Pagi ini perkuliahan masuk di jam dua belas, Andre dapat memanfaatkan waktu tersebut
untuk bersantai di kos. Merebah di kasur memang nyaman, tetapi juga bisa menimbulkan banyak
penyakit. Udara yang terasa dingin seperti menambah gravitasi untuk tidur, tetapi Andre mencoba
bangun dan berjalan keluar dari kosnya. Dia pun mencari warung terdekat untuk sarapan.
Pikirannya masih teringat dengan Lisa, dia khawatir jika Lisa akan meninggalkannya. Meskipun
hubungan mereka hanya sebatas teman masa kecil, tetapi Andre tidak ingin Lisa melupakannya.
Namun, Andre juga tidak ingin berpisah dengan Ratri yang sudah menjadi kekasih hatinya. Dilema
kembali lagi ke hati Andre, kenyataan yang mungkin akan mengubah hidupnya.
Pada waktu di kampus, Andre mencoba mendekati Lisa. Sejenak untuk menyapanya dan
merekatkan hubungan pertemanan yang renggang. Dalam hati, sebenarnya Andre bingung memilih
kata yang tepat untuk menyapanya. Namun, Lisa sudah terlanjur melihat ke arahnya.
"Lisa, lu udah ngerjain tugas dari Pak Sapomo?" Pertanyaan Andre itu hanya sekedar basa-basi
untuk berbicara dengan Lisa.
"Belum sih, mau bantuin gue?"
"Aku juga belum."
"Haduh kirain udah. Gimana hubungan kamu sama si dia?"
"Baik-baik aja sih. Nggak ada masalah."
"Syukur deh kalau gitu. Aku mau ke kantin dulu." Lisa pun beranjak dari tempat duduknya dan
berjalan ke luar.
Andre merasakan ada sesuatu yang mengganjal hatinya. Lisa tampak berbeda dari biasanya,
apa mungkin karena mereka sudah lama tidak berbicara beberapa hari? Sepertinya hal itu tidak akan
sampai membuat sikap Lisa berbeda, tetapi waktu di gazebo dan di ruangan ini Lisa terlihat memiliki
sikap yang berbeda. Dia pun mencoba bersabar dengan sikap Lisa saat ini, tetapi Andre tidak ingin
Lisa semakin menjauh. Apa harus dia menjauh tanpa berbicara seperti biasanya lagi?
Pertanyaan itu membuat Andre semakin pusing. Meskipun sebenarnya dia tidak suka berpikir
berat, tetapi kenyataan memaksanya untuk berpikir. Permasalahan yang selalu timbul dari pilihan
yang dipilihnya. Andre tidak ingin orang lain pergi dari hidupnya, tetapi keadaan memang tidak bisa
disangkal.
Ketika dia pulang kuliah, Andre langsung menuju warung biasanya. Andre telah membaca
pesan dari Ratri yang mengatakan bahwa dia ada di tempat itu. Tidak sampai beberapa menit, Andre
pun sampai. Ratri tampak asyik mendengarkan musik dengan headset sambil sesekali menyeruput es
teh yang telah dia pesan.
"Udah nunggu lama?" tanya Andre sambil tersenyum.
"Enggak kok. Gimana kuliah kamu?"
"Ya biasa, tugas dikerjain kalau nggak ada ya rebahan. Kalau kamu?"
"Sama."
"Pernah nggak kamu berbuat salah sama orang karena pilihan yang kamu ambil?"
"Aku pernah, tapi bukan salah kita karena pilihan yang kita ambil enggak baik buat orang lain
selama itu nggak ada hubungannya sama orang lain sih. Itu menurutku. Emangnya kenapa?"
"Nggak apa-apa sih."
"Yakin nggak ada sesuatu." Ratri menatap mata Andre.
"Enggak," balas Andre sambil mengalihkan pandangannya.
"Ngomong-ngomong besok kan libur, gimana kalau kita ke taman kota?" ajak Ratri.
"Aku sih ikut kamu aja."
"Oke deh kalau gitu."
Keesokan harinya, Andre sudah bersiap di halte dekat kampusnya. Namun, Ratri belum juga
datang. Dia mencoba untuk berpikir positif tentang Ratri, mungkin sedang dalam perjalanan. Andre
sudah menunggu lebih dari lima belas menit, seharusnya Ratri sudah datang. Entah mengapa Andre
khawatir dengan Ratri seolah ada sesuatu yang akan menimpa Ratri.
Namun, beberapa saat kemudian Ratri datang. Hal itu membuat Andre bernapas lega dan rasa
khawatirnya hilang seketika. Mereka berdua pun naik bus Trans, bus dengan biaya paling murah.
Setidaknya cukup untuk pergi kemana saja sesuai dengan ukuran dompet mahasiswa seperti
mereka. Setidaknya AC yang ada di dalam dapat mengurangi rasa lelah mereka saat merasakan hawa
panas di luar ruangan. Tidak sampai tiga puluh menit, akhirnya mereka berdua sampai di taman
kota.
Sebuah pemandangan taman hijau yang cukup luas di tengah kota metropolitan. Udara sejuk
seperti merayu mereka masuk ke dalam taman. Bunga dan pepohonan bersatu menjadi
pemandangan yang nyaman dipandang mata, terutama setelah bekerja dan berpikir sesuatu yang
berat.
"Indah banget ya," ujar Andre.
"Kamu belum pernah ke sini sebelumnya?"
"Belum."
"Masa sih? Udah hampir satu tahun masa belum pernah ke sini?" Ratri tidak menyangka jika
Andre belum pernah ke taman kota. Taman itu adalah lokasi yang sering dikunjungi oleh orang-
orang. Jadi hampir semua orang pernah ke tempat ini.
"Iya, aku belum pernah ke sini."
Mereka berdua terlihat seperti pasangan yang sedang berkencan, terlihat dekat sekali.
Meskipun hanya obrolan-obrolan biasa, tetapi jika melakukan itu semua dengan pasangan hati pasti
akan terasa berbeda. Rasa dan hati yang terhubung dapat menyatukan dua orang yang berbeda
dalam satu pertemuan itu.
Setelah mereka berdua puas dengan keindahan taman itu, Andre beranjak dari tempat
duduknya. Perutnya terasa sangat lapar sehingga dia berniat untuk mengajak Ratri makan di warung
terdekat.
"Ratri, kita makan yuk," ajak Andre.
"Iya. Aku juga udah laper banget nih. Nasi padang ya."
"Duit sendiri."
"Oke."
Mereka pun berjalan meninggalkan tempat itu. Udara yang sejuk seperti mencoba untuk
menarik mereka berlama-lama di taman, tetapi perut yang lapar itu sudah tidak bisa diganggu gugat
lagi. Andre melihat warung nasi padang terdekat, tetapi mereka harus menyebrang jalan yang ramai
untuk sampai ke sana. Ketika Andre mulai menyebrang dan diikuti oleh Ratri, sebuah truk besar
melaju kencang dan langsung menabrak pujaan hati Andre. Hal itu menyebabkan Ratri tidak bisa
bergerak, tubuhnya mengeluarkan banyak darah. Namun, kesadarannya masih ada. Andre pun
bergegas mendekati Ratri.
"Ratri, aku bakal panggil ambulans ke sini. Kamu harus kuat ya," ucap Andre sambil menangis.
"Andre, aku ,cinta sama kamu." Mata cantik itu menatap ke arah Andre, lalu kesadaran Ratri
perlahan menghilang. Beberapa menit kemudian ambulans datang dan membawa Ratri ke rumah
sakit terdekat. Andre tidak tahu harus berbuat apa, dia hanya bisa menunggu dokter yang
memeriksa Ratri keluar dari ruangan itu.
Setelah menunggu satu jam, pintu ruangan itu perlahan terbuka. Dokter yang memeriksa
kondisi Ratri itu pun keluar. Wajahnya tampak sedih dan tidak dapat berkata-kata. Namun, Andre
yang sangat mencintai Ratri itu berjalan mendekatinya.
"Dok, gimana kondisi Ratri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Rena
Teen FictionJika terdapat kesamaan nama, itu hanyalah sebuah unsur instrinsik yang tidak menggambarkan tokoh nyata sebenarnya. Cerita ini adalah sebuah utopia penulis atau mugen tsukoyomi penulis dari kisah nyata (Reality Reverse), namun dalam penulisannya sedi...