergi keluar kelas. Udara dingin pagi itu memberi rasa nyaman di hati. Mungkin sudah menjadi kebiasaan Andre, duduk bersandar di pagar sekolah sambil menatap pemandangan sawah. Angin sepoi-sepoi menghibur dirinya yang sedang kesal karena ulah Nur kepadanya. Terkadang dia melihat siswi-siswi yang sedang bersepeda menuju ke sekolah. Melihat dari balik pagar yang berdekatan dengan sawah membuat rasa nyaman muncul di hatinya.

Harapan untuk merasakan cinta di waktu muda mungkin terasa sangat sulit untuk Andre. Dia sadar jika mengandalkan kepintaran dalam mata pelajaran saja tidak cukup untuk membuatnya populer. Namun, Andre terkadang terlalu yakin dengan apa yang dia lakukan untuk mendapatkan suatu penghargaan dari orang lain. Beberapa hari yang lalu saja, dia tidak berhasil masuk seleksi olimpiade matematika. Gurunya lebih memilih orang yang hanya cerdas di bidang itu meskipun sebenarnya Andre unggul dalam semua bidang.

Waktu istirahat, Andre duduk di bangku lorong sekolah. Dia terkadang memandang ke lapangan yang luas dan melihat siswa lain bermain sepakbola. Meskipun sebenarnya Andre sama sekali tidak tertarik dengan hal itu, tetapi dia menikmati tawa dan rasa yang ada di lapangan itu. Dengan es teh dan roti, semuanya terasa nikmat saat istirahat. Sebuah prinsip kebahagiaan sederhana yang selalu dilakukan oleh Andre. Dia berpikir jika senyum kecil di wajah adalah kebahagiaan terbesar.

Ketekunan dan pantang menyerah dalam menghadapi hidup menjadi agendanya sehari-hari. Meskipun begitu, hal itu masih belum menggeser sifatnya satu milimeter dari dalam hatinya. Sifat itu sudah seperti paku yang tidak bisa dilepas, terkadang rasanya menyakitkan karena tidak dapat leluasa. Seperti domba yang terikat di batang pohon, seperti itu orang yang terikat kebiasaan buruk dan sifatnya.

Ketika Andre sedang asyik menikmati waktu istirahat, dia menoleh ke samping kanan. Dia melihat Yuda sedang berjalan menuju ke arahnya.

"Ndre, gimana menurut lu SMP kita ini?" Yuda pun duduk di sebelahnya.

"Ya, bagus." Andre menyeruput es tehnya.

"Maksud gue, gimana perasaan lu sejak pertama kali masuk di SMP ini sampai kita kelas delapan sekarang?"

"Gue sih seneng, apalagi punya temen yang pengertian kaya lu."

"Meskipun pandangan orang ke elu itu sosok yang pendiam gara-gara nggak pernah bicara sepatah kata sama cewek?"

"Ya kalau dibilang nggak pernah sih nggak juga, aku kadang ngomong ketika mereka ngajak aku ngomong kok," sangkal Andre.

"Kalau itu sih gue udah tahu, tapi kalau memulai pembicaraan, gue yakin lu nggak bisa."

"Iya sih." Andre menundukkan kepalanya.

"Tetap semangat ya, gue yakin lu bakal bisa berubah."

"Iya, semoga."

Ketika istirahat selesai dan semua siswa kembali ke kelas, tiba-tiba ada gadis yang mendekat sambil memberikan secarik kertas kepada Andre. Andre pun membacanya.

Semangat , baca Andre dalam hati.

Dia pun menoleh ke arah gadis itu. Gadis itu bernama Rena, cewek yang jarang berbicara di kelas. Dia memberikan senyumnya ke arah Andre. Andre pun membalasnya dengan senyuman yang terlihat dipaksa. Rena yang melihat raut muka Andre pun langsung tertawa kecil.

"Ada apa sih Ndre?" tanya Yuda.

"Itu Rena."

"Oh, positif thinking aja kalau dia suka sama elu."

Andre pun menghela napas, "Nggak, gue bakal tetep biasa."

"Coba percaya sedikit sama cewek, nggak semua cewek suka mempermainkan cowok kok."

"Enggak, gue bakal bersikap biasa aja."

"Ya udah sih."

Mereka pun mengikuti pelajaran seperti biasanya. Mungkin Andre berpikir bahwa belajar lebih penting daripada harus memiliki hubungan dengan cewek. Pada saat kelas tujuh, banyak siswi yang mendekati Andre karena ada rumor dari teman SD-nya. Rumor yang mengatakan jika Andre sukar berbicara kepada cewek. Siswi lain yang mendekati Andre ingin menguji kebenaran rumor itu, tetapi beberapa di antaranya ingin mengenal Andre. Andre pun harus bersabar dengan hal itu, dirinya seperti tempat angker yang penuh dengan misteri.


Mengejar RenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang