Waktu Semu

7 1 0
                                    

"Andre?" ucap Rena.
"Kamu belum pulang?" tanya Andre mencoba untuk mencari topik pembicaraan.
"Lagi mau ambil sepeda," ujar Rena. Dia pun terdiam sejenak. Jantung Rena berdetak kencang
saat itu.
"Andre, masalah kemarin sama yang dulu itu. Aku minta maaf, mungkin karena aku yang
kurang memahami kamu."
"Jadi, apa kamu mau seperti dulu lagi?" ucap Andre penuh harap.
"Sorry, aku udah punya pacar. Perasaanku ke kamu udah nggak kaya dulu lagi Ndre." Ucapan
Rena terasa begitu menyakitkan daripada kemarin.
"Oke." Andre menunduk.
Rena pun berjalan pergi meninggalkan Andre, sesekali dia menoleh ke arah Andre. Dia tidak
dapat berkata-kata lebih banyak lagi. Sebenarnya dia tahu bahwa hal itu mungkin akan menyakiti
Andre, tetapi lebih baik daripada mencintai tanpa perasaan hati yang tulus. Rena sudah menaruh
hati kepada orang lain sejak hubungannya dengan Andre memburuk. Nama orang itu adalah Wahyu
dan kebetulan, mereka satu kelas waktu SMA.
Ketika Rena pergi dengan mengayuh sepedanya, Andre merasa menyesal dengan
keinginannya dan keputusan. Harapan yang terasa begitu dekat di hadapan matanya ternyata
hanyalah wujud halu dalam hati dan keinginannya. Andre memang selalu menaruh harapan kepada
segala yang ada di sekitarnya. Dia tidak terlalu memikirkan perasaan orang lain, takdir sudah
mengubah jalan yang dipilihnya.
Waktu itu terasa terhenti dalam kesedihannya, Andre pun duduk di bangku terdekat. Dia
mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri, tiba-tiba Dimas datang dan berjalan mendekat ke
arahnya. Dimas melihat ke arah Andre yang diam dengan kesedihan dan rasa patah hati yang luar
biasa. Dia tahu mungkin ini karena saran yang diberikannya agar Andre dekat dengan Rena lagi.
"Andre," ucap Dimas ketika melihat Andre.
"Sorry, gue nggak bisa diajak bicara sekarang." Andre pun beranjak dari bangku dan berjalan
ke sepedanya. Lalu pergi meninggalkan Dimas.
Dari waktu Andre sampai di rumah hingga malam hari, dia tidak keluar dari kamarnya. Ibu
Andre pun heran dengan tingkah anaknya itu, dia pun mencoba untuk memanggilnya.
"Andre, ayo makan dulu," ucap ibu sambil mengetuk pintu. Andre pun mencoba bangkit dari
kasur dan mengatur napasnya, lalu keluar sambil menyembunyikan kesedihannya.
"Kamu kenapa nak?" tanya Ibu Andre.
"Nggak, nggak kenapa-kenapa." Andre menggeleng. Lalu dia berjalan ke ruang makan.
Wanita paruh baya itu heran dengan tingkah Andre yang tidak seperti biasanya, tetapi dia
tetap mencoba untuk berpikir positif tentang Andre. Lagi pula, Andre memang terkenal sebagai anak
yang tekun. Dia tetap mencoba untuk berusaha sebaik mungkin agar bisa mencapai apa yang dia
inginkan. Namun kini, perasaan adalah hal yang mustahil dia dapatkan. Setidaknya dia harus
bersabar untuk melihat seseorang yang dia kejar telah menjadi milik orang lain.
Keesokan harinya, Andre mencoba merubah raut mukanya agar tidak terlihat kesedihannya.
Meskipun begitu, terlihat jelas matanya yang seperti sedang bersedih. Dada yang masih terasa sesak
itu terkadang membuatnya harus menghirup napas panjang. Hari ini Andre berangkat lebih pagi, dia
berharap tidak ingin bertemu dengan Rena.
Sesampainya di depan pintu kelas, Andre melihat Putri sedang duduk sendiri sambil membaca
novel. Dia pun berjalan mendekati Putri, berharap kesedihannya akan hilang dengan beberapa canda
dari gadis polos itu.
"Put, tumben berangkat pagi?" tanya Andre.
"Ih, aku tuh selalu berangkat paling pagi," balasnya dengan nada sedikit cuek. Mungkin karena
dia sedang fokus membaca buku.
"Oh gitu ya." Andre pun berjalan ke tempat duduknya dan menaruh tasnya.
"Ngomong-ngomong, tumben kamu berangkat pagi Ndre?" ucap Putri, terdengar aneh karena
itu adalah pertanyaan yang dilontarkan oleh Andre tadi.
"Ya, lagi pengen aja." Andre berbohong, dia sebenarnya ingin menghapus rasa sedih dan
patah hatinya dengan kesunyian fajar.
"Oh gitu," balas Putri dengan pandangan yang masih mengarah ke novel yang dibacanya.
"Tapi kok kaya sedih gitu?" tanya Putri. Dia sepertinya dapat menebak perasaan Andre hanya
dengan suaranya saja. Putri menaruh pembatas bukunya di halaman yang dia baca dan menaruh
buku itu, lalu memandang ke arah Andre.
"Iya, ada seseorang yang mematahkan hatiku." Andre menunduk.
"Wah! Bahaya tuh, mau aku hubungin dokter buat sambungin?" kata Putri yang terlihat panik
karena kepolosannya. Andre pun tertawa lepas karena melihat tingkah putri.
"Loh kok ketawa sih?"
Andre mengatur napas, "Habisnya tuh kamu kaya gitu, maksudku itu ada yang nyakitin
perasaan aku. Bukan hatiku yang ada di dalam tubuh itu patah beneran."
"Ih, kenapa nggak bilang dari tadi?" Putri kesal dan memukul Andre. Mukanya pun memerah
karena malu.
"Udah-udah woi." Andre tersenyum sedangkan Putri masih cemberut karena kesal.
"Thanks ya," ucap Andre.
"Buat?"
"Buat bikin aku ketawa sampai aku lupa rasa kesedihanku."
"Oh."
"Ngomong-ngomong, kamu lagi baca buku apa sih?" Andre melihat ke arah novel yang dibaca
oleh Putri tadi.
Percakapan mereka pun menjadi sangat dekat, bibit perasaan yang ada di dalam diri Andre
seperti sudah diperbarui. Sosok Rena yang dikejarnya berubah menjadi Putri, keinginan dalam hati
terdalamnya seperti sudah memutuskan untuk mengejar perasaan Putri sebagai pengganti Rena.
Namun, Andre ingat dengan kata-kata Dimas tentang polosnya sikap Putri. Dia harus mencoba
bersabar dengan keadaan yang ada.
Namun, Andre masih bingung untuk memutuskan. Dia tidak ingin melakukan hal-hal konyol
untuk mengejar perasaan Putri. Mungkin, menjadikan Putri sebagai teman dalam masa
kesendiriannya adalah hal yang tepat. Andre perlu memperbaiki hati dengan cara melupakan Rena
secara perlahan. Namun, Andre khawatir jika ada rasa yang tumbuh dalam hubungannya dengan
Putri. Bagaimana cara untuk dekat dengan lawan jenis tanpa menimbulkan perasaan yang
berlebihan? Bagaimana agar cinta tidak tumbuh di antara mereka? Hal itu menjadi dilema baru
dalam diri Andre, sebuah konflik batin sederhana yang mungkin akan membawa petaka jika salah
memilih.
Waktu yang ada di antara mereka terasa cepat, hingga tidak terasa bel masuk berbunyi. Andre
pun beranjak berjalan menuju tempat duduknya. Waktu terasa semu kemarin, tetapi juga palsu.
Andre tidak menyangka jika dia akan tersenyum dan hilang rasa sedihnya. Saat guru menjelaskan
pelajaran, matanya menghadap ke depan. Namun, hatinya seperti hanyut dalam emosi dan
pikirannya menjauh dari keadaan, lalu masuk ke dalam lamunannya.

Mengejar RenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang