Hari ini libur, Depa mencoba untuk menggerakkan badannya. Hawa kantuk masih terasa
menggoda, tetapi dia terus berusaha untuk bangkit dari kasur yang nyaman. Hal itu terkadang masih
sangat sulit untuk melawan jiwa-jiwa yang malas bergerak seperti Depa. Namun, sepertinya kali ini
dia telah lolos dari jerat kemalasan. Depa berencana untuk pergi ke toko buku, dia berharap ada
komik dan beberapa novel yang bisa dibaca.
Setelah mandi dan bersiap-siap, Depa keluar dari rumah kosnya. Lalu berjalan menuju rumah
makan yang tidak terlalu jauh dari kosnya. Ketika dia berjalan ke rumah makan itu, Depa melihat
Andre sedang berjalan cepat ke suatu tempat. Dia berpikir mungkin Andre sedang ada janji dengan
kekasihnya dan itu bukan urusannya, manusia jomlo seperti Depa hanya butuh makan, hiburan dan
tidur.
Ketika sampai di rumah makan itu, Depa langsung memesan makanan favorit seperti biasanya,
yaitu nasi dan telur dadar. Makanan mewah untuk mahasiswa di tanggal tua seperti ini. Setidaknya
beberapa minggu lagi liburan semester akan tiba, jadi Depa bisa pulang kampung. Setelah dia
membayar makanannya, perutnya terasa kenyang. Depa langsung melanjutkan perjalanannya ke
toko buku.
Ketika sampai di pinggir jalan, Depa melihat angkot yang menuju tempat toko buku. Dia pun
langsung melambaikan tangannya sehingga angkot itu berhenti. Tidak sampai setengah jam,
akhirnya Depa sampai di toko buku. Meskipun banyak orang yang menganggapnya tidak menyukai
buku, tetapi kenyataannya dia selalu ke toko buku setiap satu bulan sekali. Hanya saja Depa lebih
menyukai komik dan novel daripada buku bacaan berat.
Saat dia berjalan ke dalam toko itu, dia melihat Lisa. Depa pun berjalan mendekatinya,
mungkin dia bisa mendapatkan referensi buku atau obrolan biasa.
"Hai Lis," sapa Depa.
"Oh Depa, gue kirain siapa," ujar Lisa ketika melihat ke arah Depa.
"Gue bukan Andre kok santai aja."
"Apaan sih? Ngomong-ngomong, lu ngapain ke sini?"
"Ya cari buku."
"Emang lu suka baca buku?"
"Dari dulu kali."
"Paling cuma komik."
"Iya sih, tapi kadang gue baca novel kok."
"Hilih," ujar Lisa seolah tidak percaya dengan perkataan Depa.
"Beneran." Depa mencoba meyakinkan Lisa.
"Iya."
Mereka berdua pun berpisah untuk mencari buku yang akan dibeli. Sesekali Depa melirik ke
arah Lisa, dia merasa ada sesuatu yang berbeda ketika berbicara dengannya. Penampilan Lisa tidak
terlalu cantik, tetapi manis. Namun, penampilan cewek sebenarnya bukan sesuatu yang membuat
seorang cowok mencintainya. Kata suka dan cinta adalah kata yang terdengar sama, namun
sebenarnya berbeda. Suka selalu menunjuk pada apa yang ada, tetapi cinta selalu menunjuk pada
apa yang dirasa.
Pujian dengan kata cantik dari orang lain terkadang bukan menunjuk apa yang dilihat, tetapi
apa yang dirasa. Jadi, perempuan yang tidak terlihat cantik akan cantik ketika menumbuhkan rasa
pada hati laki-laki. Hal itu adalah suatu prinsip yang dipegang oleh Depa. Meskipun dia tidak
memiliki banyak pengalaman tentang cinta, tetapi cerita dan empati dalam dirinya pernah
mengucapkannya.
Setelah Depa selesai membeli buku, dia pun berjalan keluar toko. Lalu duduk di bangku depan
toko buku itu. Ada sesuatu yang ingin Depa tahu dari Lisa sehingga dia menunggu Lisa keluar dari
toko buku. Tidak sampai sepuluh menit, Lisa pun keluar.
"Ngapain lu masih di sini?" tanya Lisa ketika keluar dari toko dan melihat Depa.
"Ada sesuatu yang pengen gue omongin tentang Andre juga sih." Lisa pun mendekati Depa,
lalu duduk.
"Andre kenapa?" tanya Lisa.
"Gimana ya mulainya? Gini, lu kan temen masa kecilnya Andre. Jadi, gue pikir lu tahu sifat
Andre. Lu tahu apa sebabnya Andre ngejauhin lu secara perlahan?"
Lisa menghela napas, "Gue sebenernya nggak terlalu paham dengan sikap Andre yang
sekarang. Mungkin karena waktu kecil gue pindah ke luar kota dan kita nggak saling komunikasi lagi.
Terasa banget perbedaannya waktu dia kecil sama yang sekarang. Cuma, waktu awal ketemu lagi itu
gue mikir kalau dia masih sama kaya dulu."
"Ternyata?"
"Ternyata nggak sama kaya yang gue bayangin." Lisa menggeleng.
"Kalau menurut gue sih ya, sebelum dia kuliah atau waktu masa SMA, mungkin dia mengalami
sesuatu yang buruk. Terutama dalam masalah percintaannya, waktu dia ketemu sama mantannya
aja, dia langsung kaya memperjuangkan gitu. Andre kaya bucin banget gitu kelihatannya."
"Mungkin bener kata lu. Tapi, gue pikir itu masih wajar kok. Kita nggak bisa men-judge
seseorang dari tindakannya dan kelihatannya, kita juga harus mikir hatinya."
"Terus, kalau lu sendiri gimana?"
"Gue?"
"Iya, gimana perasaan lu sama Andre?"
Pertanyaan itu sebenarnya terlalu berat untuk dipikirkan oleh Lisa sekarang. Depa tahu
bagaimana sikap Lisa kepada Andre selama ini. Entah bagaimana pertanyaan itu keluar dari bibir
Depa, padahal dia tidak ingin bertanya tentang perasaannya kepada Andre. Namun jika Depa tidak
menanyakan hal itu kepada Lisa, maka Lisa tidak akan bisa mengungkapkan isi hatinya. Depa pun
juga tidak akan mengetahui isi hati Lisa.
"Perasaan gue sama Andre itu mungkin bisa dibilang sedikit suka atau cinta. Makna perasaan
gue sendiri ke Andre aja, gue nggak paham. Yang gue pengen itu hanya berada di dekat Andre."
"Perasaan emang nggak bisa dipahami. Kalau gue tahu tentang hal kaya gitu, mungkin gue
bakal nulis buku tentang perasaan. Supaya rasa yang saling bertukar menjadi cinta yang bisa
dimengerti."
"Sok puitis lu," ejek Lisa.
"Daripada nggak bisa mengungkapkan kata ke orang yang kita suka karena keadaan," balas
Depa.
"Lis, boleh nggak gue tanya sesuatu ke elu?" Ekspresi wajah Depa berubah menjadi serius.
"Tanya apa?"
"Kalau misal rasa yang ada di hati gue ini tumbuh menjadi cinta ke elu, apa lu bakal nerima
gue?"
"Itu tergantung rasa yang ada di hati gue juga. Kalau tumbuh jadi cinta, gue pasti nerima elu.
Tapi kalau enggak, gue tetep nerima elu selagi gue nggak jatuh hati ke orang lain."
Depa menghela napas, "Cinta itu emang menyusahkan ya. Harus ada dua rasa yang muncul di
waktu dan tempat yang sama."
Sementara itu, Andre sedang berada di rumah sakit. Dia harus menerima kenyataan bahwa
Ratri telah meninggal karena kecelakaan itu. Namun, Andre mencoba tetap tegar dengan hati yang
menangis. Dia telah membuat janji dalam hatinya, janji untuk terus bersama dengan Ratri. Keinginan
tidak selalu bisa bertahan lama melawan kenyataan. Hatinya perlahan masuk dalam kesedihan yang
gelap. Cahaya hidup Andre seperti meredup, tetapi harapan dalam diri masih berjuang melawan
kenyataan. Kata tegar memang tidak dapat diartikan dalam tingkah laku, tetapi hanya hati yang bisa
merasakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Rena
Teen FictionJika terdapat kesamaan nama, itu hanyalah sebuah unsur instrinsik yang tidak menggambarkan tokoh nyata sebenarnya. Cerita ini adalah sebuah utopia penulis atau mugen tsukoyomi penulis dari kisah nyata (Reality Reverse), namun dalam penulisannya sedi...