Ini sebuah kisah tentang masa kecil Andre, cowok yang sukar berbicara kepada lawan jenis.
Namun, sekarang dia dapat menghilangkan sikap buruknya itu dan berubah. Pada waktu kecil, Andre
dapat berbicara seperti biasa. Hanya saja, ada sebuah kejadian yang membuatnya ragu untuk
mengungkapkan kata ke cewek. Kisah ini terjadi waktu dia masih SD, sebelum pindah ke
Karangpanjang, Klaten.
Kota Bekasi, sebuah kota yang terletak di samping Jakarta. Tempat yang tidak kalah sibuk
dengan keramaian di Jakarta. Waktu itu, Andre masih SD. Dia masih diantar oleh ayahnya ke sekolah.
Cuaca pagi itu terasa segar, langit benar-benar biru. Meskipun banyak kendaraan di jalan, Bekasi
masih sejuk dan tidak seperti sekarang. Andre kecil berjalan menuju kelas, dia ingin menunjukkan
sesuatu ke teman sebangkunya yang bernama Albert.
Albert adalah siswa yang cerdas, dia pun terkadang menetralkan sikap Andre yang cengeng.
Waktu kecil, Andre memang sering menangis karena sesuatu bahkan hal yang sepele. Meskipun
begitu, dia dikenal sebagai anak yang rajin dan selalu membantu teman-temannya dalam belajar.
Sesampainya di kelas, Andre melihat Albert sudah datang.
"Kamu udah datang dari tadi?" tanya Andre.
"Nggak, aku baru aja datang." Albert menoleh ke arah Andre.
"Lisa belum datang?"
"Belum, kayanya bentar ...." Ucapan Albert terputus.
"Hai!" sapa gadis berambut panjang itu. Senyum manisnya terasa hangat di telinga orang yang
mendengarnya.
"Tumben lama?" kata Albert.
"Hehe, iya," ucap Lisa.
Pada hari itu, mereka bertiga memang ingin belajar bersama. Lisa adalah satu-satunya
perempuan yang seumuran dengan Andre dan bersahabat dekat dengannya. Kedekatan mereka
berdua waktu itu membuat orang yang melihatnya berpikir jika mereka adalah saudara, kakak dan
adik. Namun, kedekatan itu perlahan menghilang saat Lisa harus pindah ke luar kota. Hubungan
Andre dan Lisa perlahan menjauh. Waktu itu setelah pulang sekolah, Lisa mengajak Andre dan Albert
ke halaman samping sekolah. Cuaca terik itu mungkin menjadi pesan terakhir persahabatan mereka
bertiga.
"Aku mau bilang sama kalian, aku bakal pindah ke luar kota," ujar Lisa sambil tersenyum.
"Kenapa?" tanya Albert.
"Papa aku dapat pekerjaan di luar kota."
"Yah, jadi kita nggak bisa bareng-bareng lagi nih?" ucap Andre.
"Mungkin bisa. Aku harap kita masih bisa sama-sama, meskipun kita nggak bisa berhubungan
satu sama lain. Aku yakin, kita bakal bertemu suatu saat nanti."
Setelah percakapan hari itu, Rena pergi dan tidak ada kabar tentangnya lagi. Lagi pula apa
yang bisa dilakukan oleh anak kecil yang belum mempunyai ponsel? Hanya keajaiban dari janji jari
kelingking yang mereka buat pada hari itu mungkin bisa menyatukan mereka. Teman terdekat Andre
waktu itu hanya Albert, tetapi beberapa bulan kemudian, Albert dan keluarganya mengalami
kecelakaan. Sikap cengeng Andre yang biasa dihentikan oleh Andre menjadi sulit dibendung. Hal itu
membuat beberapa temannya yang tidak tahan mengejeknya dan bully pun terjadi. Karena tidak
tahan dengan perlakuan beberapa temannya itu, keluarga Andre memutuskan untuk pindah ke
Klaten.
Itu kisah lama yang masih Andre ingat, dia terkadang ingin mencari keberadaan Lisa. Namun,
meskipun dia berusaha mencari namanya di sosial media Facebook, tetap saja usahanya tidak
membuahkan hasil. Sekarang, Andre hanya ingin kehidupannya nyaman. Setidaknya menikmati
masa SMA yang indah seperti kata orang-orang. Entah mengapa bayangan masa lalu tentang Lisa
muncul dalam pikirannya.
Saat istirahat, Andre keluar kelas dan duduk di bangku luar. Matanya memandang jauh ke
pegunungan selatan. Hembusan angin itu terasa sejuk, perlahan dilema dalam hati Andre seperti
ingin menghilang. Namun, pikirannya masuk dalam lamunannya. Dia memikirkan keadaan Lisa
sekarang, dimana dan bagaimana adalah kata-kata yang selalu muncul di pikirannya ketika
terbayang masa lalu dengan Lisa.
Saat Andre merenung dan menatap ke bawah, tiba-tiba Dimas berjalan mendekatinya. Dia
mungkin heran karena tidak melihat Andre berada di bawah. Lalu dia mencari Andre, ternyata sesuai
dugaannya jika Andre masih berada di depan kelas.
"Nggak jajan Ndre?" tanya Dimas.
"Belum. Perasaan baru lima menit tadi bel bunyi, lu udah beli es teh aja," ujar Andre sambil
melihat ke arah es teh yang dipegang oleh Dimas.
"Iya, soalnya waktu bel tadi, gue langsung turun ke bawah."
"Oh, pantes."
"Ngomong-ngomong, gimana soal Rena?" tanya Dimas.
"Udah nggak ada harapan Dim," balas Andre sambil menunduk.
"Jangan sedih lah, cewek masih banyak." Dimas menepuk pundak kawannya, memberi
semangat.
Andre menghela napas, "Iya, gue tahu kok."
"Ya udah, yuk makan. Gue belum makan nasi, tadi cuman ngemil doang di depan," ajak laki-
laki gembul itu.
"Lah, itu perut apa karung? Bukannya lu udah makan tadi?" tanya Andre heran.
"Cuma nasi kucing dua mah mana kenyang," ujar Dimas. Andre pun sampai menahan tawa
mendengarnya.
Ketika bel pulang berbunyi, Andre melihat Rena menuju ke gerbang sekolah. Dari kejauhan,
Andre juga melihat seorang laki-laki dengan tubuh yang cukup tinggi dan berseragam SMA 1
Karangpanjang. Dilihat dari penampilannya, orang itu adalah siswa kelas 10 sama seperti dirinya.
Apa mungkin dia adalah Wahyu, seseorang yang menjadi pujaan hati Rena yang baru? Setelah Andre
mencoba melihat dari dekat, ternyata benar dia adalah Wahyu.
Andre mencoba menghela napas dan menenangkan dirinya sendiri. Dia berharap dapat lepas
dari rasa sesak di hati, hal ini benar-benar mengganggu. Andre pun berbalik badan, lalu berjalan
menuju ke tempat sepeda. Dia ingin cepat pulang dan makan siang di rumah, sehingga dia dapat
melupakan apa yang dilihatnya. Namun, saat Andre sampai di tempat sepeda. Dia berpapasan
dengan Putri, mata Andre menatapnya dari balik kacamata hitam miliknya. Seperti ada sesuatu yang
membuat mereka saling memandang.
"Tumben kamu belum pulang?" ujar Putri, mencoba untuk memulai pembicaraan.
"Iya, ini baru mau pulang."
"Oh, terus kenapa tadi jalan ke depan gerbang?" tanya Putri, dia tidak yakin dengan jawaban
Andre.
"Anu, tadi itu karna buru-buru pulang jadi kelupaan bawa sepedanya," ucap Andre sambil
menggaruk-garuk kepala. Alasannya terlihat jelas sekali berbohong, Putri sebenarnya juga sudah
mengetahui apa yang Andre lakukan. Namun, mencoba untuk lebih dekat dengan seseorang yang
membuatnya nyaman harus dimulai dengan obrolan yang nyaman juga.
"Ya udah, yuk balik bareng," ajak Putri sambil menaiki sepedanya. Sepeda biasa seperti
kebanyakan siswi SMA lainnya.
"Lah, emang rumah kamu di mana?"
"Di Mungsan, satu arah sama kamu juga kan?"
"Eh, iya sih." Andre pun menaiki sepedanya.
Tidak Andre sangka jika Putri akan pulang bersama dengannya. Entah hal ini bisa dikatakan
sebagai takdir atau hanya kebetulan saja. Namun, cinta sendiri memiliki banyak misteri yang sukar
dipecahkan oleh logika dan perasaan. Jawabannya pasti hanya akan terjawab di ujung waktu yang
tidak akan pernah kita tahu. Perasaan dapat berubah, ilmu pengetahuan dan logika pun bisa
berkembang. Namun, siapa yang bisa bertahan dari rasa sakit hati yang sama? Sebuah pertanyaan
yang tidak ingin Andre rasakan. Cukup sekali saja dia merasa sakit hati karena cinta.
Angin sejuk siang itu sangat terasa nyaman. Seperti sebuah pemberi rasa dalam obrolan Andre
dan Putri pada siang itu. Senyum dan tawa Putri benar-benar telah merubah pikiran Andre, kisahnya
tentang Rena mungkin akan habis dan berganti. Tidak akan ada yang tahu dimana hati berlabuh
kecuali ujung waktu yang tepat.
"Eh, Andre. Kamu punya pin BBM?" tanya Putri. Andre berpikir jika BBM itu adalah bahan
bakar motor, tetapi sepertinya bukan hal itu yang Putri tanyakan.
"Maksudnya pin BBM?" tanya Andre yang bingung.
"Pin Blackberry Messenger."
"Oh, aku belum punya gawai sih. Aku masih pakai ponsel dan SMS buat kirim pesan," ujar
Andre. Waktu itu memang masa pergantian ponsel ke gawai, sebuah perubahan besar yang sukar
diikuti oleh Andre.
"Coba kamu nabung buat beli gawai. Soalnya kata Bagus, dia pengen bikin grup di situ supaya
bisa ngasih informasi tentang kelas atau tugas pelajaran."
"Iya, kayanya sih aku punya celengan waktu aku SMP," kata Andre. Sejak kelas satu SMP, dia
selalu menabung sisa uang sakunya untuk membeli sesuatu di masa depan. Waktu itu, Andre tidak
memiliki tujuan menabung sisa uang sakunya. Mungkin ini saat yang tepat untuk menggunakannya.
"Nah, pakai itu aja."
"Berapaan sih harganya?"
"Paling murah sekitar empat ratus ribuan kok, itu udah bisa buat pakai BBM dan akses
internet 3G," kata Putri menjelaskan. Dia benar-benar paham tentang teknologi terkini.
"Internet 3G itu yang katanya cepet kan ya?" tanya Andre, mencoba memastikan. Dia tidak
terlalu paham dengan teknologi dan internet. Hal yang dia tahu hanya game dan browsing di warnet.
"Iya."
Sesampainya di rumah, raut muka Andre masih tampak berseri. Dia benar-benar merasa
bersemangat, sebuah hari yang tidak jauh beda dengan waktu itu. Saat Andre mengenal Rena, tetapi
sekarang keberadaan Putri seperti menjadi cahaya baru untuk Andre. Seperti cahaya lilin kecil yang
ingin dia jaga selama-lamanya. Mungkin begitulah sikap Andre, sedikit perasaan membuatnya
berimajinasi dan masuk dalam angan yang terkadang mustahil dia raih.
Tika pun heran melihat kakaknya pada waktu itu. Padahal dia ingat kemarin raut muka Andre
sedih dan seperti mengurung diri di kamarnya. Sebuah perasaan remaja yang sulit untuk dimengerti
oleh anak kecil seperti dirinya. Hal yang bisa Tika lakukan hanya menghibur kakaknya ketika sedih.
Dia tidak ingin melihat hawa kesedihan dalam rumah.
Ketika Andre masuk ke dalam kamarnya, dia pun langsung berjalan menuju lemarinya,
tepatnya di bagian bawah lemari. Diambilnya sebuah celengan plastik berbentuk gajah yang sangat
berat. Mungkin hampir setara dengan tabung gas tiga kilogram, tetapi sepertinya tidak benar-benar
sampai tiga kilogram. Saat sedang asyik memeriksa celengan gajah itu, tiba-tiba Tika datang.
"Wah, baru kali ini aku lihat ada celengan yang bentuknya gajah," ucap Tika.
"Iya dek, mau kakak sembelih ini," ujar Andre sambil berjalan menuju dapur, lalu mengambil
pisau untuk membuka celengannya.
Setelah Andre kembali ke kamar, dia mengambil celengannya dan membelah celengan itu dari
lubang masuk uangnya. Andre membelahnya perlahan sampai uangnya bisa dikeluarkan. Setelah
celengan itu terbuka, Tika kagum melihatnya. Dia mungkin belum pernah melihat uang recehan
sebanyak itu.
"Kakak mau pakai uangnya buat apa?"
"Buat beli gawai, soalnya temen-temenku pada pakai itu."
"Oh, gitu."
Ketika semua uang di celengan itu keluar, Andre pun merapikannya dan menghitungnya. Dia
berharap uangnya cukup untuk membeli gawai. Setidaknya gawai yang paling murah agar tidak
tertinggal oleh perkembangan zaman. Sekitar beberapa menit kemudian, Andre sudah menghitung
semua uang yang dimilikinya. Enam ratus ribu, uang sebanyak itu sudah cukup untuk membeli
gawai. Namun, Andre mungkin akan menukarkannya terlebih dahulu agar tidak terlalu banyak
membawa recehan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Rena
Teen FictionJika terdapat kesamaan nama, itu hanyalah sebuah unsur instrinsik yang tidak menggambarkan tokoh nyata sebenarnya. Cerita ini adalah sebuah utopia penulis atau mugen tsukoyomi penulis dari kisah nyata (Reality Reverse), namun dalam penulisannya sedi...